Lembaga HAM Dunia Sebut Ada Perdagangan Manusia di Kapal Nelayan Thailand

Seafood yang kamu makan mungkin disajikan dari tangan para budak kapal.

Bangkok, IDN Times - Kondisi buruk di industri perikanan Thailand menjadi sorotan usai Human Rights Watch (HRW) mempublikasikan laporan mendalam mereka. Menurut HRW, para nelayan menjadi sasaran perdagangan manusia yang membuat mereka bekerja dalam kondisi mirip perbudakan.

1. Para nelayan dan pekerja kapal sering dibayar di bawah upah minimum

Lembaga HAM Dunia Sebut Ada Perdagangan Manusia di Kapal Nelayan Thailandunsplash.com/Duangphorn Wiriya

HRW melakukan wawancara dengan 248 nelayan, pejabat, pemilik kapal, aktivis lokal dan staf PBB selama lebih dari dua tahun. Tujuannya menyelidiki kabar yang beredar tentang industri perikanan Thailand. Dari penyelidikan itu HRW menemukan bahwa banyak nelayan dari Asia Tenggara merupakan korban perdagangan manusia.

Mereka dilarang meninggalkan kapal maupun mengundurkan diri. Mereka juga sering tidak dibayar tepat waktu atau dibayar lebih rendah dari upah minimum. Para nelayan migran juga tak menerima perlindungan dari pemerintah, serta dilarang membentuk serikat pekerja.

Baca juga: Di Balik Mahalnya Pakaian Bermerek, Ada Anak-anak Pengungsi Suriah yang Tereksploitasi

2. Hasil penyelidikan pemerintah Thailand bertolak belakang dengan kenyataan

Lembaga HAM Dunia Sebut Ada Perdagangan Manusia di Kapal Nelayan ThailandANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Pada 2015 lalu, pemerintah Thailand merilis laporan terkait perdagangan manusia setelah bertemu dengan lebih dari 400.000 pekerja di industri perikanan. Berdasarkan laporan tersebut, tidak ada kasus perbudakan sama sekali.

Ironisnya, Associated Press mempublikasikan temuan yang kontras. Setelah melakukan investigasi mendalam, Associated Press menemukan sejumlah migran ditempatkan di beberapa kurungan di Benjina yang merupakan sebuah pulau terpencil di Maluku Tenggara.

Mereka berhasil ditangkap dengan tuduhan perbudakan manusia. Setahun kemudian, lima warga Thailand dan tiga warga Indonesia menerima hukuman tiga tahun penjara serta denda Rp 160 juta. Bahkan, kasus ini mendapat perhatian dari menteri perikanan Susi Pudjiastuti.

Ia mengatakan bahwa terdakwa adalah "kroco", sedangkan dalangnya masih berkeliaran dan seharusnya juga ikut ditangkap. Menurut Susi, apa yang terjadi di Benjina adalah kejahatan berskala internasional.

3. HRW menilai pemerintah Thailand belum melakukan langkah signifikan untuk memperbaiki kondisi para pekerja

Lembaga HAM Dunia Sebut Ada Perdagangan Manusia di Kapal Nelayan ThailandANTARA FOTO/DAILY NEWS via REUTERS

Direktur HRW Asia, Brad Adams, menilai bahwa masih banyak yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah Thailand. Ia mengatakan ini meski Thailand mengancam akan memenjarakan pekerja tanpa dokumen lengkap selama lima tahun, serta memberi denda besar untuk yang mempekerjakan mereka.

"Meski pemerintah militer telah mengambil langkah positif dibanding sebelumnya, namun reformasi yang dilaksanakan merupakan kosmetik semata," ujar Adams kepada The Guardian. Ia menyebut bahwa kerja paksa itu sesuatu yang sering terjadi.

"Para pekerja yang kami wawancara mendeskripsikan mereka diperdagangkan di kapal, terjebak dalam pekerjaan yang tak boleh mereka tinggalkan, kekerasan fisik, kekurangan pangan, lembur dan kondisi kerja buruk lainnya. Hal terburuk bagi mereka bukan tidak dibayar—luka psikologis dan penghinaan terhadap harga diri adalah yang paling sulit untuk ditanggung," tambahnya.

4. Pemerintah negara lain punya andil besar dalam memastikan hasil tangkapan mereka tidak dikonsumsi masyarakat

Lembaga HAM Dunia Sebut Ada Perdagangan Manusia di Kapal Nelayan Thailandunsplash.com/Anastasi Fomina

"Para konsumen di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang harus percaya diri bahwa makanan laut yang datang dari Thailand tidak melibatkan perdangan manusia atau kerja paksa," ujar Adams. Ini tak bisa terjadi dengan sendirinya. Selain kesadaran konsumen, pemerintah punya peran besar juga.

Misalnya, Uni Eropa telah menerbitkan kartu kuning untuk Thailand yang menandakan negara itu bisa diberi sanksi karena praktik-praktik perikanan ilegal, tak dilaporkan dan tak diregulasi (IUU).

Amerika Serikat juga telah menempatkan Thailand sebagai negara yang harus diawasi dalam daftar perdagangan manusia. Sayangnya, implementasi di lapangan masih banyak memperlihatkan kecacatan sehingga industri perikanan Thailand tidak merasa perlu untuk memperbaiki diri. 

"Tak ada orang yang seharusnya dibodohi oleh regulasi yang terlihat bagus di atas kertas tapi tak ditegakkan dengan benar. Uni Eropa dan Amerika Serikat perlu segera meningkatkan tekanan kepada Thailand untuk melindungi hak, kesehatan dan keselamatan para nelayan," tegas Adams.

Baca juga: Kisah 2 Nelayan Asal Indonesia yang Lolos dari Perbudakan Kapal di Hawaii!

Topik:

Berita Terkini Lainnya