KTT ASEAN Diminta Hindari Penyebutan Kata Rohingya

Para peserta hanya menyebutnya "komunitas terdampak"

Manila, IDN Times - Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-31 resmi dibuka pada Senin (13/11) dan akan berakhir pada Selasa (14/11). Rancangan communique atau pernyataan resmi yang lazim dikeluarkan usai sebuah pertemuan multilateral digelar pun kabarnya sudah selesai dibuat.

Dikutip dari Reuters, rancangan communique tersebut tidak menyinggung pengungsi Rohingya yang menjadi topik hangat selama beberapa bulan terakhir.

Aung San Suu-kyi meminta pemimpin dunia tak menyebutkan isu Rohingya.

KTT ASEAN Diminta Hindari Penyebutan Kata RohingyaANTARA FOTO/REUTERS/Soe Zeya Tun

Rancangan communique sepanjang satu paragraf itu menyinggung tentang pentingnya bantuan kemanusiaan untuk para korban bencana alam di Vietnam serta konflik antara militan Islam di Marawi. Terkait kondisi di Myanmar, Filipina, selaku pemimpin KTT ASEAN saat ini, hanya menyebut bahwa "komunitas terdampak" di Rakhine utara juga layak mendapat perhatian.

Tak ada detil apapun tentang situasi yang dialami oleh pengungsi Rohingya dan bagaimana menyelesaikan krisis kemanusiaan tersebut. Menurut Reuters, pemimpin Myanmar Aung San Suu-kyi yang turut hadir dalam pertemuan itu meminta pemimpin lain untuk menghindari pembicaraan tentang Rohingya.

Baca juga: Rohingya Mengungsi, Aung San Suu Kyi Mengaku Tak Tahu Alasannya

Prinsip non-interfensi ASEAN dijadikan landasan untuk tak mendiskusikan konflik Rohingya.

KTT ASEAN Diminta Hindari Penyebutan Kata RohingyaTwitter ASEAN

Pada September lalu, Malaysia memprotes pernyataan ASEAN yang mengatasnamakan para menteri luar negeri dan menyebutnya tak sesuai realita yang dialami komunitas Rohingya. Tak jelas juga langkah-langkah politik dan humanitarian apa yang akan diambil oleh Myanmar untuk mengakhiri krisis Rohingya.

Aung San Suu-kyi sendiri juga tak menyebutkan soal Rohingya ketika menyampaikan pidatonya di Manila. Para pemimpin negara ASEAN menarik diri untuk memprotes Myanmar secara langsung karena adanya prinsip non-intervensi.

Prinsip tersebut mengatasnamakan kehormatan terhadap kedaulatan negara untuk menolak segala bentuk campur tangan dari pihak luar. Suu-kyi sendiri pernah mengkritik prinsip tersebut saat masih menjadi aktivis pada 1999.

"Kebijakan non-intervensi ini hanya dijadikan alasan untuk tak membantu. Di waktu dan era seperti sekarang, Anda tak bisa menghindari intervensi dalam urusan negara-negara lain," ujarnya kala itu. 

Presiden Jokowi menyebut krisis di Rakhine di harus diselesaikan.

KTT ASEAN Diminta Hindari Penyebutan Kata RohingyaANTARA FOTO/REUTERS/POOL

Pernyataan resmi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Pleno KTT ASEAN ke-31 juga menyinggung soal persoalan di Rakhine. Hanya saja, sama seperti sikap umum para kepala negara anggota ASEAN, ia tak secara spesifik menyebutkan soal warga Rohingya.

"Kita semua sangat prihatin dengan krisis kemanusiaan di Rakhine State dan juga paham akan kompleksitas masalah di Rakhine State. Namun, kita juga tidak dapat berdiam diri," kata Jokowi.

"Krisis kemanusiaan ini tidak saja menjadi perhatian negara-negara anggota ASEAN namun juga dunia. Kita harus bergerak bersama. Myanmar tidak boleh tinggal. ASEAN juga tidak boleh tinggal diam," tambahnya.

Jokowi menilai solusi di level politik dan kemanusiaan diperlukan untuk menghentikan krisis itu agar tak semakin parah. Di level politik, ia ingin pemerintah Myanmar bekerja sama dengan Bangladesh untuk memulai repatriasi pengungsi.

Sedangkan di level kemanusiaan, Jokowi berharap The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre) diberikan akses untuk mengurus bantuan-bantuan yang dibutuhkan oleh pengungsi Rohingya.

Indonesia sempat mengirimkan Menlu Retno Marsudi ke Myanmar serta Bangladesh. Indonesia juga memberikan bantuan kepada para pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Menlu Retno mengatakan bahwa pemerintah Indonesia mengusulkan mengajukan proposal Formula 4+1.

Proposal itu terdiri dari empat poin, yaitu stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, serta  pentingnya membuka akses untuk bantuan kemanusiaan.

Hingga saat ini, ada lebih dari 600.000 warga Rohingya yang kabur ke Bangladesh dan membutuhkan pertolongan. Mereka juga memerlukan penyelesaian jangka panjang. Sekjen PBB Antonio Guterres sendiri sempat menyatakan situasi di Rakhine adalah sebuah bentuk pembersihan etnis.

Baca juga: Kapal Terbalik, Setidaknya 12 Pengungsi Rohingya Tewas

Topik:

Berita Terkini Lainnya