Keberatannya Ditolak Majelis Hakim, Begini Kegeraman Fredrich Yunadi

Majelis hakim meminta JPU KPK melanjutkan kasus ini

Jakarta, IDN Times - Upaya advokat Fredrich Yunadi untuk bisa terhindar dari jerat bui karena telah merintangi proses penyidikan kasus Setya Novanto sudah berakhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Syaifudin Zuhri menolak keberatan yang disampaikan oleh Fredrich dan kuasa hukumnya pada (15/02/2018). 

"Majelis hakim memutuskan keberatan yang disampaikan oleh kuasa hukum dan terdakwa Dr. Fredrich Yunadi tidak diterima. Kedua, kami memerintahkan kepada JPU KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara," ujar Hakim Ketua Syaifudin di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Senin (5/03). 

Usai mendengar putusan tersebut, wajah Fredrich berubah menjadi muram. Ia bahkan langsung mengajukan keberatan lainnya dan banding. Sidang pun sempat diskors sekitar 15 menit karena majelis hakim perlu berunding untuk memutuskan keberatan Fredrich. 

Apa saja yang melandasi keputusan hakim sehingga menolak keberatan advokat berusia 66 tahun itu? 

1. Jaksa sudah tepat mendakwa dengan pasal 21 UU Tipikor 

Keberatannya Ditolak Majelis Hakim, Begini Kegeraman Fredrich Yunadi  IDN Times/Santi Dewi

Sejak awal hal yang dikeluhkan oleh Fredrich yakni mengenai pasal yang digunakan jaksa untuk mendakwa dirinya yakni pasal 21 UU Tipikor dianggap keliru. Sebab, menurut Fredrich, pasal tersebut hanya digunakan untuk tindak pidana umum. Singkat cerita menurut mantan pengacara Setya Novanto itu, ia tidak bisa dipidana dengan menggunakan pasal tersebut. 

Sayangnya, majelis hakim justru berbeda pendapat. Menurut hakim pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum sudah tepat. 

"Karena fakta pasal 21 juga tercantum di dalam UU Tipikor, maka menurut majelis hakim pasal tersebut termasuk dalam delik tipikor, sehingga kewenangan penahanannya berada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan pasal 5 dan pasal 6 UU Pengadilan Tipikor nomor 6 tahun 2009, yang salah satu isinya mengatakan bahwa hanya Pengadilan Tipikor yang berhak mengadili tindak kejahatan pencucian uang, korupsi yang berasal dari tindak pidana tersebut," ujar hakim ketika membacakan pertimbangan pada Senin (5/03). 

Baca juga: Curhat Fredrich Yunadi: Dilarang KPK Berobat Hingga Enggan Pake Rompi Oranye

2. Hak imunitas sebagai advokat tidak berlaku

Keberatannya Ditolak Majelis Hakim, Begini Kegeraman Fredrich Yunadi  IDN Times/Santi Dewi

Sementara, terkait mengenai hak imunitas yang dimiliki oleh Fredrich karena tengah menjadi pengacara bagi Setya Novanto, majelis hakim menilai hak tersebut tidak berlaku. Namun, mereka ikut mempertimbangkan UU nomor 18 pasal 16 tahun 2003 mengenai advokat. 

"Majelis hakim mempertimbangkan berdasarkan UU tersebut dan putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 14 Mei 2014, maka hak imunitas advokat menjadi hilang ketika beritikad tidak baik di luar sidang. Namun, untuk membuktikan itikad baik atau tidak harus dilakukan melalui pemeriksaan saksi di sidang pokok materi perkara," kata hakim. 

3. Langsung ajukan banding

Keberatannya Ditolak Majelis Hakim, Begini Kegeraman Fredrich Yunadi  IDN Times/Santi Dewi

Mendengar putusan tersebut, Fredrich langsung mengajukan banding. Bahkan, ketika majelis hakim meminta agar keberatan itu disampaikan di akhir pemeriksaan materi pokok perkara, Fredrich tidak mempedulikannya. 

"Kami akan tetap melakukan perlawanan dan banding terhadap putusan sela yang telah majelis hakim putuskan," kata Fredrich. 

Bahkan, di bagian akhir ia kembali menuding penangkapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah. Hal itu sempat dipermasalahkan Fredrich dalam gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walaupun pada akhirnya, justru sehari menjelang sidang pembacaan dakwaan, kuasa hukum Fredrich malah mencabut gugatan tersebut. 

Seakan belum mereda kemarahannya, ia kemudian mempertanyakan status penyidik KPK yang berasal dari Kepolisian. Menurut Fredrich, para penyidik dari unsur Polri adalah personel polisi yang telah dipecat. 

Ia pun mempertanyakan surat perintah penyidikan terhadap kasusnya asli. Hal itu lantaran Direktur Penyidik ketika itu, Aris Budiman, memerintahkan Novel Basweda, penyidik senior, untuk ikut terlibat dalam kasusnya. Padahal, saat itu Novel masih menjalani rawat jalan di Singapura. 

"Oleh sebab itu, saya meminta kepada pengadilan untuk ikut memanggil Ketua KPK Agus Rahardjo dan membuktikan keaslian surat tersebut," katanya.

Baca juga: Tidak Terima Dipecat Peradi, Fredrich Yunadi Ajukan Banding

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya