Banyak Warga Jakarta Tak Bisa Mencoblos, Siapa yang Salah?

Persoalan yang selalu terjadi setiap pemilu

Nampaknya persoalan yang selalu ada di setiap pemilu di Indonesia, salah satunya, bersumber dari carut-marutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan ketidakjelasan prosedur pencoblosan di lapangan. Pilkada DKI yang digelar pada 15 Februari menyisakan cerita di mana ada ratusan warga yang akhirnya tak bisa mencoblos karena perkara administratif. Misalnya, sekitar seratus penduduk Cengkareng terpaksa tak bisa menggunakan hak pilih karena menurut petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di lapangan surat suara tambahan sudah habis.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah perlu mengevaluasi ketepatan mekanisme di lapangan.

Banyak Warga Jakarta Tak Bisa Mencoblos, Siapa yang Salah?IDN Times

Dikutip dari Okezone, Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin hak setiap warga negara untuk memilih dalam pemilihan umum. Kemudian, secara umum, Tjahjo menyinggung rumitnya mekanisme pencoblosan di lapangan.

"Prosesnya macam-macam, apakah mereka terdaftar di DPT atau tidak. Kalau mereka tidak terdaftar di DPT, dia sudah merekam e-KTP atau tidak. Kalau dia belum terdaftar dan belum merekam, bisa menggunakan e-KTP tapi lupa membawa KK--nya (kartu keluarga) untuk membuktikan dia tinggal di mana. Banyak," ujarnya.

Jumlah surat suara tambahan yang 2,5 persen dari DPT juga menjadi persoalan tersendiri di sebab banyak warga yang pada akhirnya tak bisa mencoblos karena diberitahu surat suara tambahan sudah habis. Ia pun mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi ini semua agar tak terulang di putaran kedua dan pemilu-pemilu berikutnya.

Baca Juga: Tempel Ketat Petahana, Prabowo Sebut Anies-Sandi "Paket Hemat"

Ketua KPU DKI Jakarta menyayangkan petugas KPPS yang tak paham mekanisme pencoblosan.

Banyak Warga Jakarta Tak Bisa Mencoblos, Siapa yang Salah?IDN Times

Cerita-cerita warga yang terpaksa tak bisa mencoblos mengindikasikan bahwa pelaksanaan mekanisme mencoblos di lapangan sangat tidak jelas. Seperti kasus seratus warga di Cengkareng yang tak bisa memilih. Mereka tak terdaftar di DPT sehingga tak mendapat formulir C6.

Kemudian, pihak KPU menyatakan mereka hanya harus datang ke TPS dengan membawa E-KTP dan KK asli. Kenyatannya, mereka tetap tak bisa mencoblos karena petugas menyatakan surat suara habis. Ada juga yang dipersulit untuk mencoblos meski telah membawa formulir C6 dikarenakan memakai E-KTP lama.

Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno, menyayangkan ada petugas KPPS  yang masih belum paham mekanisme pencoblosan. "Padahal kami sudah berikan bimbingan teknis, membuatkan buku panduan, sudah membuat surat edaran bagaimama mereka harus melayani pemilih termasuk mereka yang tidak mendapatkan C6," katanya, seperti dikutip dari Metro TV News.

Warga yang tak memiliki formulir C6 masih bisa memilih karena itu adalah surat undangan yang menyatakan bahwa seseorang telah tercatat dalam DPT. Salah satu komisioner KPU DKI, Mochammad Sidik, juga menyoroti sejumlah petugas KPPS yang menganggap bahwa pukul 12.00 hingga 13.00 WIB hanya digunakan untuk pemilih DPT tambahan. "Padahal tidak seperti itu," jelasnya. Ada juga TPS yang tutup pukul 13.00 WIB padahal antrian masih panjang.

Pemerintah punya pekerjaan rumah untuk memastikan bahwa sosialisasi mekanisme pencoblosan dilaksanakan dengan baik sehingga tak ada lagi perbedaan persepsi antara aturan KPU dan petugas KPPS di lapangan. Begitu juga sosialisasi kepada para calon pemilih. Persoalan jumlah surat suara tambahan juga wajib segera diselesaikan oleh KPU dengan mempertimbangkan berapa jumlah warga yang tak terdaftar DPT.

Baca Juga: Golkar dan NasDem Mulai Goda Pendukung Agus untuk Beralih ke Ahok

Topik:

Berita Terkini Lainnya