Konflik Laut Cina Selatan: Tiongkok Siap Perang

Beijing tanggapi serius pernyataan calon menlu AS

Hari Rabu lalu (11/1) pemerintah Tiongkok merilis White Paper atau laporan pemerintah yang berisi informasi tentang sikap negara dalam menghadapai suatu isu tertentu. Laporan itu diberi judul China's Policies on Asia-Pacific Security Cooperation atau Kebijakan Tiongkok tentang Kerjasama Keamanan di Asia-Pasifik.

Pemerintah Tiongkok tegaskan siap berkonfrontasi langsung dengan negara-negara lain.

Konflik Laut Cina Selatan: Tiongkok Siap PerangU.S. Navy/Handout/Reuters via ANTARA FOTO

Dalam White Paper tersebut pemerintah Tiongkok mengklaim "berdaulat penuh atas Kepulauan Nansha dan laut di sekitarnya". Kepulauan Nansha adalah sebutan yang diberikan pemerintah Tiongkok untuk Kepulauan Spratly. Dengan klaim itu, Tiongkok memandang negara-negara lain tak punya legitimasi untuk memperebutkan sejumlah pulau di kawasan ini.

White Paper itu juga menyebut Tiongkok dengan tegas menolak provokasi negara-negara lain atas konflik regional karena kepentingan egois mereka. Meski juga mengaku berkomitmen penuh terhadap penyelesaian konflik secara damai melalui negosiasi dan konsultasi. "Tapi pemerintah Tiongkok juga menegaskan bahwa pihaknya siap memberi respon yang diperlukan terhadap tindakan-tindakan provokatif yang mengganggu kedaulatan teritorial dan hak dan kepentingan maritim Tiongkok," tulis dokumen tersebut.

Pemerintahan Xi Jinping juga ingatkan negara lain agar tak mengesampingkan perdamaian serta stabilitas di Laut Cina Selatan. Ini artinya Tiongkok terbuka pada kemungkinan adanya konfrontasi militer secara langsung bila merasa diprovokasi.

Baca Juga: Waspada Klaim Tiongkok, Pemerintah Indonesia Perkuat Kehadiran Militer di Pulau Natuna

Amerika Serikat dianggap ikut campur dalam persoalan Laut Cina Selatan.

Konflik Laut Cina Selatan: Tiongkok Siap PerangStringer/Reuters/ANTARA FOTO

Pemerintah di Beijing menilai ada beberapa negara yang meningkatkan peran militer mereka di regional (Laut Cina Selatan). Dikutip dari The Jakarta Post, pemerintah AS pun menyatakan akan mengirim lebih banyak kapal perang ke wilayah Asia Timur. Kemudian The Guardian juga melaporkan pernyataan calon menteri luar negeri AS, Rex Tillerson, yang bernada provokatif atas persoalan Laut Cina Selatan.

Dalam rapat dengar pendapat di parlemen AS, Rex menyatakan bahwa Tiongkok harus menghentikan konstruksi pulau buatan di wilayah ini. Rex juga meyakinkan bahwa AS takkan mengizinkan Tiongkok mengakses pulau-pulau tersebut. Menurut Rex, pemerintah Tiongkok telah mengambil atau mengontrol teritori yang bukan milik mereka. Dia bahkan menyamakan langkah Tiongkok dengan Rusia yang mencaplok Crimea dari Ukraina.

Tabloid milik pemerintah Tiongkok peringatkan AS bahwa perang akan terjadi bila negara itu mengganggu aktivitas Tiongkok di Laut Cina Selatan.

Konflik Laut Cina Selatan: Tiongkok Siap PerangMo Xiaoliang/Reuters/ANTARA FOTO

Kemarin (12/1) tabloid milik pemerintah Tiongkok, Global Times, mempublikasikan artikel editorial yang dengan tegas menantang AS berperang bila negara tersebut mengganggu aktivitas Tiongkok di Laut Cina Selatan. Artikel tersebut muncul setelah Rex Tillerson mengeluarkan pernyataan provokatifnya terhadap Tiongkok.

Dilansir dari Reuters, Global Times mengklaim bahwa Rex sebaiknya mempersiapkan strategi-strategi berbasis senjata nuklir bila dia ingin memaksa sebuah negara pemilik nuklir untuk mundur dari wilayahnya sendiri. Artinya, AS harus siap berperang dalam skala besar jika ingin mengimplementasikan pandangan Rex yang ia katakan di depan parlemen. Lebih lanjut, tabloid tersebut juga menilai selain perang skala besar, pendekatan lainnya untuk mencegah akses Tiongkok ke kepulauan itu akan sia-sia.

Pemerintahan Obama dikenal cukup netral dalam persoalan konflik Laut Cina Selatan, meski beberapa kali menantang Beijing dengan patroli kapal perang di wilayah tersebut. Obama juga mengadopsi One China Policy di mana pihaknya menilai Taiwan berada di bawah otoritas pemerintah di Beijing. Sedangkan Trump berkali-kali menunjukkan rasa tidak sukanya pada Tiongkok yang menandakan perubahan arah kebijakan dari pemerintahan sebelumnya.

Baca Juga: Tiongkok Disebut Siap Balas Dendam Jika AS Akui Taiwan sebagai Negara

Topik:

Berita Terkini Lainnya