Jarang Narik hingga Harus Utang, Begini Keluhan Sopir Angkot Surabaya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sekitar 3000 sopir angkutan kota di Kota Surabaya berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan, Kota Surabaya pada hari Selasa (3/10). Dalam tuntutannya, mereka meminta kepada pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menghapuskan taksi dan ojek online yang beroperasi. Mereka juga mengeluhkan pendapatan mereka berkurang sejak beroperasinya transportasi berbasis aplikasi tersebut.
Persaingan transportasi online dan konvensional memang banyak terjadi di berbagai daerah, termasuk di Surabaya. Hal ini tentu berimbas pada penghasilan harian mereka.
Pendapatan turun hingga 50 persen tiap harinya.
Banyak sopir angkutan kota di Surabaya yang mengeluhkan berkurangnya pendapatan mereka sejak adanya taksi online. Salah satunya Maksum (58). Sopir angkot dengan trayek Sepanjang-Sukodono-Sidoarjo ini mengeluhkan pendapatannya yang anjlok hingga 50 persen. "Hancur mas. Dulu kita bisa bawa Rp 200.000,- hingga Rp 250.000,- per hari. Sekarang paling banter hanya Rp 100.000 per hari," ujarnya.
Editor’s picks
Hal yang sama dikeluhkan oleh Irul (47) sopir angkot trayek Pasar Turi-Rungkut yang bahkan harus berutang untuk menutup setoran. "Dulu bisa Rp 100.000 per hari. Sekarang setoran kadang malah nunggak," ujarnya. Setoran sopir kepada pengusaha angkutan kota bervariasi antara Rp 50.000,- hingga Rp 70.000,- untuk sehari.
Baca juga: Sadis, Sopir Taksi Online Ini Dibegal dengan Pedang
Peraturan yang ada dianggap tidak adil.
Mereka juga berpendapat bahwa transportasi online adalah ilegal. "Mereka kan gak pake trayek, gak pake plat kuning dan uji KIR. Sedangkan kita setahun bisa mengeluarkan Rp 1.000.000 untuk syarat-syarat tersebut," ujarnya. "Lagipula banyak plat luar Surabaya seperti AG (Kediri) dan B (Jadetabek) yang narik di Surabaya. Itu kan gak boleh."
Baca juga: Soekarwo Soal Angkutan Online: Tak Bisa Dihapus Begitu Saja