Trump Ribut dengan Perdana Menteri Australia Gara-gara Kebijakan Pengungsi

Melalui telepon!

Tak ada tanda-tanda bahwa Donald Trump memahami etika diplomasi yang seharusnya sudah dikuasai oleh seorang kepala negara. Hari Kamis (2/2) Trump kembali membuat berita di mana ia dikabarkan ribut dengan perdana menteri Australia Malcolm Turnbull. Kali ini persoalannya adalah kesepakatan mengenai pengungsi antara AS dan Australia.

Menurut laporan, Trump secara tiba-tiba mengakhiri pembicaraan dengan Turnbull karena persoalan pengungsi.

Trump Ribut dengan Perdana Menteri Australia Gara-gara Kebijakan PengungsiCarlos Barria/REUTERS/ANTARA FOTO

Washington Post adalah media pertama yang mengklaim memiliki sumber orang dalam, yakni seorang pejabat senior AS, yang berkata bahwa minggu lalu Trump menelepon Turnbull. Ia kemudian geram pada Turnbull dan tiba-tiba menyudahi pembicaraan padahal baru berlangsung selama 25 menit. Kabarnya Trump berkata bahwa ia telah menelepon pemimpin dunia lainnya, termasuk Putin, dan pembicaraan dengan Turnbull adalah yang terburuk.

Keributan Trump dengan pemimpin dari salah satu negara yang selama ini beraliansi dengan AS itu disebabkan oleh kebijakan pengungsi masa pemerintahan Obama. Pada November 2016 lalu, Obama melalui mantan menteri luar negeri AS John Kerry membuat kesepakatan dengan Turnbull yang intinya AS setuju menerima pengungsi yang ditempatkan Australia di rumah detensi di Nauru dan Manus yang terletak di Kepulauan Pasifik. Ada lebih dari 1.200 pengungsi di wilayah tersebut.

Mereka awalnya menuju Australia melalui jalur laut. Pemerintah Australia sejak 2013 memakai kebijakan Operation Sovereign Border di mana angkatan laut negara tersebut akan menghentikan berbagai kapal pengungsi dan mengarahkan mereka ke Nauru serta Manus (provinsi di Papua Nugini). Nauru dan Papua Nugini mendapat sokongan dana dari Australia sehingga mau menerima pengungsi. Namun, kondisi rumah detensi di sana sangat jauh dari kata layak.

Baca Juga: Trump Kian Otoriter, Giliran Lembaga Pemerhati Lingkungan yang Dibungkam

Malcolm Turnbull menyatakan sebaliknya.

Trump Ribut dengan Perdana Menteri Australia Gara-gara Kebijakan PengungsiSam Mooy/AAP via theconversation.com

Dikutip dari The Australian, Turnbull memberikan keterangan berdasarkan versinya. Pertama, ia membantah bahwa Trump secara tiba-tiba menutup teleponnya karena geram. Kedua, Turnbull membenarkan bahwa durasi komunikasi keduanya hanya 25 menit dari yang seharusnya satu jam. Ketiga, menurut perdana menteri Australia ke-29 itu Trump akan menghormati kesepakatan yang dibuat pada era Obama tersebut.

"Dia (Trump) berkomitmen untuk menghormati kesepekatan yang dibuat pendahulunya -- (saya) meragukan dia akan berkata bahwa dia takkan melakukannya (membuat kesepakatan itu seandainya ia di posisi Obama) tapi dia berkomitmen untuk menepati kesepakatan yang dibuat Presiden Obama," ujar Turnbull.

Kemudian, cuitan Trump justru semakin menegaskan bukan hanya ia orang yang tak manusiawi, tapi juga tak kompeten sebagai kepala negara.

Trump Ribut dengan Perdana Menteri Australia Gara-gara Kebijakan PengungsiErick Thayer/REUTERS

Trump sepertinya lebih banyak punya waktu luang dari kebanyakan pemimpin negara maju. Begitu media mencium kabar tentang komunikasinya dengan perdana menteri Australia, ia langsung membawa isu tersebut ke akun Twitter pribadinya -- @realDonaldTrump, bukan @POTUS seperti protokol yang berlaku bagi seorang presiden AS.

Dalam cuitannya tersebut, Trump menyebut kesepakatan tentang pengungsi yang terjadi di masa pemerintahan Obama dengan Australia adalah suatu kebodohan. Ia juga menyebut para pengungsi sebagai imigran ilegal, padahal mereka sudah ditetapkan sebagai pengungsi, sehingga ini semakin menegaskan bahwa kemanusiaan dan fakta bukanlah kata yang ada dalam kamusnya.

Trump Ribut dengan Perdana Menteri Australia Gara-gara Kebijakan Pengungsitwitter.com/realDonaldTrump

"Apakah kamu mempercayainya? Pemerintahan Obama telah menyetujui untuk menerima ribuan imigran ilegal dari Australia. Kenapa? Aku akan mempelajari kesepakatan bodoh ini!"

Baca Juga: Meski Dinilai Rasis, Trump Ngotot Bangun Tembok di Perbatasan

Topik:

Berita Terkini Lainnya