Seorang Profesor Gugat Cambridge Analytica Terkait Data Pribadi

Ia ingin transparansi tentang apakah mereka masih memiliki data dirinya dan digunakan untuk apa saja.

New York, IDN Times - Seorang profesor bernama David Carroll membawa Cambridge Analytica ke pengadilan tinggi Inggris. Ia beralasan perusahaan yang bermarkas di London itu telah menggunakan data dan informasi pribadinya tanpa izin untuk membuat profil yang menjadikannya target kampanye pilpres Amerika Serikat pada 2016 lalu.

1. Carroll pertama kali mendapatkan data tentang dirinya pada awal 2017

Seorang Profesor Gugat Cambridge Analytica Terkait Data Pribaditwitter.com/profcarroll

Jauh sebelum whistleblower dari Cambridge Analytica, Christopher Wylie, membongkar apa yang terjadi di balik perusahaan tersebut, Carroll sudah lebih dulu membeberkan kecurigaannya. Melalui cuitan yang bertanggal 27 Maret 2017, ia menulis:

"Baru mendapatkan dataku dari Cambridge Analytica/SCL setelah aku memintanya. Ya, mereka punya informasi pemilih dan personal yang benar tentangku. Selanjutnya masih ada lagi."

Carroll yang merupakan profesor di Parsons School of Design, Amerika Serikat, itu meminta data pribadinya dengan menggunakan Undang-undang Perlindungan Data yang berlaku di Inggris. Ia melihat sesuatu yang mencurigakan sebab ia tak mengerti bagaimana Cambridge Analytica bisa sukses membuat profil tentangnya.

Baca juga: Cambridge Analytica Pakai Jutaan Data Pengguna Facebook untuk Kampanye Trump

2. Menurut Carroll, profil yang dibuat Cambridge Analytica hampir benar

Seorang Profesor Gugat Cambridge Analytica Terkait Data PribadiThe Observer/Christopher Lane

Carroll menunjukkan poin-poin data yang ia peroleh dari Cambridge Analytica. Beberapa di antaranya adalah bahwa ia mendapat skor tiga dari sepuluh tentang hak kepemilikan senjata serta cenderung tidak memilih kandidat dari Partai Republik.

"Aku mendapati kedalaman informasi yang akurat yang mereka miliki tentangku, termasuk keyakinan politikku," kata Carroll, seperti dilansir dari BBC. Dalam salah satu percakapan di Twitter, Carroll menegaskan ia tak pernah mengizinkan data pribadinya diambil, dikoleksi dan digunakan oleh Cambridge Analytica.

3. Carroll menuntut transparansi terkait pengambilan dan penyalahgunaan data tentangnya

Seorang Profesor Gugat Cambridge Analytica Terkait Data PribadiYouTube

Karena tak merasa memberikan izin kepada Cambridge Analytica, Carroll pun ingin mengetahui bagaimana data tentangnya diperoleh, digunakan untuk apa saja, serta apakah mereka masih memilikinya hingga saat ini.

Ia memasukkan gugatannya pada Jumat (16/3). Di hari yang sama, Facebook mengumumkan telah memblokir Cambridge Analytica dari platform itu usai muncul laporan yang menyebutkan bahwa mereka mencuri dan menyalahgunakan data dari 50 juta pengguna—sesuatu yang dibenarkan oleh Mark Zuckerberg.

Terkait gugatan tersebut, Carroll berkata kepada Columbia Journalism Review bahwa salah satu penyebabnya adalah Cambridge Analytica tidak memberikan keseluruhan data yang dimintanya. Dengan kata lain, mereka tak melakukan sesuai yang diperintahkan Undang-undang Perlindungan Data.

"Gugatan dasarnya adalah profil yang Cambridge berikan padaku tidak lengkap, jadi tidak sesuai [dengan hukum yang berlaku di Inggris]. Posisi perusahaan itu seharusnya mereka punya 4.000 hingga 5.000 poin data tentangku, tapi saat aku minta, aku hanya dapat selusin."

4. Baginya, apa yang dilakukan Cambridge Analytica bukan sekadar menyediakan analisis pemilih, tetapi juga untuk mempengaruhi hasil pemilu

Seorang Profesor Gugat Cambridge Analytica Terkait Data PribadiANTARA FOTO/REUTERS/Hendry Nicholls

Persoalan kebocoran dan penyalahgunaan data menjadi sesuatu yang sangat krusial untuk Carroll. Dalam situs penggalangan dana yang ia buat untuk membiayai proses hukumnya, Carroll menegaskan: "Perusahaan manapun tak boleh memakai datamu dengan cara apapun yang mereka anggap cocok."

Apa yang dilakukan Cambridge Analytica, menurut Carroll, adalah mengambil privasi seseorang dan menggunakannya untuk mempengaruhi keputusan orang itu di dalam bilik pemilihan suara. "Itu bukan hanya soal memprediksi, itu adalah tentang bagaimana kamu bisa dieksploitasi tanpa sepengetahuan atau sepemahamanmu," ucapnya.

"Apa yang diungkap Christopher Wylie menunjukkan operasi itu bukan analisis pemilih biasa, itu tak hanya menciptakan iklan kampanye tradisional untuk kandidat, itu adalah operasi media penuh yang menciptakan semua bentuk konten, tak hanya yang mirip iklan kampanye biasa, tapi secara harafiah situs berita palsu sebagai proksi untuk iklan politik."

Baca juga: Bos Cambridge Analytica Akui Pakai Berita Bohong untuk Kampanye

Topik:

Berita Terkini Lainnya