Kebijakan Boleh Bawa Anak ke Kantor Mudahkan Ibu Modern

Perempuan tidak harus memilih antara mengejar karir atau menjadi ibu

Jakarta, IDN Times - Suatu ketika, Marissa Mayer—saat itu masih menjadi CEO Yahoo—memutuskan untuk menghapus kebijakan boleh bekerja dari rumah bagi seluruh karyawan. Mayoritas, terutama para ibu pun memprotes kebijakan itu.

Pasalnya, mereka semakin sulit untuk membagi antara kehidupan pribadi dengan karir (work-life balance). Para ibu adalah yang paling menjadi korban dari dihapusnya kebijakan itu. Terlebih lagi saat di kantor, hanya Mayer yang boleh membawa bayinya. Ia bahkan punya ruangan menyusui sendiri.

1. Ibu modern vs. ibu tradisional

Kebijakan Boleh Bawa Anak ke Kantor Mudahkan Ibu ModernUnsplash/Tanaphong Toochinda

Salah satu yang membedakan antara ibu tradisional dan ibu modern adalah seberapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk mengurus anak. Selama bertahun-tahun masyarakat memberikan ekspektasi kepada ibu bahwa mereka harus menjadi sosok yang mencurahkan seluruh waktu untuk anak dan keluarga.

Seiring berkembangnya zaman, semakin banyak perempuan yang merasa tak harus memilih antara bekerja atau mengurus anak. Artinya, ibu modern meyakini bahwa mereka bisa membagi waktu antara mengejar karir dan memperhatikan anak.

Baca Juga: Senator Australia Ini Kembali Susui Anaknya Saat Sidang

2. Jumlah ibu yang bekerja semakin meningkat

Kebijakan Boleh Bawa Anak ke Kantor Mudahkan Ibu ModernUnsplash/Scout London

Masalah klasik yang sering dialami oleh ibu adalah mereka harus menyerahkan pekerjaan dan kemudian mengurus keluarga. Jika ingin berkarir, mereka harus mengurangi waktu untuk membesarkan anak.  Namun, setidaknya sejak 2008, jumlah ibu bekerja meningkat pesat.

Menurut data Institut Kesehatan Nasional (NIH), pada 2008 ada 60 persen ibu yang memiliki anak di bawah usia enam tahun bekerja dibandingkan pada 1975 ketika jumlahnya hanya 33 persen. Ini dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi di mana satu keluarga tak bisa hanya mengandalkan satu sumber penghasilan.

Jumlah anak usia nol hingga lima tahun yang tumbuh dengan orangtua tak bekerja turun dari 47 persen ke 37 antara tahun 1979 dan 2008, sedangkan jumlah orangtua yang bekerja penuh waktu meningkat 34 persen ke 42 persen dalam periode yang sama.

3. Ibu modern membutuhkan kebijakan yang mengakomodasi dua peran itu

Kebijakan Boleh Bawa Anak ke Kantor Mudahkan Ibu ModernUnsplash/Barbara Alcada

Dengan kenyataan tersebut, kebijakan yang memudahkan ibu bekerja sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Ini bukan hanya menguntungkan para ibu, tapi juga korporasi atau institusi yang mempekerjakan mereka. Contohnya, Michael Belenky, presiden Zutano.

Produsen pakaian dan mainan anak-anak dari Vermont asal Amerika Serikat, berkata kepada Forbes tentang sisi positif dari izin bekerja di rumah. "Kami menemukan bahwa ketika para karyawan didukung di rumah, mereka menunjukkan performa yang lebih baik dalam hal pekerjaan serta bahagia di kantor. Ibu yang memiliki kesempatan untuk bekerja di samping anak mereka mampu lebih fokus pada pekerjaan tanpa mengkhawatirkan kondisi buah hati mereka di tempat penitipan anak."

Mengganti karyawan yang baru berkeluarga menghasilkan kerugian yang cukup besar untuk perusahaan. Ini terutama bila si karyawan sudah bekerja lama dan memahami seluk-beluk perusahaan. Biaya untuk mencari pengganti dan melatihnya agar memiliki kualitas yang sama lebih tinggi.

4. Semakin banyak organisasi yang mengizinkan para ibu membawa anak mereka ke tempat kerja

Kebijakan Boleh Bawa Anak ke Kantor Mudahkan Ibu ModernUnsplash/Dakota Corbin

Tren ini kian berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Carla Moquin yang merupakan pendiri dan CEO Babies at Work, ada lebih dari 2.100 bayi yang dibawa oleh orangtua mereka ke tempat kerja.

Institusi tersebut tersebar di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru dan Italia. Industrinya pun beragam mulai dari firma hukum, sekolah, hingga lembaga pemerintahan. Di Amerika Serikat sendiri sudah ada lebih dari 200 korporasi yang memberlakukan kebijakan ini.

Goldman Sachs adalah salah satu contohnya. Di kantor mereka di New York, manajemen menyediakan ruangan menyusui untuk para karyawan yang membawa anak mereka. Goldman Sachs juga menyediakan fasilitas penitipan anak bersubsidi. 

Selain Goldman Sachs, Departemen Kesehatan Amerika Serikat juga memberlakukan kebijakan serupa. Sejak 2015 mereka memiliki "Kebijakan Bayi di Tempat Kerja". Kebijakan itu diambil berdasarkan nilai kesehatan jangka panjang dari bayi yang disusui dan dekat dengan orangtua.

Parlemen Islandia dan Australia juga menjadi tempat yang terbilang ramah pada ibu bekerja.  Ini ditunjukkan oleh Unnur Bra Konradsdottir, politisi Islandia yang berpidato sambil menyusui bayinya. Begitu juga dengan Larissa Waters yang menyampaikan sebuah mosi di ruang sidang parlemen sembari menyusui si bayi.

5. Meski demikian, masih ada pro dan kontra di kalangan masyarakat

Kebijakan Boleh Bawa Anak ke Kantor Mudahkan Ibu ModernPexels/Tim Gouw

Walau ada perkembangan terkait kebijakan tempat kerja yang ramah kepada ibu bekerja, tapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan. Masih ada banyak institusi dengan suasana diskriminatif terhadap ibu bekerja. Artinya, bias gender di lingkungan profesional itu masih nyata.

Contoh terbaru adalah ketika seorang politisi Jepang membawa bayinya ke ruang sidang. Ia dipaksa untuk meninggalkan ruangan karena itu dianggap tak sesuai. Padahal, ia tak ingin memilih antara harus menjadi ibu atau wanita karir.

Pihak kantor yang melarang membawa anak meyakini keberadaan mereka bisa mengganggu dan membuat si ibu atau karyawan lain tak fokus. Ada juga yang khawatir bila si anak akan terluka karena lingkungan kantor yang tak aman.

Di Indonesia sendiri kebijakan membawa anak ke kantor masih terbilang sangat langka. Pilihan yang tersedia bagi ibu adalah mereka harus mengundurkan diri atau menitipkan bayi mereka entah kepada nenek atau pengasuh.

Baca Juga: Bawa Bayinya, Politisi Perempuan Jepang Diusir Saat Sidang

Topik:

Berita Terkini Lainnya