Sulitnya Mencegah Praktik Pernikahan Anak di Indonesia

Data BPS 2016 mencatat 1 dari 4 anak perempuan sudah nikah sebelum berusia 18 tahun

Jakarta, IDN Times - Praktik pernikahan anak di Indonesia sudah bukan lagi menjadi fenomena yang ditutup-tutupi. Di beberapa daerah, justru keluarga sendiri yang mendorong agar anaknya segera dinikahkan. 

Anak perempuan mereka bisa menikah dengan pria yang sudah dijodohkan oleh keluarga atau telah dekat sejak awal. Data yang dikutip dari Biro Pusat Statisik tahun 2016 mencatat 1 dari 4 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun. Angka itu di lapangan bisa saja lebih tinggi. 

Karena bagi sebagian orang, lebih baik menikah berkali-kali ketimbang baru memasuki bahtera rumah tangga di usia 20 tahun. Publik bahkan melabeli perempuan usia 20 tahun yang belum menikah sebagai perawan tua. 

Itu juga yang menjadi alasan Puteri Mabel dari Belanda berkunjung ke Indonesia. Perempuan yang saat ini menjabat sebagai Direktur organisasi Girls Not Bride ingin melihat apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menghapus praktik pernikahan anak. Lalu, puas kah dia dengan upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah?

1. Indonesia dikagumi karena ajukan solusi terintegrasi

Sulitnya Mencegah Praktik Pernikahan Anak di Indonesia IDN Times/Santi Dewi

Menurut perempuan berusia 48 tahun itu, solusi yang diajukan oleh Indonesia demi bisa menghapus praktik pernikahan anak sangat mengesankan. Mabel menilai solusi terintegrasi adalah jalan terbaik. Yang dimaksud terintegrasi yakni pemerintah mengajak berbagai pihak untuk menyosialisasikan soal bahayanya pernikahan anak. 

"Praktik pernikahan anak adalah sesuatu yang berbahaya. Berbahaya bagi anak-anak itu dan bagi masyarakat. Ketika kalian menikah di usia muda, maka peluang untuk melahirkan di usia sangat muda semakin terbuka lebar. Ada risiko kesehatan bagi sang ibu dan bayi yang dilahirkan," kata Mabel yang ditemui di kantor Kemenko PMK pada Rabu (7/03). 

Sebelum ia menjejakan kaki ke Jakarta, Mabel sudah lebih dulu berkunjung ke Lombok. Provinsi Nusa Tenggara Barat dikenal sebagai salah satu area yang tinggi tingkat pernikahan anaknya. 

Di sana, ia melihat program pendidikan yang diberikan bagi anak-anak. Diharapkan dengan adanya pendidikan tersebut, kesempatan bagi mereka sekolah tidak terputus. 

"Hal lain yang bisa dilakukan yakni dengan melakukan program sosialisasi mengenai reproduksi atau berbicara secara terbuka mengenai bahayanya menikah dini," kata dia. 

Baca juga: Empat Hal Mengejutkan Soal Pernikahan Anak Yang Harus Kamu Tahu

2. Berharap ada kerja sama dengan Indonesia di masa depan

Sulitnya Mencegah Praktik Pernikahan Anak di Indonesia IDN Times/Santi Dewi

Kunjungannya kali ini memang baru sebatas ia ingin melihat dan bertukar pengalaman soal cara Indonesia mencegah praktik pernikahan anak. Mabel mengaku tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia untuk menghapus praktik tersebut. 

Girls Not Bride merupakan organisasi internasional yang berkantor di London, Inggris. Mereka memiliki anggota dari ratusan LSM dan tersebar di berbagai negara. 

"Kami berharap dapat menjangkau lebih banyak lagi anggota. Mereka siap bekerja sama dengan Pemda setempat," kata dia.

3. Sulitnya menaikan ambang batas minimal usia pernikahan 

Sulitnya Mencegah Praktik Pernikahan Anak di Indonesia IDN Times/Sukma Shakti

Sesuai dengan aturan UU Perkawinan nomor 1 tahun 1974, usia minimal perempuan untuk menikah yakni 16 tahun. Sedangkan laki-laki 19 tahun. 

Namun, yang menjadi permasalahan, usia 16 tahun masih masuk kategori anak-anak. Baik secara fisik dan mental, mereka belum siap. 

Sempat ada yang memprotes dengan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Perkawinan. Mereka meminta agar batas ambang usia pernikahan bagi perempuan minimal 18 tahun. Sayangnya, gugatan yang diajukan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan dan Yayasan Pemantauan Anak ditolak pada 2015 lalu. 

Menko PMK, Puan Maharani memahami kecemasan sebagian masyarakat. Tetapi, menurutnya kalau ditempuh melalui PP juga tidak bisa sembarangan. 

"Presiden kan tidak bisa mengeluarkan Perppu tanpa ada satu hal yang dinilai urgent. Ini sedang menjadi kajian baik dari segi agama, budaya dan hak-hak sebagai seorang manusia," kata Puan di kantornya siang tadi. 

Sementara, untuk mencegah anak putus sekolah usai menikah, Puan menyarankan mereka kembali menuntut ilmu dengan menggunakan Kartu Indonesia Pintar (KIP). 

4. Hampir 12 ribu anak perempuan diizinkan menikah oleh negara

Sulitnya Mencegah Praktik Pernikahan Anak di Indonesia Ilustrasi oleh Rappler Indonesia

Mantan Komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus mengatakan pada tahun 2017, ada sekitar 12 ribu pernikahan anak yang dicatat oleh pengadilan. Puluhan ribu pernikahan itu diberikan dispensasi, tetap dapat dicatat. 

"Alasan pengadilan tetap membiarkan menikah karena sudah terlanjur mengandung atau diminta oleh orang tuanya langsung," ujar Magdelna ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Rabu malam (7/03). 

Namun, sesungguhnya, baik secara fisik dan mental, anak belum siap menjalani bahtera pernikahan. Sayangnya, itu semua diperburuk dengan persepsi masyarakat sekarang yang menilai kalau peremuan telah dapat haid pertama, artinya ia sudah dewasa. 

Padahal, banyak anak zaman now yang mendapatkan haid di usia baru menginjak 9 atau 10 tahun. Tetap saja itu merupakan usia anak-anak. 

"Jadi, menstruasi dianggap sebagai indikator bahwa perempuan sudah dewasa, tanpa dilihat konteksnya," kata dia.

Padahal, sebagai orang dewasa yang mengasuh anak, hak mereka tidak boleh dianggap kecil. Orang tua wajib berdiskusi dengan anak, setiap kali mengambil keputusan terkait si anak. 

"Di sini lah tanggung jawab negara untuk mendekati tokoh-tokoh penting yang punya peran agar berbicara mengenai hak anak kepada komunitas dan masyarakat. Tidak bisa orang tua menganggap semua keputusan terkait anak dapat dilakukan karena si anak sudah dilahirkan dan diasuh sejak kecil," kata dia.  

Baca juga: Ini 4 Perbedaan Pernikahan Anak Presiden di Indonesia

 

 

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya