Belajar dari Pemilu AS, Jangan Remehkan Peran Kita Sebagai Pemilih Muda!

Millenials itu penentu masa depan ibu kota negara, lho!

Pada 2 November lalu KPU DKI Jakarta telah merilis Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pilkada DKI Februari 2017 mendatang.

Jumlah millennials yang berhak memilih cukup besar.

Belajar dari Pemilu AS, Jangan Remehkan Peran Kita Sebagai Pemilih Muda!Riyan Prayoga/ANTARA FOTO

Dari data KPU DKI, ada 7.132.856 DPS dan 10,07 persen diantaranya adalah pemilih pemula. Sedangkan ada 28,97 persen yang merupakan pemilih muda. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah potensi yang akan menentukan masa depan Jakarta, ibu kota negara kita tercinta.

Kita harus sadar akan potensi yang kita miliki.

Belajar dari Pemilu AS, Jangan Remehkan Peran Kita Sebagai Pemilih Muda!M Agung Rajasa/ANTARA FOTO

Hampir 30 persen millennials berusia 17 hingga 30 tahun termasuk ke dalam kekuatan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial serta budaya di Jakarta. Ini bukan jumlah kecil mengingat saat ini kita sedang berada dalam usia produktif. Di antara kita ada yang duduk di bangku SMA, kuliah, bekerja dan ada pula yang sudah memiliki anak pertama.

Di era ini kita diberi panggung yang luas untuk berkarya seluas-luasnya. Belum lagi generasi kita yang paling menguasai teknologi di mana ini adalah salah satu faktor penting dalam pembangunan negara.

Hampir sebagian besar informasi yang kita butuhkan untuk memahami dunia ada di ujung jari kita. Saat ini kita tergolong tulang punggung Jakarta dan tak lama lagi kita yang akan mengambil alih posisi-posisi penting di berbagai bidang dari tangan generasi sebelumnya.

Baca Juga: 200.000 Lapangan Kerja Sampai Beri Pekerjaan Pada Preman, Ini Program Para Cagub DKI dalam Menekan Pengangguran

Kita turut bertanggungjawab dalam setiap ketidakadilan dan setiap pencapaian.

Belajar dari Pemilu AS, Jangan Remehkan Peran Kita Sebagai Pemilih Muda!Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Ketidakpuasan yang kita rasakan merupakan tanggungjawab kita. Mengapa? Kita tak bisa mengharapkan suatu perubahan jika hanya berdiam diri. Kita sudah tak percaya lagi pada partai politik karena tak memberi perubahan atau karena menjamurnya politisi yang terlibat korupsi? Jalan satu-satunya adalah kita wajib jauh lebih giat melakukan aktivisme -- tindakan mempromosikan kepentingan umum -- agar budaya buruk dalam politik berubah.

Kita marah karena intoleransi semakin merajalela? Itu pun tanggungjawab kita untuk membalikkan keadaan dan membuat Jakarta menjadi kota yang bisa lebih progresif dalam merespon perbedaan -- tak lagi menjadikan suku, agama dan ras sebagai senjata untuk mendiskriminasi orang. Kalau kita diam saja, jangan harap perubahan itu akan datang.

Kita perlu belajar dari pemilu presiden Amerika Serikat.

Belajar dari Pemilu AS, Jangan Remehkan Peran Kita Sebagai Pemilih Muda!John Locher/Associated Press via nytimes.com

Salah satu pemilu terbaru yang selesai digelar adalah pemilu AS. Dengan hasil yang mengejutkan sebagian besar orang, media, akademisi, pakar politik dan orang-orang biasa beramai-ramai mencari tahu di mana kunci kemenangan Trump. Dari banyak faktor, salah satu penentunya adalah jumlah anak muda yang memang benar-benar memilih di hari pemilu 9 November.

Dari exit polls pasca pemilu diketahui bahwa ada 55 persen kaum millennials yang memilih Hillary Clinton dan 37 persen mendukung Trump. Sisanya, sebanyak 8 persen, memberikan suaranya kepada kandidat libertarian Gary Johnson atau Jill Stein dari Partai Hijau.

Jumlah pemilih yang mendukung Trump sama dengan yang diperoleh capres Partai Republik tahun 2012 Mitt Romney. Namun, suara untuk Hillary ternyata 5 persen lebih sedikit dibanding yang dikantongi oleh Obama di tahun 2012.

Belakangan diketahui bahwa jumlah 5 persen itu ternyata sangat berpengaruh. Jika mereka memberikan suaranya kepada Hillary, berbagai pihak meyakini bahwa dia yang akan keluar sebagai pemenang. Maka, anak-anak muda juga memiliki peran dalam terpilihnya Trump dalam pemilu tersebut.

Oleh karena itu, jumlah 30 persen pemilih millennials itu jangan kita anggap remeh sebab kita memang benar-benar bisa menentukan siapa yang akan memimpin ibu kota selama lima tahun mendatang. Kita punya andil dalam menampilkan wajah Jakarta -- baik wajah bagus maupun buruk. Sekarang adalah kesempatanmu.

Baca Juga: Semoga Faktor Fisik dan Kepribadian Tidak Jadi Penentu dalam Pilkada DKI

Topik:

Berita Terkini Lainnya