Ini Deretan Pejabat yang Diseret Novanto di Kasus E-KTP

Pengacara Novanto mempertanyakan surat dakwaan

Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto hari ini menjalani sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Pengadillan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat.

Pantauan IDN Times, Rabu (20/12), Novanto tampak lebih segar dibanding persidangan perdana pada Rabu 13 Desember lalu. Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini memakai kacamata dan mengaku sehat, serta lebih siap menjalani sidang dengan agenda pembacaan eksepsi atau pembelaan.

Jika sebelumnya Novanto memilih irit bicara, kali ini pria yang akrab disapa Setnov itu lebih bersemangat melakukan pembelaan atas dakwaan yang sebelumnya dibacakan jaksa.

1. Mempertanyakan jumlah uang suap dan waktu terjadinya suap

Ini Deretan Pejabat yang Diseret Novanto di Kasus E-KTPANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dalam sidang eksepsi, pengacara Novanto, Maqdir Ismail mempertanyakan dakwaan jaksa bahwa kliennya menerima uang dan barang terkait proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Menurutnya, surat dakwaan tidak cermat dibandingkan surat dakwaan lain.

"Beliau itu dari berita acara pemeriksaan yang dilakukan dalam perkara Pak Novanto, menyangkal pernah menerima uang. Akan tetapi di dalam dakwaan Pak Irman, Sugiarto dikatakan menerima uang Rp 50 juta dan 4,5 dollar. Tapi di dalam perkara Andi Naronggong beliau dikatakan hanya menerima Rp 50 juta. Ini berbeda lagi ketika didakwaan pak Novanto, beliau menerima uang 50 juta kemudian juga ada ruko dan tanah di Kebayoran. Bagaimana mungkin seseorang akan bisa membela secara baik ketika didakwa bersama-sama tetapi faktanya beda? Inilah yang kami kritisi dari surat dakwaan," ujar Maqdir di PN Tipikor, Rabu (20/12).

Baca juga: Pengacara Setya Novanto Kecewa Kliennya Diperiksa Dokter dari IDI

Pengacara Novanto lainnya, Firman Wijaya juga menyinggung mengenai waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) dan tempat dilakukannya tindak pidana (locus delicti) para terdakwa yang ternyata berbeda. 

"Tempus delicti terdakwa Irman dan Sugiharto November 2009-Mei 2015. Namun dalam perkara Andi Agustinus November 2009-Mei 2015. Tempus delicti Setya Novanto November 2009-Desember 2013," kata dia.

Sedangkan perbedaan locus delicti tindak pidana yang terjadi, lanjut Firman, yakni Irman dan Sugiharto di Graha Mas Fatmawati, kantor Ditjen Dukcapil, Hotel Sultan. Sementara, locus delicti dalam dakwaan Andi Narogong di Gedung DPR, Hotel Gran Melia, dan Graha Mas Fatmawati.

"Namun pada surat dakwaan Pak Novanyo, tempat terjadinya tindak pidana disebutkan di Gedung DPR, Hotel Gran Melia, Graha Mas Fatmawati, Equity Tower, Jl Wijaya XIII, Jaksel," papar Firman.

2. Mempertanyakan sejumlah nama yang hilang di surat dakwaan

Ini Deretan Pejabat yang Diseret Novanto di Kasus E-KTPIDN Times/Linda Juliawanti

Selain mengkritisi soal jumlah dan lokasi suap, pihak Novanto juga mempertanyakan mengenai hilangnya sejumlah nama dalam surat dakwaan.

"Ada sejumlah nama yang tidak disebutkan lagi dalam surat dakwaan Novanto. Yang sebelumnya dibacakan secara terang benderang dikatakan dalam surat dakwaan berapa jumlah mereka terima, dan ada hilang di perkara Pak Andi Agustinus juga, tapi muncul lagi di dakwaan Pak Novanto," ujar Maqdir.

Nama-nama yang dimaksud oleh tim pengacara Novanto adalah tiga politikus PDIP yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menkumham Yasonna H Laoly, dan Gubernur Sulut Olly Dondokambey.

3. Beberkan pejabat lain yang diduga terlibat

Ini Deretan Pejabat yang Diseret Novanto di Kasus E-KTPIDN Times/Linda Juliawanti

Selain mempersoalkan nama baru, dalam eksepsi tersebut, tim pengacara Novanto juga turut mempertanyakan munculnya nama-nama yang tak ada dalam surat dakwaan Setnov.

"Sudah jelas kami katakan bukan hanya dari PDIP yang menerima dan dihilangkan, tapi juga dari Partai Golkar, ada dari PAN, ada dari Demokrat dan ada partai lain. Kalau saya tidak keliru dari PKB. Karena kami sangat fokus dengan perkaranya Pak Novanto, sehingga kami persoalkan nama yang hilang dari dakwaan ini ketika dibandingkan dengan dakwaan yang lain," ujar Maqdir.

Adapun sejumlah anggota DPR yang tidak ada dalam surat dakwaan Setya Novanto dan disoroti tim pengacara antara lain:

Baca juga: Dikenal Orang 'Dekat' Novanto, Idrus Marham Terancam Dicopot dari Sekjen Golkar

Melchias Mekeng yang disebutkan menerima USD 1.400.000, Olly Dondokambey USD 1.200.000, Tamsil Linrung USD 700.000, Arif USD 1.080.000, Chairumah Harahap USD 58.000 dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo USD 520.000, dan Yasonna H Laoly USD 84.000.

Selain itu, sejumlah nama seperti Khatibul Umam Wiranu juga disebutkan menerima USD 400.000, Marzuki Alie USD 400.000, Anas Urbaningrum USD 5.500.000, Agun Gunanjar Sudarsa USD 1.407.000, Mustoko Weni USD 408.000, Ignatius Mulyono USD 208.000, Taufik USD 103.000, dan Teguh Djuwarno USD 167.000, serta Kapoksi mendapat fee masing-masing USD 37.000

"Total selisih uang yang tidak tercantum Rp 233.460.000.000 perhitungan ini kurs USD 1 seharga Rp 13.000. Jadi ini berada di tangan siapa?" tandas Maqdir.

4. Sejumlah nama membantah terlibat dan sudah diperiksa KPK

Ini Deretan Pejabat yang Diseret Novanto di Kasus E-KTPANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sejumlah nama yang telah disebutkan di atas, telah menjalani pemeriksaan KPK. Di antaranya Yasonna H Laoly, dan Ganjar Pranowo. Keduanya juga membantah terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.

Baca juga: Setya Novanto Akhirnya Tersenyum di Gedung KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya