Kepada AS, Jokowi Minta Persepsi Islam Sebagai Musuh Dihapus

Permintaan itu disampaikan di depan Raja Salman dan Trump

Presiden Joko Widodo, memenuhi undangan Raja Salman untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Arab Islam Amerika yang digelar di King Abdulaziz Convention Center, Riyadh, Arab Saudi pada Minggu (21/5). 

Tak hanya Raja Salman, Jokowi juga bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Perdana Meneri Malaysia Najib Razak, Raja Yordania Raja Abdullah II, serta Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi. KTT ini sendiri diikuti oleh 55 negara.

Jokowi menyinggung tentang Islam dan perdamaian.

Kepada AS, Jokowi Minta Persepsi Islam Sebagai Musuh DihapusSekretariat Kabinet Republik Indonesia

Seperti dimuat dalam situs resmi Sekretariat Kabinet, Jokowi melihat bahwa KTT Arab Islam Amerika berpotensi mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan AS. Menurutnya, KTT ini juga berpengaruh terhadap AS. Jokowi berharap kedatangan Trump akan menghilangkan persepsi bahwa AS melihat Islam sebagai musuh.

"Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia," kata Jokowi di hadapan para pemimpin negara yang diundang hadir dalam acara tersebut.

Sola Islam dan terorisme, Trump memang kerap kali melontarkan pernyataan kontroversial. Bahkan, beberapa hari setelah dilantik, dia sempat melarang masuknya imigran dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Menurut Trump, negara-negara yang masuk ke dalam daftar hitam itu menjadi sumber teroris dan bisa mengancam keamanan nasional AS.

Baca Juga: Indonesia Perlu Belajar dari Kejamnya Kebijakan Anti-Islam Trump

Ia juga menyebutkan upaya Indonesia untuk mengatasi radikalisme.

Kepada AS, Jokowi Minta Persepsi Islam Sebagai Musuh DihapusSekretariat Kabinet Republik Indonesia

Ada yang menyebutkan bahwa KTT Arab Islam Amerika ditujukan untuk merangkul Trump yang sempat bersuara keras terkait Islam karena dinilai berhubungan erat dengan terorisme. Pasalnya, satu-satunya negara Barat yang diundang adalah AS.

Tak bisa dipungkiri, bahasan tentang Islam dan terorisme yang berakar dari radikalisasi agama sangat kental dalam pertemuan tingkat tinggi ini. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, Jokowi pun menyebutkan tentang upaya Indonesia untuk mengatasi radikalisme.

"Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga mengutamakan pendekatan soft-power melalui pendekatan agama dan budaya," kata Jokowi. Artinya, menurut Jokowi, senjata dan kekuatan militer saja tak akan bisa mengatasi terorisme. Maka, Indonesia berupaya untuk menyeimbangkan senjata dengan agama serta budaya.

Organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) pun wajib diikutsertakan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan radikalisme. "Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran," ucap Jokowi.

Umat Islam harus berperan dalam pemberantasan ideologi-ideologi ekstrem yang berujung pada terorisme.

Kepada AS, Jokowi Minta Persepsi Islam Sebagai Musuh Dihapustwitter.com/setkabgoid

Jokowi berharap umat Islam di mana pun berada ikut serta dalam upaya melawan radikalisme dan terorisme. "Persatuan umat Islam merupakan kunci untuk keberhasilan memberantas terorisme; janganlah energi kita habis untuk saling bermusuhan," tegas Jokowi.

Selain itu, langkah praktis dan sistematis juga perlu dilakukan oleh setiap negara melalui kerja sama yang terus-menerus. Misalnya, pertukaran informasi intelijen, pertukaran penanganan FTF (Foreign Terrorist Fighters atau Pejuang Teroris Asing), serta peningkatan kapasitas.

Yang tak bisa dilupakan juga adalah pentingnya memutus aliran pendanaan. "Semua sumber pendanaan harus dihentikan kita semua tahu banyaknya dana yang mengalir sampai ke akar rumput di banyak negara dalam rangka penyebaran ideologi ekstrem dan radikal. Semua aliran dana harus dihentikan," tambahnya.

Terakhir, Jokowi ingin agar setiap individu menjadi bagian dari solusi, bukan permasalahan. Salah satunya adalah dengan turut serta mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan yang berkontribusi dalam penyebaran ideologi ekstem, serta ikut menciptakan perdamaian dunia.

Baca Juga: Di Oxford, Wapres Sebut Indonesia Bukan Negara Islam

Topik:

Berita Terkini Lainnya