Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi "Sosialisasi" FPI

"Aksi Sosial" atau Razia?

Indonesia dikenal dengan berbagai perayaan yang datang dari banyak kebudayaan, suku serta agama. Salah satunya adalah Natal, yang dirayakan oleh umat Nasrani di penjuru negeri. Mengikuti vibe atau suasana jelang hari H perayaannya, biasanya lokasi-lokasi tertentu di Indonesia pun memasang atribut untuk menyambutnya. Lokasi-lokasi tersebut adalah seperti pusat perbelanjaan.

Dengan kata lain, mal-mal menggunakannya untuk membuat konsumen berbelanja sesuai suasana menjelang Natal. Apa saja sih atribut Natal itu? Salah satu yang paling umum dan sering digunakan adalah topi natal. Ya, topi berwarna merah dengan ujung bulatan putih seolah bola salju itu. Akan tetapi, ternyata hal ini tidak bisa dipakai semua orang lho.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIUmarul Farud/ANTARA FOTO

Hal ini tampaknya benar-benar ditekankan oleh Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur. Pada Minggu (18/12) kemarin, beberapa lokasi perbelanjaan dan kafe di Surabaya jadi lokasi "Sosialisasi" oleh FPI. Ada pun Grand City, WTC, Ciputra World, sampai Excelso Tunjungan Plaza, seperti diberitakan Viva.co.id, jadi lokasi tujuan anggota ormas tersebut.

Anggota FPI dilaporkan memasuki lokasi-lokasi tersebut dan meminta agar pihak manajemen mal maupun kafe untuk tidak memaksakan pemakaian atribut natal pada karyawan muslim. Ketua Bidang Organisasi DPD FPI Jatim, Ali Fahmi menyebut kalau aksi mereka ini damai dan merupakan bentuk toleransi.

Aksi Ta'aruf berdasarkan fatwa MUI.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIFatkul Alamy/Surya.co.id via jurnalindonesia.id

Ali pun menambahkan, aksi mereka ini hanya menjalankan Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 terkait Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Non Muslim di mal dan pusat perbelanjaan. Atribut yang ditekankan salah satunya adalah topi natal. Maka, Ali juga mengingatkan para manajemen untuk tidak melakukan ancaman. Selain itu, pegawai muslim pun tidak perlu takut dipecat jika tidak mengenakan atribut natal.

Ali pun menekankan kalau aksi tersebut bukanlah sweeping, tapi tindakan sosialisasi yang juga telah dikawal kepolisian. Selain itu, akhirnya, memang FPI hanya berdiri di luar mal. Bila maksud Ali untuk menjalankan Fatwa MUI ini, lantas apa yang mendasari FPI untuk lakukan hal serupa 2015 silam?

Imbauan pelarangan atribut Natal pada 2015.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIFatkul Alamy/Surya.co.id via jurnalindonesia.id

Mendatangi lokasi serupa, Galaxy Mal, Grand City, Delta Plaza, Tunjungan Plaza, Ciputra World dan berakhir di Lenmarc, FPI juga lakukan penuntutan atau imbauan untuk tidak mengenakan atribut Natal. Hal tersebut, dikutip dari Tempo.co, dilakukan pada 23 Desember 2015. Mengendarai sepeda motor sambil berorasi, para anggota FPI ini berkeliling mal sambil utarakan maksud mereka.

Tuntutan juga serupa, agar para pegawai tidak mengenakan atribut Natal dan Tahun Baru. Selain itu, para pegawai juga diajak untuk tidak mengucapkan serta mengikuti acara Natal dan Tahun Baru. Dasar FPI saat itu bukanlah Fatwa MUI, tapi Mazhab Hanafi yang disebut melarang dan bagi pelaku akan disebut murtad.

Sekretaris FPI Jawa Timur Muhammad Khairudin menyebut,

Kami ingin menyelamatkan umat Islam dari pemurtadan

Nah, apa sih sebenarnya isi Fatwa MUI yang dibawa FPI tahun ini?

Baca Juga: Berbagi Makan Pada Hari Natal, Restoran Ini Buktikan Kalau Warga Muslim Itu Cinta Damai

Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIvoa-islam.com

Awal tahun ini, MUI memang mengeluarkan Fatwa terkait penggunaan atribut keagamaan non-Muslim. Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan hukum menggunakan atribut non-Muslim adalah haram. Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin menyebut atribut keagamaan adalah identitas yang dikenakan seseorang. Atribut pun diartikan sebagai ciri khas atau tanda tertentu dari agama yang berkaitan dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agam tertentu.

Memaksa atau mengajak penggunaan atribut tersebut juga disebut haram. Menurut pihak MUI, di masyarakat fenomena saat peringatan hari besar agam non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan persahabatan harus mengenakan atribut yang non-Muslim. Hal tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada siar keagamaan mereka.

Nah, fenomena tersebut juga termasuk pegawai muslim yang diharuskan oleh pemilik usaha mal atau pusat perbelanjaan untuk ikut memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam tersebut. Fatwa ini pun telah disampaikan dan dikantongi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Alasan di ataslah yang membuat FPI kembali lakukan aksi imbauan pertengahan Desember ini. Namun, awal Desember ini, kepolisian sempat melakukan pelarangan aksi sweeping ataupun 'pemeriksaan' selayaknya kegiatan FPI ini lho.

Polda Metro Jaya hari ini menghasilkan sejumlah kesepakatan dengan tokoh-tokoh agama terkait fatwa Majelis Ulama Indonesia soal larangan umat muslim memakai atribut non muslim. Namun, polisi menyatakan siap bertindak tegas bila ada kelompok masyarakat yang main hakim sendiri dengan alasan demi menegakkan fatwa itu.

Menindak ormas yang lakukan sweeping dengan berdasar Fatwa MUI.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIFatkul Alamy/Surya.co.id via jurnalindonesia.id

Pada 16 Desember 2016, Wakil Kepala Polda Metro Jaya, Brigadir Jenderal Polisi Suntana menyebut kalau Fatwa MUI ini dapat ditindak apabila pihak perusahaan dengan sengaja, penekanan atau iming-iming terhadap/kepada pegawainya untuk mengenakan atribut Natal. Namun, terkait pelarangan pengucapan perayaan Natal, menurut Suntana hal tersebut tidak bisa dilakukan begitu saja.

Menurut Suntana sah-sah saja jika ada ucapan dari berbagai pihak serta pemasangan pohon Natal di lokasi tertentu. Baginya, Fatwa MUI ini tidak terkait pada semua orang, tapi pada perorangan masyarakat Muslim.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIAsep Fathulrahman/ANTARA FOTO

Kemudian, terkait adanya ormas yang lakukan sweeping, saat itu, Suntana menyebut kalau pihaknya akan menindak aksi tersebut. Tindakan tegas tersebut tidak dijelaskan secara pasti dalam bentuk seperti apa oleh Suntana.

Nah, lalu bukankah aksi FPI adalah sweeping dan bentuk ketidakpercayaan mereka pada masyarakat Muslim sendiri? Tidak akan adakah tindakan tegas seperti yang diutarakan Santana?

Berakhir damai.

Asal Usul Fatwa Haram Atribut Natal dari MUI dan Aksi Sosialisasi FPIFatkul Alamy/Surya.co.id via jurnalindonesia.id

Aksi FPI kemarin akhir tetap ditutup dengan damai. Pihak FPI dan manajemen Mal menandatangani surat pernyataan yang berisi dua poin, yakni tidak tidak melakukan penggunaan atribut Natal kepada karyawan/karyawati beragama Islam dan tidak memaksakan penggunaan atribut Natal kepada karyawan/karyawati baik dengan intimidasi atau iming-iming sesuatu.

Apa tanggapanmu terhadap Fatwa dan aksi FPI ini?

Baca Juga: Tidak Semua Orang Kristen Merayakan Natal Tanggal 25 Desember, Mengapa?

Topik:

Berita Terkini Lainnya