Dilema Arab Saudi, Dukung Israel Atau Jadi Musuh Kawasan?

Saatnya Arab Saudi memilih

Jakarta, IDN Times - Di tengah transisi pemerintahan Arab Saudi, isu peralihan Ibu Kota Israel dari Tel Aviv ke Yerussalem patut mendapat perhatian khusus. Pasalnya, di satu sisi, Saudi ingin jadi pemimpin kawasan Timur Tengah. Di sisi lain, Saudi hanya bisa mencapainya jika didukung Israel dan Amerika Serikat (AS)

Ironisnya, dua negara itu bisa dibilang ‘musuh bersama’ di kawasan tersebut.

“Hingga titik ini, Saudi sangat membutuhkan AS untuk mengamankan posisinya sebagai leader di Timur Tengah. Trump juga membutuhkan Saudi untuk merespon isu di Timur Tengah, seperti ketika Saudi merespon isu Qatar, penyerangan terhadap Bashar Al Assad, dan segala macam. Di sisi lain, Saudi bisa kehilangan kepercayaan di kawasan kalau terlalu mendukung AS,” terang Penelliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nostalgiawan Wahyudi saat dihubungi IDN Times, Kamis (7/12).

Fatwa imam besar Saudi jadi salah satu faktor yang membuat Timur Tengah geram dan menilai Saudi sebagai kaki tangan AS.

“Fatwa mufti Saudi beberapa bulan yang lalu membuat Timur Tengah geram. Mufti mengatakan bahwa haram hukumnya bagi Palestina atau Hamas dan Ikhwanul Muslimin untuk melakukan kegiatan oposisi atau perlawanan terhadap Israel,” ujar pria yang juga mengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Baca juga: Ini 3 Hal yang Harus Dipertimbangkan Arab Saudi Jika Membuka Kedutaan di Israel

Dilema Arab Saudi, Dukung Israel Atau Jadi Musuh Kawasan?presstv.com

Berdasarkan fatwa tersebut, Nostalgiawan menarik tiga pendapat yang sekaligus memperlihatkan citra Arab Saudi di mata internasional. Pertama, fatwa itu menandakan kalau Saudi mendukung Israel sebagai pemerintahan yang sah.

“Kedua, alasan kenapa Hamas dilarang melakukan perlawanan adalah karena Hamas dalam kebijakan luar negeri Saudi ditetapkan sebagai teroris. Ketiga, dalam paradigma Wahabi, haram hukumnya menentang ulil amri (pemimpin). Kalau diaplikasikan terhadap Israel berarti sama saja mengakui Israel sebagai penguasa sah terhadap wilayah yang dulunya merupakan wilayah Palestina,” sambungnya.

Hingga saat ini, Pemerintahan Arab Saudi belum menunjukkan sikap jelas soal peralihan Ibu Kota Israel ke Yerusalem. Nostalgiawan yakin, respon Saudi tidak akan terlalu represif menanggapi isu itu.

“Reaksi Saudi tidak begitu keras. Saudi memerlukan AS sebagai (negara) yang menyokongnya di Timur Tengah,” tutup peneliti Timur Tengah ini.

Baca juga: Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel, Negara Timur-Tengah Hanya Bisa Jadi Penonton

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya