Pengungsi Rohingya Ini Ajarkan Pemberdayaan Perempuan

Super duper keren!!!

Kuala Lumpur, IDN Times - Hidup sebagai seorang pengungsi tidak mudah. Itulah yang dirasakan oleh ratusan ribu pengungsi yang terdaftar di Malaysia. Namun, salah satu dari mereka mencoba untuk menjadi terang di antara kegelapan. Ia adalah Sharifah Husain.

Perempuan berusia 24 tahun dari etnis Rohingya tersebut berkata ingin melakukan sesuatu untuk perempuan lain dan anak-anak di lingkungannya.

Ia menjadi pengungsi di Malaysia sejak umur enam tahun.

Pengungsi Rohingya Ini Ajarkan Pemberdayaan PerempuanFacebook Rohingya Women Development Network

Dikutip dari PRI.org, Sharifah lahir di sebuah desa di negara bagian Rakhine, Myanmar. Seperti warga Rohingya lainnya, ia tak memiliki akta kelahiran sama sekali. Ayahnya mengaku menjadi korban kekerasan junta militer Myanmar dan kemudian kabur ke Malaysia pada 1994.

Beberapa tahun kemudian, ia dan anggota keluarganya yang lain menyusul dengan perahu dan truk. Kala itu, Sharifah masih berusia enam tahun dan ayahnya hampir tak mengenalinya. Kehidupannya pun tak membaik.

"Aku menangis, tak ada yang mau bermain denganku. Ketika seseorang mencoba mengobrol denganku, yang lain berkata, hei jangan bicara dengannya, dia adalah pengungsi, kulitnya hitam, dia datang ke Malaysia untuk mengambil apapun yang kita punya," kata Sharifah.

Ia tak menyerah. Meski harus pindah ke sekolah khusus pengungsi—bersifat tidak formal— tapi ia sanggup mendapat nilai tertinggi dan perlahan-perlahan mendapatkan teman bermain. Sharifah juga menyadari bahwa Malaysia tak mengakui mereka secara resmi sebagai pengungsi.

Baca juga: Bertemu Aung San Suu Kyi, Paus Fransiskus Tak Sebut Rohingya

Sharifah mengajarkan pemberdayaan perempuan.

Pengungsi Rohingya Ini Ajarkan Pemberdayaan PerempuanFacebook Rohingya Women Development Network

Oleh karena itu, ia ingin berbuat sesuatu. "Aku menyadari kami tak memiliki sebuah organisasi perempuan Rohingya yang membela perempuan—menjadi suara perempuan," ujarnya seperti dikutip dari Al Jazeera. Setelah berkiprah dalam pendidikan informal untuk perempuan, ia pun mendirikan Jaringan Pengembangan Perempuan Rohingya tahun 2016 lalu.

"Untuk hidup di Malaysia, ya kamu bisa hidup, tapi kamu tak punya masa depan. Kamu tinggal di dalam sebuah kotak. Kamu tak bisa keluar dari kotak itu," tambahnya. Menurut Sharifah, pemberdayaan itu penting untuk mengubah mentalitas bahwa pengungsi perempuan bahwa mereka tak bisa sekolah maupun bekerja.

Melalui organisasi itu, Sharifah tak hanya mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar seperti Bahasa Inggris. Para pengungsi perempuan Rohingya juga belajar tentang kepemimpinan dan bela diri. Ia dan organisasinya punya tujuan besar melalui kelas-kelas tersebut.

Pengungsi Rohingya Ini Ajarkan Pemberdayaan PerempuanFacebook Rohingya Women Development Network

"Kami ingin menghentikan kekerasan domestik. Kami ingin menghentikan pernikahan dini di komunitas kami. Kami ingin membangun pemberdayaan perempuan. Kami benar-benar butuh pemerintah Malaysia untuk mengakui kami," tegasnya, seperti mengingatkan bahwa para pengungsi, jika diberi kesempatan, pasti mampu untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan negara penampung.

Berkat dukungan dari UNHCR dan warga Malaysia lain, kini semakin banyak pengungsi Rohingya yang terdaftar dalam Jaringan Pengembangan Perempuan Rohingya. "Aku berhasil membangun kepercayaan. Para laki-laki khususnya mempercayaiku. Mereka merasa aman mengantarkan istri-istri mereka ke fasilitas kami karena mereka kenal aku," ujarnya.

Misi besar Sharifah dan Jaringan Pengembangan Perempuan Rohingya lainnya adalah mengedukasi pengungsi Rohingya tentang sejarah mereka dan apa yang terjadi sehingga mereka harus mengungsi. "Kami tak bisa menghancurkan identitas kami. Jika kami melakukannya, sangat mudah untuk Myanmar berkata 'mereka benar-benar Bengali,' aku bukan Bengali!" tegas Sharifah.

Baca juga: Myanmar dan Bangladesh Bahas Repatriasi Warga Rohingya

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya