2 Pendapat Ahli dari KPK soal Gugurnya Praperadilan Novanto

Ahli sebut penetapan Novanto sudah benar

Jakarta, IDN Times - Gugurnya praperadilan tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto, masih menjadi perdebatan sejumlah pihak. Pada sidang lanjutan praperadilan hari ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua ahli, yakni Ahli Hukum Pidana Universitas Padjajaran Profersor Doktor Komariah Emong Sapardjaja dan Ahli Hukum Pidana Mahmud Mulyadi. 

Komariah mengatakan gugurnya praperadilan sebagai implementasi dari Pasal 82 ayat 1 huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang saat ini menjadi pertimbangan hakim tunggal Kusno dalam mengambil keputusan sidang praperadilan jilid II Novanto.

"Kalau biasanya sudah dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, pemeriksaan itu ketika surat dakwaan ketika dibacakan bukan hanya dibuka untuk umum saja. Artinya, apabila surat dakwaan telah dibacakan oleh hakim sidang pokok perkara," kata Komariah dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/12).

2 Pendapat Ahli dari KPK soal Gugurnya Praperadilan NovantoIDN Times/Linda Juliawanti

Komariah berpendapat, KPK sudah benar dalam menetapkan tersangka pada pria yang akrab disapa Setnov itu. Apalagi, telah didukung dengan dua alat bukti permulaan yang cukup. 

"KPK sudah sesuai dan proses itu sudah benar, penetapan tersangka itu juga berlaku. Tapi KPK disebut dalam MK (Mahkamah Konstitusi) sebagai lembaga yang sangat important, jadi KPK punya penyidik dan penyelidik sendiri," jelas dia.

Baca juga: Sidang Praperadilan Novanto, Ahli Sebut Hak Tersangka Dirampas KPK

Menurut Komariah, proses penetapan tersangka sudah diatur dalam KUHAP. Hanya saja, ketika  penetapan tidak diatur KUHAP, tidak diperbolehkan. Namun, ketika ada dugaan maka proses penetapan tersangka diperbolehkan.

Selain itu, kata Komariah, dalam putusan MK penetapan tersangka yang sebelumnya telah digugurkan dalam praperadilan, boleh diulang kembali.

"Praper hanya memeriksa formal saja. Itu putusan MK 21 Tahun 2014, Peraturan MA (Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2016 juga boleh menjadikan tersangka dua kali. Ini bukan masalah yang harus bertele-tele dipertanyakan," kata dia.

2 Pendapat Ahli dari KPK soal Gugurnya Praperadilan NovantoAntara Foto/Wahyu Putro A

Komariah mengungkapkan, terkait alat bukti yang pernah digunakan untuk perkara lain masih bisa digunakan jika dinilai masih berkaitan.

"Bukti dapat diperoleh dari mana pun bahkan dalam sidang yurisprudensi tetap. Bahkan bukti dari perkara lain bisa dipakai di perkara lain. Itu yurisprudensi yang tepat," lanjutnya. 

Komariah juga menyebut nebis in dem atau dasar hukum hanya berlaku jika sudah masuk ke pokok perkara. Sedangkan, praperadilan tidak bicara pokok, tapi hanya segi formal saja.

"Dengan sendirinya surat perintah penyidikan tidak berlaku ketika ditetapkan sprindik yang baru. Karena memang dibolehkan oleh MK walaupun tidak dinyatakan berlaku atau tidak," ujar dia.

Baca juga: Jam Tangan Seharga Rp 1,3 Miliar jadi Bukti Keterlibatan Setya Novanto di Korupsi E-KTP

Tak hanya itu, Komariah juga menyinggung soal permintaan hak asasi yang minta dihormati oleh tim Setnov. Menurutnya, dalam Pasal 50 KUHAP ayat 1,2, dan 3, tersangka dan terdakwa berhak segera diadili oleh Pengadilan. 

"Kalau pokok perkara dilimpahkan itu hak KPK, misal untuk menyetop. Tapi jangan lupa, kita semua punya hak. Praperadilan yang akan buat yurisprudensi baru. Karena perkara ini menarik. Sampai kapan sidang pertama perkara itu dimulai. Nanti diserahkan yurisprudensi Tersebut, semua terganrung kepada hakim," tegasnya.

Praperadilan Gugur saat Sidang Pertama

2 Pendapat Ahli dari KPK soal Gugurnya Praperadilan NovantoIDN Times/Linda Juliawanti

Berbeda dengan Komariah, Ahli Hukum Pidana Mahmud Mulyadi yang juga dihadirkan KPK sebagai ahli berpendapat, gugurnya praperadilan saat sidang pertama berlangsung, bukan saat hakim membacakan dakwaan.

"Saya katakan sidang pertama kali dibuka ketika majelis hakim membuka sidang pertama, tinggal agendanya apa," kata Mahmud pada kesempatan yang sama. 

Menurut Mahmud, beberapa hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi, seperti ketidakhadiran salah satu pihak dengan tujuan mengulur persidangan. "Kalau agendanya surat dakwaan kemudian terjadi ada permohonan penundaan ketidakhadiran. Ternyata terjadi, misalnya sidang dibuka untuk umum kemudian ditanya para pihak hadir atau tidak dan sebagainya." 

"Ternyata ada permohonan penundaan. Majelis Hakim tanya ia yang ditunda apa? Penundaan sidang pertama atau penundaan pembacaan dakwaan? Kalau saya berpendapat ketika sidang pertama dibuka, sudah masuk sidang," lanjut dia.

Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua nonaktif DPR RI Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan, menyusul penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Gugatan praperadilan ini merupakan kedua kalinya, setelah Novanto memenangkan praperadilan pertama. 

Adapun sidang perdana pokok perkara kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Ketua DPR nonaktif Setya Novanto sedianya digelar Rabu 13 Desember besok di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat.

Baca juga: Dilematika Golkar Mencari Pengganti Setya Novanto

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya