Tim Perumus RUU Terorisme Perdebatkan Definisi, Ini Masukan Jaksa Penuntut

JPU menuntut melalui unsur dalam tindak pidana

Jakarta, IDN Times - Tim Pansus RUU Antiterorisme DPR RI menggelar rapat bersama tim perumus  tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, di Gedung DPR RI hari ini. Motif politik dan ideologi di dalam definisi terorisme masih menjadi perdebatan. 

Anita Dewayani, Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus terdakwa bom Thamrin Aman Abdurrahman, ikut memberi masukan kepada tim perumus RUU Antiterorisme. Menurut dia, memberikan tuntutan terhadap teroris tidak harus terpaku pada motif.

1. JPU menuntut melalui unsur dalam tindak pidana

Tim Perumus RUU Terorisme Perdebatkan Definisi, Ini Masukan Jaksa PenuntutIDN Times/Sukma Shakti

Anita mengatakan, secara umum dalam membuktikan tindak pidana terorisme, jaksa penuntut hanya terbatasi oleh unsur-unsur tindak pidana itu sendiri. Sehingga, jaksa harus membuktikan adanya unsur kesengajaan.

"Secara umum saja bahwa di dalam membuktikan tindak pidana, kami terbatasi dengan unsur-unsur tindak pidana itu sendiri, bukan definisi. Jadi unsur-unsur itu harus kami buktikan, harus adanya unsur kesengajaan," kata Anita di Gedung DPR RI, Rabu (23/5).

Baca juga: Pembahasan RUU Terorisme Masih Terganjal Definisi

2. Definisi motif terorisme tidak diperlukan jaksa dalam menuntut

Tim Perumus RUU Terorisme Perdebatkan Definisi, Ini Masukan Jaksa PenuntutIDN Times/Sukma Shakti

Anita menjelaskan dalam teori hukum pidana, unsur kesengajaan ada tiga. Antara lain sengaja sebagai maksud, sengaja sebagai tujuan, dan sengaja sebagai kehendak. Itu semua telah terakumulasi.

"Dari menggali unsur kesengajaan itu, sampai akhirnya kita mendapat bahwa ada motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindak pidana. Sengaja melakukan tindak pidana, itu dari unsur kesengajaan," jelas dia.

Menurut Anita dengan adanya unsur-unsur tersebut, sehingga definisi motif dan semacamnya sudah tidak diperlukan lagi dalam UU Antiterorisme yang masih diperdebatkan.

"Sebenarnya kalau bagi kami, definisi motif dan semacamnya itu tidak diperlukan lagi. Karena itu sudah ada, kami harus buktikan unsur kesengajaan. Dari unsur kesengajaan itulah tergambar nanti motivasinya," kata Anita.

3. Berbagai motif ada di dalam terorisme

Tim Perumus RUU Terorisme Perdebatkan Definisi, Ini Masukan Jaksa PenuntutIDN Times/Sukma Shakti

Dalam kasus tindak pidana terorisme, kata Anita, memang memiliki beberapa motif. Pertama, adalah tentang ideologi, seperti kasus Aman Abdurrahman yang ia tangani saat ini.

"Kemudian kami juga pernah menemukan bahwa itu motif ekonomi. Itu di dalam penanganan kasus penembakan teror waktu menjelang Pilkada Aceh. Itu bukan ideologi," ucap Anita.

Motif penyerangan dalam Pilkada Aceh tersebut, lanjut dia, karena latar belakang kesal dengan pemerintah. "Motivasi, latar belakang yang mengakibatkan dia menimbulkan suasana takut, karena jengkel dengan pemerintahan yang lama, dia tidak kebagian proyek."

Motif ekonomi lainnya, kata Anita, seperti kasus bom Mall Alam Sutera di Tangerang, Banten. "Itu motifnya cuma minta duit pada pemilik mall. Tapi karena dia berhasil menimbulkan suasana teror, rasa takut yang meluas, semuanya jadi takut, maka ini masuk ke badan tindak pidana terorisme."

4. Definisi diharapkan tidak memberatkan penegak hukum dalam menuntut

Tim Perumus RUU Terorisme Perdebatkan Definisi, Ini Masukan Jaksa PenuntutIDN Times/Sukma Shakti

Oleh karena itu, Anita menyimpulkan, jaksa penuntut tidak terlalu terpaku pada definisi terorisme itu sendiri dalam RUU Antiterorisme. Ia pun mengingatkan agar definisi nantinya tidak memberatkan pada aparat penagak hukum.

"Tapi sekali lagi, kami memang sebenarnya tidak alergi untuk dibuatkan definisi, tapi definisi ini alangkah baiknya memudahkan kami untuk melakukan penuntutan," kata Anita.

Baca juga: 5 Catatan Pembahasan RUU Terorisme, Masih Buntu pada Tahapan Definisi Terorisme

Topik:

Berita Terkini Lainnya