Tertipu ISIS, Keluarga Asal Indonesia Terjebak Perang Suriah

"Aku meninggalkan negaraku untuk alasan egois yang bodoh."

Dengan iming-iming janji manis berupa kehidupan yang serba mudah dari ISIS, satu keluarga asal Indonesia pun tertipu. Mereka telah menjual rumah, mobil dan perhiasan agar bisa mengumpulkan uang lebih dari Rp 500 juta untuk membiayai keberangkatan mereka.

Setelah mengorbankan semua yang dimiliki di Indonesia, mereka pun dan menuju Suriah melalui Turki, secara diam-diam. Untung tak diraih, justru kemalangan yang hadir. Kini sebagian besar dari mereka malah terjebak di sebuah kamp pengungsi Ain Issa yang dikelola oleh pasukan Kurdi.

Apa yang dijanjikan ternyata tak sesuai realita.

Tertipu ISIS, Keluarga Asal Indonesia Terjebak Perang SuriahHussein Malla/AP

Dikutip Stuff dari Associated Presss, semua berawal ketika Nurshardrina Khairadhinia yang dua tahun lalu berusia 17 tahun membaca di internet terkait informasi tentang negara Islam yang dibangun ISIS di Suriah. Menurut informasi tersebut, di sana keluarganya bisa mendapatkan beragam fasilitas gratis.

Fasilitas itu seperti di bidang pendidikan dan kesehatan. Bahkan, ayahnya bisa mendapat pekerjaan di sana. Akhirnya, Nur membujuk orangtua, saudara-saudara perempuan, paman, bibi serta sepupu-sepupunya untuk bersama-sama berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.

Mereka berangkat pada 2015 lalu dan berharap bisa benar-benar hidup di lingkungan Islami seperti yang dijanjikan. Rupanya, faktanya tidak demikian. Nur bercerita bahwa di Raqqa perempuan yang masih sendiri harus menikah dengan pejuang ISIS. Mereka juga mengalami ketidakadilan.

"ISIS hanya menginginkan tiga hal: perempuan, kekuasaan dan uang. Mereka bertindak seperti Tuhan. Mereka membuat peraturan sendiri... Mereka sangat jauh dari Islam," tambah Nur. Ia menegaskan bahwa ia dan keluarganya tak ingin berperang, melainkan hanya hidup dalam lingkungan Islami.

Baca Juga: Dahsyatnya Perang Bisa Dilihat dari Foto Satelit Ini

Mereka melarikan diri dari cengkeraman ISIS.

Tertipu ISIS, Keluarga Asal Indonesia Terjebak Perang SuriahHussein Malla/AP

Setelah beberapa bulan di Raqqa, Nur dan keluarganya mulai merencanakan untuk melarikan diri. Nasib buruk kembali menghampiri ketika nenek dan pamannya meninggal saat terjadi serangan udara. Dengan membayar Rp 53 juta kepada penyelundup, ia dan keluarganya bisa meninggalkan Raqqa.

Kini Nur tinggal bersama ibu, dua saudara perempuan, tiga bibi, dua sepupu perempuan dan ketiga anak mereka.  Sedangkan ayah dan empat sepupu laki-lakinya terpaksi tinggal di pusat detensi untuk diinterogasi oleh tentara Kurdi.

Di kamp tersebut Nur hanya bisa menyesali keputusannya dan mengingat betapa mudahnya ia dan keluarganya tertipu janji ISIS.

"Itu adalah sebuah tempat yang indah untuk tinggal dalam kedamaian dan keadilan dan, jika Tuhan mengizinkan, setelah hijrah, kami bisa ke surga. Aku ingin mengajak seluruh keluargaku... Kami berangkat agar bisa bersama selamanya, di dunia dan akhirat," kata Nur.

"Aku meninggalkan negaraku untuk alasan egois yang bodoh. Aku ingin fasilitas-fasilitas gratis," kata Nur. Ia pun mengakui bahwa ada anggota keluarganya yang mendapatkan operasi gratis.

Keponakannya juga mendapatkan perawatan karena menderita autisme. "Untunglah kami mendapatkan operasi gratis, tapi yang lainnya adalah kebohongan," ucapnya. "Aku sangat bersyukur. Aku sangat bodoh dan naif. Aku menyalahkan diriku sendiri. Ini bukan liburan ke Turki. Ini adalah perjalanan yang sangat berbahaya," tegasnya.

Ratusan warga Indonesia bergabung dengan ISIS.

Tertipu ISIS, Keluarga Asal Indonesia Terjebak Perang SuriahWahyu Putro A/ANTARA FOTO

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menyebut ada ratusan warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS. Per Juli 2017, pemerintah Turki sudah menangkap 435 WNI yang mencoba masuk ke Suriah.

Ia juga mengaku bahwa pihaknya sudah mengetahui tentang cerita Nur. Kementerian Luar Negeri pun menyerahkan kepada BNPT dan Polri untuk langkah selanjutnya. Sejauh ini sudah ada 430 orang yang diserahkan kepada kedua institusi tersebut.

"Mereka telah tinggal selama dua tahun di area yang dikontrol ISIS, jadi evaluasi risiko terhadap mereka dibutuhkan dan kami sudah menghadapi sejumlah hambatan untuk menghubungi mereka sebab areanya tidak dikontrol oleh pemerintah, baik Irak maupun Suriah."

Baca Juga: Khawatir Diserang ISIS, TNI Diminta Tak ke Marawi

Topik:

Berita Terkini Lainnya