Pemerintah Turki Pecat Lebih dari 10.000 Orang dan Tutup 160 Media

Erdoğan terus memburu pihak yang terlibat dalam upaya kudeta Juli lalu

Pemerintah Turki telah memecat 10.000 orang (termasuk PNS, akademisi dan peneliti) dan menutup 15 media massa akibat dugaan keterkaitan dengan kelompok teroris dan imam Fethullah Gulen yang kini berada di Amerika Serikat. Mereka dituduh terlibat dalam upaya kudeta yang dilakukan pada bulan Juli lalu.

Pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan telah menjadi sebuah rezim otoriter.

Pemerintah Turki Pecat Lebih dari 10.000 Orang dan Tutup 160 MediaANTARA FOTO/REUTERS/Umit Bektas

Dikutip dari Reuters (30/10), Erdoğan menjadi perdana menteri selama sebelas tahun sebelum akhirnya menjadi presiden di tahun 2014. Dia mulai memperluas kekuasaan bahkan mengarah ke pembentukan sebuah rezim otoriter. Dalam sistem pemerintahan Turki, kedudukan presiden adalah sebagai simbol, yang berarti perdana menteri yang menjalankan pemerintahan. Namun, Erdoğan nyatanya jauh lebih kuat dari Ahmet Davutoğlu (perdana menteri sebelumnya) dan Binali Yıldırım (perdana menteri saat ini).

Baik sebagai perdana menteri maupun presiden, Erdoğan sudah berkali-kali menangkap masyarakat sipil yang melakukan protes kepada pemerintah dan para jurnalis yang dia anggap menghinanya. Selain itu, dia juga tercatat pernah memberi denda kepada para pelaku bisnis yang tidak mendukung partainya, AKP. Media sosial seperti Twitter dan Facebook juga menjadi korban dengan dipaksa untuk membuka data-data pribadi pengguna. Tujuannya adalah untuk mencari dan menangkap rakyat Turki yang berkata negatif tentang dirinya, partainya, atau pemerintah Turki secara keseluruhan.

Sejak upaya kudeta yang berhasil digagalkan oleh pemerintah berkuasa pada Juli lalu, presiden yang berusia 62 tahun itu semakin gencar menjalankan perburuan besar-besaran terhadap siapa-siapa saja yang dianggap terlibat di dalam tindakan makar tersebut. Pemilihan rektor universitas pun kini harus berdasarkan persetujuannya. Sejak Juli, ada lebih dari 100.000 orang yang dipecat dari pekerjaannya dan 37.000 orang sisanya dipenjarakan. Erdoğan pun mengeluarkan dekrit untuk memerintahkan penutupan total 160 media massa, mulai dari koran, majalah, hingga digital.

Baca Juga: Polisi Pakistan Tangkap Wanita Afghanistan yang Menjadi Simbol Kekejaman Perang

Oposisi menyebut tindakan Erdoğan​ adalah perbuatan kudeta itu sendiri. Bahkan, ada wacana untuk mengembalikan hukuman mati.

Pemerintah Turki Pecat Lebih dari 10.000 Orang dan Tutup 160 MediaAFP/Adem Altan via abc.net.au

Sezgin Tanrikulu yang merupakan anggota parlemen dari Partai Rakyat Republikan (oposisi) memberi pernyataan melalui akun Twitternya bahwa apa yang dilakukan pemerintah dan Erdoğan justru adalah kudeta langsung terhadap hukum dan demokrasi. Sedangkan Lale Karabiyik, anggota parlemen lain, mengungkapkan kebijakan pemerintah Turki untuk memecat akademisi dan peneliti, serta mengambil alih penunjukkan rektor universitas adalah kudeta terhadap sistem edukasi itu sendiri.

Bukan hanya anggota parlemen, kelompok-kelompok HAM baik di dalam maupun luar negeri, serta banyak negara-negara Barat yang beraliansi dengan Turki mengkhawatirkan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Erdoğan, salah satunya untuk membungkam mereka yang tidak setuju dengannya.

Rezim otoriter Erdoğan pun memperpanjang kondisi darurat hingga pertengahan bulan Januari tahun 2017 karena merasa masih ada ancaman kudeta. Dirinya menyebut bahwa otoritas perlu benar-benar membasmi ancaman yang diberikan Gulen itu. Padahal, Gulen telah dengan tegas menolak tuduhan mengorkestra kudeta Juli 2016. Hingga kini pun tidak ada bukti kuat yang menunjukkan peran orang yang disebut Erdoğan sebagai Osama bin Laden-nya Turki itu.

Berita terbaru menyebut bahwa Erdoğan berusaha untuk mengembalikan hukuman mati yang telah dihapus Turki sejak tahun 2004. Sang presiden mengklaim bahwa rakyat meminta diberlakukannya kembali hukuman mati. Hari Sabtu (29/10/2016) dirinya mengatakan kepada sekelompok orang bahwa hukuman mati akan segera dikembalikan.

Rumor mengenai isu ini sudah hangat setelah kudeta Juli 2016 sebagai usaha kelompok pro-pemerintah untuk meningkatkan kekuatan lalu di saat yang sama mendiskriminasi demonstran dan siapapun yang dianggap mengancam langgengnya kekuasaan Erdoğan dan AKP.

Baca Juga: 2 Mahasiswa yang Ditahan di Turki Akhirnya Dibebaskan!

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya