Berkat Loyalitasnya, Mantan Wali Kota New York Ini Jadi Kandidat Menteri Luar Negeri AS

Padahal tak berpengalaman dalam politik luar negeri

Presiden-terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mulai mendapat kritikan karena pemilihan tim transisi yang didominasi oleh anggota keluarganya dan orang-orang dekatnya dengan reputasi kurang baik. Misalnya, Trump menunjuk anak-anaknya (Donald Trump Jr., Eric Trump dan Ivanka Trump) dalam tim transisi tersebut. Padahal ketiganya sudah didaulat untuk meneruskan perusahaan keluarga Trump Organization. Ini dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

Selain itu, Nama lain yang membuat banyak pihak gelisah adalah Peter Thiel, miliarder Silicon Valley dan salah satu pendonor utama untuk Donald Trump. Lalu, ada kandidat presiden Partai Republik Ben Carson yang sering membuat pernyataan-pernyataan 'tak masuk akal' selama kampanye. Kemudian, Trump juga menunjuk Steve Bannon, mantan petinggi Breitbart News, sosok konservatif yang memimpin media pendukung dominasi etno-nasionalime kulit putih.

Kini, kabarnya mantan wali kota New York, Rudy Giuliani, menjadi kandidat terkuat untuk mengisi posisi menteri luar negeri.

Berkat Loyalitasnya, Mantan Wali Kota New York Ini Jadi Kandidat Menteri Luar Negeri ASRudy Giuliani di kampanye Donald Trump - Alex Wong/Getty Images via newyorker.com

AP, seperti dikutip dari TIME, melaporkan bahwa nama mantan wali kota New York sekaligus salah satu anggota tim sukses Donald Trump selama kampanye, Rudy Giuliani, diunggulkan untuk menjadi menteri luar negeri AS. Sumber dari orang dalam menyebutkan bahwa Giuliani hampir tidak memiliki kompetitor untuk jabatan tersebut di kabinet Trump mendatang. Perwakilan dari Giuliani sendiri belum memberikan pernyataan langsung berkaitan dengan kabar tersebut.

Baca Juga: Aksi Rasisme di AS Meningkat Sejak Kemenangan Trump

Ini membuktikan Trump lebih mementingkan loyalitas dibanding aspek meritokrasi.

Berkat Loyalitasnya, Mantan Wali Kota New York Ini Jadi Kandidat Menteri Luar Negeri ASRudy Giuliani di kampanye Donald Trump - Brooks Kraft/politico.com

Rudy Giuliani adalah salah satu pendukung Trump yang paling vokal selama kampanye. Selain mengikuti Trump di beberapa kampanye, dirinya juga sering menjadi juru bicara pebisnis itu di sejumlah TV Amerika. Jika benar Giuliani memperoleh posisi menteri luar negeri, ini semakin menegaskan bahwa Trump menempatkan loyalitas seseorang lebih tinggi dari aspek meritokrasi.

Giuliani yang lebih banyak berkarir sebagai wali kota dan jaksa tidak pernah memiliki pengalaman dalam politik luar negeri dan hubungan internasional. Karakternya yang sangat temperamental juga dianggap tidak cocok untuk menjadi diplomat yang mewakili AS di kancah global. TIME menyebut bila kelak Giuliani menjadi menteri luar negeri, kebijakan-kebijakannya akan sangat berlawanan dengan para penduhulunya seperti John Kerry, Hillary Clinton, dan Condolezza Rice.

Giuliani kerap memberi pernyataan-pernyataan yang tidak hanya mengherankan, tapi juga sudah bisa dikategorikan seksis.

Berkat Loyalitasnya, Mantan Wali Kota New York Ini Jadi Kandidat Menteri Luar Negeri ASRudy Giuliani berjalan bersama Hillary Clinton sehari setelah serangan 9/11 - Robert F. Bukaty — AFP/Getty Images via fortune.com

Sebagai seorang anggota tim sukses, sangat wajar bila dirinya membela kandidat yang didukungnya. Namun, tentu saja ada batas-batas tertentu yang tidak boleh dilewati. Sayangnya, terpilihnya Donald Trump memperlihatkan bahwa kebenaran politik itu sudah hilang. Giuliani pernah memberi pernyataan yang menyebut bahwa 'Trump lebih pantas jadi presiden AS dibandingkan seorang wanita' -- merujuk pada Hillary Clinton. Ini adalah bukti bahwa Trump, Giuliani, dan seksisme itu berada dalam satu lingkaran.

Selain itu, sebagai mantan wali kota New York, Giuliani juga lupa akan peristiwa 9/11 yang meruntuhkan gedung kembar WTC dan menewaskan ribuan orang. Dalam satu kesempatan, dia berkata bahwa 'sebelum Obama datang (menjadi presiden), kita tidak pernah mengalami serangan teroris yang sukses di Amerika Serikat. Serangan-serangan teroris itu berawal saat Obama dan Hillary menjabat di pemerintahan'. Entah bagaimana dirinya mengeliminasi fakta dari pikirannya bahwa 9/11 terjadi pada tahun 2001 saat George W. Bush masih menjadi penghuni Gedung Putih.

Baca Juga: Belum Apa-apa, Trump Sudah Larang Jurnalis Meliput Dirinya

Topik:

Berita Terkini Lainnya