Soal Hukum Penggal, Begini Klarifikasi Pemerintah Aceh

Bener gak sih syariat di Aceh sampai begitu?

Banda Aceh, IDN Times - Sejumlah media, termasuk asing, memberitakan bahwa Aceh tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan hukum pemenggalan kepala untuk pelaku pembunuhan. Namun, ketika dihubungi oleh IDN Times pada Kamis (15/3), juru bicara gubernur Aceh, Saifullah, membantah berita tersebut.

1. Hukum penggal di Aceh muncul dari keinginan segelintir masyarakat yang terpicu peristiwa pembunuhan keluarga Tionghoa

Soal Hukum Penggal, Begini Klarifikasi Pemerintah Aceh EPA via The Straits Times

Saifullah menegaskan bahwa pernyataan oleh Kepala Kantor Hukum Syariat dan Hak Asasi Manusia Aceh, Syukri M. Yusuf, yang dikutip media asing seperti Associated Press tidak benar. Ia mengaku ada beberapa pihak di masyarakat yang menginginkan adanya hukum penggal kepala karena terpicu peristiwa pembunuhan yang baru-baru ini terjadi.

"Itu kan kemarin Januari ada pembunuhan satu keluarga orang Tionghoa yang dilakukan oleh karyawannya. Lalu masyarakat kan bereaksi bahwa itu pembunuhan yang sangat keji. Bahwa perlu dilakukan katakanlah misalnya hukuman mati karena ada anak kecil juga dibunuh. Nah, pada saat itu muncul wacana di publik kenapa gak diterapkan hukum qisas," kata Saifullah.

Ia melanjutkan, hukum qisas sendiri bisa dimaknai secara kasar sebagai "nyawa dibayar dengan nyawa", salah satunya adalah dengan menjatuhkan hukum penggal kepala atau pancung. "Tetapi ini kan masih harapan publik yang belum mewakili rakyat Aceh," tegasnya.

Baca juga: Aceh Pertimbangkan Hukum Penggal untuk Pelaku Pembunuhan

2. Saifullah mengatakan belum ada riset apapun terkait kemungkinan adanya hukum penggal kepala di Aceh

Soal Hukum Penggal, Begini Klarifikasi Pemerintah Aceh AP via VOA News

Syukri juga sempat berkata bahwa pihaknya sedang melakukan riset tentang kemungkinan penerapan hukum penggal kepala di Aceh. Saifullah sendiri membantah pernyataan tersebut.

"Belum. Belum ada risetnya," ucapnya. Ia juga mengklaim bahwa itu "isu masih sangat prematur". Menurutnya, pembicaraan tentang hukum penggal di Aceh bisa terjadi sebab ada peraturan yang memang mengizinkan hukuman tersebut.

Pembicaraan tentang wacana pemenggalan itu menurut dia, baru sebatas pembahasan normatif. Hal ini tak lepas dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh itu pada Pasal 125 yang memang mencantumkan tentang hukum jinayah. Salah satu poin dalam aturan itu adalah qisas atau pembunuhan dibalas dengan pembunuhan.

"Tetapi di Aceh ini belum [dilaksanakan]. Karena untuk menuju ke sana, prosesnya masih sangat panjang. Perlu riset dulu apakah kondisi sosial masyarakat di Aceh memang menghendaki penegakan hukum itu. Kedua, untuk pelaksanaannya diperlukan penunjuk teknis, perlu adanya perda (peraturan daerah), kalau di Aceh disebut Qanun," lanjutnya. Selain kajian akademis, Qanun baru bisa dilakukan setelah dilakukan uji publik. 

3. Pemberitaan tentang kemungkinan hukuman penggal diterapkan di Aceh muncul dari pernyataan salah satu pejabat

Soal Hukum Penggal, Begini Klarifikasi Pemerintah Aceh REUTERS/Beawiharta via The Conversation

Associated Press adalah media yang pertama kali mengutip pernyataan Kepala Kantor Hukum Syariat dan Hak Asasi Manusia Aceh bernama Syukri M. Yusuf. Pria itu berkata bahwa pemerintah setempat memerintahkan pihaknya untuk melakukan riset, termasuk konsultasi publik, terkait hukum penggal kepala.

"Pemenggalan kepala lebih sejalan dengan hukum Islam dan akan menyebabkan efek jera. Hukuman ketat dibuat untuk menyelamatkan nyawa manusia. Kami akan mulai merancang hukum itu ketika riset akademik sudah lengkap," ujar Syukri.

Ia bahkan dikutip menilai bahwa syariat Islam ketat akan menurunkan tindak kriminalitas, termasuk pembunuhan. Syukri beranggapan hukuman di Arab Saudi sebagai contoh yang baik dan melihat hukuman untuk pelaku pembunuhan di Indonesia masih "cukup lembek".

Baca juga: Jelang Eksekusi Cambuk, Pasangan Gay Ini Ungkap Keresahannya

Topik:

Berita Terkini Lainnya