Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 Juta

Padahal, sudah digaji Rp 25 juta sebulan lho! Tapi, masih korup juga

Jakarta, IDN Times - Situasi peradilan di Indonesia sudah begitu carut marut. Praktik suap untuk memenangkan suatu perkara sudah menjadi hal lumrah. 

Tengok yang terjadi dalam kasus hakim Wahyu Widya Nurfitri yang  justru rela membuang kariernya begitu saja demi uang suap sebesar Rp 30 juta. Hakim golongan IV/B yang bertugas di Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Tangerang itu akhirnya ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (12/03) begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta dari Semarang. 

Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, ini bukan kali pertama, hakim berusia 51 tahun tersebut menerima pemberian serupa. Padahal, nominal gaji yang diterima telah mencapai Rp 25 juta. 

Lalu, dari mana Widya menerima uang dan siapa si pemberi uang suap? 

1. Uang suap untuk Widya berasal dari pengacara

Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 JutaIDN Times/Santi Dewi

Kasus suap ini bermula dari perkara gugatan perdata antara Winarno dengan Momoh. Kuasa hukum Momoh bernama Agus dan Saipudin kemudian menyodorkan uang kepada hakim agar gugatan wanprestasi dengan nomor 426/Pdt.G/2017/Pn Tng dimenangkan. 

Berdasarkan informasi dari panitera pengganti bernama Tuti Atika, kasus itu akan dimenangkan oleh pihak tergugat yakni Winarno. Sidang putusan semula digelar pada (27/02). Namun, karena panitera pengganti sedang umrah, maka sidang diundur menjadi (8/03). 

Sehari sebelum sidang putusan, Saipudin menemui Tuti di PN Tangerang dan diduga menyerahkan uang sebesar Rp 7,5 juta. 

"Uang itu diserahkan kepada WWN (Widya) sebagai ucapan terima kasih, tapi jumlahnya dinilai masih kurang. Akhirnya, disepakati jumlah uang yang akan diserahkan menjadi Rp 30 juta," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan ketika memberikan keterangan pers pada Selasa malam (13/03). 

Artinya, pihak Momoh masih berutang Rp 22,5 juta kepada Widya. Tapi, hingga tempo pembacaan putusan tanggal (8/03), Agus justru belum menyerahkan uang tersebut. Alhasil, sidang putusan kembali ditunda. Alasannya, anggota majelis hakim tengah bertugas di luar kantor. Sidang putusan dijadwalkan digelar pada (13/03). 

Pada Senin (12/03), Agus kemudian membawa uang senilai Rp 22,5 juta dari kantornya yang berada di area Kebon Jeruk. Uang dimasukan ke dalam amplop cokelat dan dibawa ke PN Tangerang. 

"Uang diserahkan AGS (Agus) kepada TA (Tuti) sekitar pukul 16:15 WIB. Setelah terjadi penyerahan uang, tim penyidik langsung menangkap AGS di parkiran pengadilan," kata Basaria. 

Sementara, Tuti ditangkap di ruang kerjanya dengan barang bukti uang senilai Rp 22,5 juta. Sisanya, Widya ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 20:30 WIB usai tiba dari Semarang. Empat orang ditambah tiga PNS di PN Tangerang kemudian dibawa ke kantor KPK. 

Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, ternyata ada pula suap tambahan berupa success fee bagi pengacara Agus kalau kasusnya dimenangkan. Momoh menjanjikan hasil tanah yang disengketakan akan dibagi dua. 60 persen untuk Momoh, sisanya diberikan ke pengacara. 

Baca juga: Terjaring OTT KPK, Terduga Panitera Pengganti PN Tangerang Teriak Histeris

2. KPK tetapkan empat orang jadi tersangka

Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 JutaIDN Times/Santi Dewi

Usai dilakukan pemeriksaan selama 24 jam, penyidik KPK akhirnya menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Hakim Wahyu Widya Nurfitri, panitera pengganti Tuti Atika,  pengacara Agus Wiranto dan Saipudin yang juga berprofesi sebagai advokat. 

Keempatnya ditahan di rutan yang berbeda. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan Hakim Widya dan Saipudin ditahan di rutan KPK selama 20 hari ke depan. Sementara, Tuti ditahan di rutan Pondok Bambu dan Agus diserahkan ke rutan POM Guntur. 

3. Terancam hukuman bui seumur hidup

Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 JutaIDN Times/Sukma Shakti

Terhadap Hakim Widya dan Tuti, penyidik KPK menyatakan keduanya telah melanggar UU nomor 20 tahun 2001 pasal 12c mengenai tindak pidana korupsi. Dalam pasal itu, keduanya terancam hukuman bui minimum 4 tahun dan maksimum seumur hidup. Hukuman itu belum ditambah nominal denda yakni minimum Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. 

Hukuman terhadap Widya dan Tuti kemungkinan bisa saja bertambah. Sebab, menurut Basaria, lembaga anti rasuah memperoleh informasi ini bukan penerimaan uang suap pertama. 

"Yang bersangkutan diketahui sudah beberapa kali melakukan tindakan yang sama. Tetapi, bukan berarti dibiarkan oleh KPK, melainkan KPK baru tahu," kata Basaria. 

Sedangkan, terhadap pemberi suap, penyidik KPK menyatakan Agus dan Saipudin melanggar UU nomor 20 tahun 2001 pasal 6 ayat 1 huruf (a) atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi. Di sana tertulis, hukuman bui minimum 3 tahun dan maksimum 15 tahun. Sementara, denda yang diberlakukan antara Rp 150 juta hingga Rp 750 juta. 

4. KPK turut tangani kasus ini karena pelaku adalah penegak hukum

Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 JutaIDN Times/Sukma Shakti

Sempat muncul kebingungan mengapa lembaga anti rasuah justru turut serta dalam OTT yang bernilai hanya Rp 30 juta. Namun, menurut juru bicara Febri Diansyah, KPK ikut ambil bagian dalam kasus ini karena menerima laporan dari masyarakat. Lalu, kedua, sesuai dengan pasal 11 UU nomor 30 tahun 2002 mengenai KPK, lembaga anti rasuah itu bisa terlibat karena pelaku adalah penegak hukum. 

5. Hakim dan panitera pengganti diberhentikan sementara

Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 JutaANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Menurut Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung, Sunarto, usai ditetapkan menjadi tersangka, maka Hakim Widya dan Panitera Pengganti Tuti langsung diberhentikan sementara. Surat keputusan itu pun sudah dibuat oleh MA. 

"Gajinya masih tetap akan dibayarkan 50 persen hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap kalau tidak terbukti maka nama baiknya segera direhabilitasi," ujar Sunarto yang turut hadir dalam jumpa pers. 

Ia menilai apa yang telah dilakukan oleh Hakim Widya dan Panitera Tuti telah mencoreng kerja keras MA yang sedang berupaya melakukan reformasi peradilan. Bahkan, ada peraturan-peraturan yang sengaja direvisi agar tercipta perubahan di institusi MA. 

"Aparatur-aparatur atau hakim sudah tidak bisa diubah, tidak bisa dibina maka memang sudah seharusnya dilakukan tindakan yang tegas. Apalagi kalau mereka belum bisa menerima perubahan di MA," kata dia. 

Sunarto mengklaim sudah melakukan sistem pengawasan yang ketat agar tidak ada lagi celah bagi hakim menerima uang suap. Tapi ya kok terus berulang. 

"Maka bagi yang belum mau mengikuti perubahan harus dibinasakan," ujarnya. 

Ia pun mengucapkan terima kasih kepada KPK atas koordinasi dan kerja sama yang baik dalam memberantas oknum penegak hukum yang nakal. 

Baca juga: Begini Kronologi OTT Kepala Daerah Ayah dan Anak di Kendari

 

 

 

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya