Perempuan Tiongkok Ramai-ramai Bekukan Sel Telur, Ini Alasannya

Mereka melakukannya di luar negeri

Semakin banyak perempuan jomblo di Tiongkok yang memutuskan untuk membekukan sel telur mereka meski pemerintah telah mengeluarkan larangan. Mereka berpendapat berhak untuk memiliki keturunan ketika saatnya sudah tepat di masa depan.

Para perempuan tersebut melakukannya di luar negeri.

Perempuan Tiongkok Ramai-ramai Bekukan Sel Telur, Ini AlasannyaJimmy Chang via Unsplash

Pembekuan sel telur menjadi metode yang kian dikenal luas di kalangan perempuan jomblo di Negeri Tirai Bambu yang tetap menaruh harapan untuk memiliki anak, tapi tak mau terpaksa hamil hanya karena perkara usia. 

Namun, pemerintah Tiongkok tidak mengizinkan mereka melakukannya secara sepihak. Pembekuan sel telur hanya diperbolehkan bila perempuan mampu menunjukkan surat nikah dan surat persetujuan dari pemerintah.

Oleh karena itu, mereka memilih melakukannya di luar negeri. Salah satunya adalah seorang desainer pakaian dalam perempuan bernama Le Le. Dikutip dari South China Morning Post, ia harus pergi ke Jepang berulang kali untuk prosedur pembekuan sel telurnya.

"Saya sudah memikirkannya selama lebih dari setahun. Bagi saya, mengeluarkan sebagian sel telur ketika kualitasnya masih bagus dan mengawetkannya untuk kebutuhan masa depan adalah hal penting. Prosedur ini memungkinkan saya untuk memutuskan kapan harus memiliki anak," tegasnya.

"Saya belum menemukan laki-laki yang tepat. Saya tak ingin menunggu dengan pasif - saya ingin mengambil langkah proaktif [dengan membekukan sel telur saya]. Saya tak ingin memaksakan diri untuk menikahi seseorang yang tak saya cintai hanya untuk memiliki seorang bayi," tambahnya.

Baca Juga: Jelang Imlek, Banyak Anak Muda Single di Tiongkok Sewa Pacar

Pemerintah Tiongkok punya argumennya sendiri.

Perempuan Tiongkok Ramai-ramai Bekukan Sel Telur, Ini AlasannyaTanaphong Toochinda via Unsplash

Para perempuan yang memilih untuk membekukan sel telur mereka di luar negeri memiliki latar belakang yang baik. Mereka berpendidikan tinggi, berasal dari kelas menengah dan mempunyai karir yang bagus.

Mereka juga memilih untuk hidup sendiri. Jumlah para perempuan ini semakin meningkat di Tiongkok. Lingkungan, termasuk pemerintah, tak sepakat dengan keputusan mereka sebab memiliki keturunan sering dilihat sebagai kewajiban moral.

"Karir adalah bagian penting dalam hidup saya. Saya harus memastikan bahwa pendapatan saya mencapai level tertentu... Saya berharap saya akan mengajar di universitas nanti," kata perempuan berusia 26 tahun yang akan mengambil program S3 di Amerika Serikat.

Bagi pemerintah Tiongkok, ini bukan urusan apa yang membuat individu bahagia. "Antusiasme untuk teknologi reproduksi masih sangat langka karena pemerintah khawatir akan dampak negatifnya terhadap kebijakan populasi, dan kemungkinan seperti pasar gelap untuk sel telur manusia," ungkap Wang Hongxia, seorang peneliti dari Shanghai Academy of Social Sciences kepada The New York Times.

Meski demikian, menurut survei yang dilakukan media sosial Weibo, hampir 80 persen dari 83.000 responden mengatakan mereka tak setuju dengan larangan pemerintah. "Pemerintah tidak seharusnya memiliki hak untuk menentukan apa yang perlu saya lakukan terhadap ovarium saya hanya karena saya tak menikah," tegas salah satu responden.

Baca Juga: Tradisi Pernikahan "Mayat Jomblo" Picu Pencurian Jenazah dan Pembunuhan

Topik:

Berita Terkini Lainnya