Teori Konspirasi Beredar Usai Ledakan Bom di St. Petersburg

Disebut sebagai pengalihan isu

Setelah tragedi London pada 22 Maret 2017 lalu, kini Eropa kembali mengalami tragedi lainnya. Sebuah bom meledak di kereta bawah tanah di kota St. Petersburg, Rusia, pada Senin sore (3/4). Akibatnya, 11 orang tewas dan 40 lainnya terluka parah.

Belum ada pihak yang menyatakan diri bertanggungjawab atas aksi tersebut. Beragam spekulasi pun beredar. Mulai dari ISIS, pemberontak Chechnya, hingga pemerintah Rusia sendiri yang berada di balik serangan itu. Presiden Rusia, Vladimir Putin, sendiri kebetulan sedang berada di St. Petersburg ketika bom itu meledak.

Meski ada dugaan ini merupakan aksi terorisme, tapi tak ada yang menyangkal kemungkinan lainnya.

Teori Konspirasi Beredar Usai Ledakan Bom di St. PetersburgMikhail Ognev/Fontanka.ru/Reuters

Dikutip dari Bloomberg, Komite Anti-Teror Nasional Rusia menyatakan bahwa alat peledak yang digunakan adalah rakitan tangan yang diledakan di dalam kereta pada pukul 14.40 waktu setempat. Institusi tersebut menduga ini merupakan aksi terorisme, meski juga tak menyangkal bahwa ada sebab-sebab lainnya.

Investigator Rusia sendiri dilaporkan tengah mencari identitas pria 23 tahun asal negara pecahan Uni Soviet di Asia karena ia diduga sebagai pelakunya. Putin yang mengunjungi salah satu titik di tempat kejadian juga menyatakan hal serupa. "Pastinya kami akan mempertimbangkan semua kemungkinan, yang pertama adalah aksi terorisme," ujarnya.

Baca Juga: Agen Rahasia AS Kembali Ungkap Keterlibatan Putin dalam Kemenangan Trump

Teori konspirasi pun muncul. Jurnalis menduga pemerintah Rusia sengaja merencanakan peledakan bom sebagai pengalihan isu.

Teori Konspirasi Beredar Usai Ledakan Bom di St. PetersburgAnton Vaganov/Reuters

Dikutip dari RT.com, beberapa jurnalis menyampaikan asumsi mereka terkait dengan meledaknya bom di St. Petersburg. Misalnya, koresponden BBC di Moskow, Rusia, yang bernama Sarah Rainsford. Menurutnya, ledakan itu sebagai pengalihan isu dari protes anti pemerintah yang baru-baru ini terjadi.

"Ada sejumlah demonstrasi politik yang memprotes korupsi pemerintah, Putin, dan sistemnya. Ada juga komentar-komentar di media liberal bahwa mungkin ini adalah cara untuk mengalihkan perhatian (rakyat) yang menuntut investigasi kasus korupsi dan menuntut mundurnya Putin," kata Rainsford.

Selain Rainsford, managing editor The Moscow Times Oliver Carroll juga tak membantah bahwa itu mungkin terjadi. "Kita tahu peledakan pada 1999 bertepatan dengan naiknya Putin dan usahanya menjadi presiden melahirkan sejumlah kekhawatiran dan kecurigaan. Jadi, aku pikir itu adalah teori lainnya," tukas Carroll.

Sedangkan editor di Sky News meyakini bahwa peristiwa peledakan bom di St. Petersburg akan dipakai sebagai alat untuk menjustifikasi pelarangan demonstrasi. "Kemungkinan terbesarnya ini akan dijadikan alasan untuk mengatasi protes yang terjadi di Rusia."

Sementara itu, pendukung Putin menuding lawan Presiden Rusia tersebut adalah otak dari demonstrasi dan peledakan bom di St. Petersburg.

Teori Konspirasi Beredar Usai Ledakan Bom di St. PetersburgAnton Vaganov/Reuters

Berdasarkan laporan The Daily Beast, analis politik yang mendukung Putin, Alexander Prokhanov, menyebut bahwa baik protes anti-korupsi di Rusia dan serangan bom di kereta bawah tanah itu direncanakan oleh pihak yang sama, yakni mereka yang berada di kubu oposisi. Prokhanov seolah meminta pemerintah untuk menginvestigasi lawan-lawannya itu.

Sebelumnya, pihak keamanan Rusia menahan ratusan demonstran di Moskow.

Teori Konspirasi Beredar Usai Ledakan Bom di St. PetersburgMaxim Shemetov/Reuters

Sejak akhir Maret hingga awal April 2017 terdapat beberapa aksi demonstrasi di sejumlah titik di Rusia, salah satunya Moskow. Pada 26 Maret 2017, puluhan ribu warga Rusia turun ke jalan untuk memprotes pemerintah yang dianggap melakukan korupsi.

Ratusan orang di antaranya ditahan pihak keamanan Rusia. Salah satunya adalah Alexei Navalny yang merupakan kritikus Putin nomor satu. Karena dianggap memprovokasi massa, kini Navalny ditahan selama 15 hari. Kemudian, pada Minggu (2/4), sekitar 100 demonstran kembali protes di Moskow dengan agenda yang sama.

Sekitar 30 orang di antaranya ditahan kepolisian Rusia. Tak hanya itu, pemerintah Rusia juga memblokir beberapa situs yang dianggap berkontribusi dalam "demonstrasi anti-pemerintah yang ilegal". Demonstrasi di dua waktu tersebut adalah yang terbesar dalam enam tahun terakhir.

Usai ledakan bom di St. Petersburg sendiri pemerintah Rusia dilaporkan menutup akses kereta bawah tanah serta peningkatan keamanan di bandara dan beberapa titik transportasi untuk mencegah tragedi itu terjadi di Moskow.

Baca Juga: Setelah 35 Diplomatnya Diusir, Ini Cara Rusia 'Balas Dendam' Kepada Amerika Serikat

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya