Catatan Kelam Fidel Castro: Sempat Bangun Penjara Ala Nazi untuk Komunitas Gay

Namun keponakan Castro memimpin revolusi LGBTQ

Fidel Castro, pemimpin revolusi Kuba dan menjadi perdana menteri sejak tahun 1959 hingga 1976, kemudian menjabat sebagai presiden dari tahun 1976 sampai 2008, dinyatakan meninggal pada Sabtu (26/11) lalu oleh sang adik Raul Castro. Tak sedikit orang, mulai dari rakyat biasa hingga pejabat negara seperti Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, menyatakan rasa duka sekaligus kekaguman pada sahabat Che Guevara itu.

Namun, Fidel Castro tak selalu revolusioner dalam menumbangkan kapitalisme dan menegakkan komunisme. Diskriminasi sistematis yang melanggar hak asasi manusia mewarnai perkembangan Kuba sejak kepemimpinannya, salah satunya dialami oleh komunitas gay.

Castro menilai kelompok homoseksual tidak memiliki karakteristik revolusioner sejati.

Catatan Kelam Fidel Castro: Sempat Bangun Penjara Ala Nazi untuk Komunitas GayBoris Spremo/Getty Images via huffingtonpost.com

Pada tahun 1965 ketika paham komunisme mulai menyebar luas ke berbagai negara, Castro sempat berkata pada sebuah wawancara bahwa "kelompok gay tak memiliki karakteristik sebagai revolusioner sejati, seorang militan komunis sesungguhnya". Lebih lanjut, menurutnya "melawan kodrat alam itu bertentangan dengan konsep seperti apa seorang militan komunis seharusnya". Secara sederhana, Castro menganggap seorang militan itu harus macho, sementara pria gay tidak, sehingga layak mendapat intimidasi.

Castro (dan Guevara) juga menilai bahwa homoseksualitas itu berlawanan dengan tujuan revolusi. Ia meyakini homoseksualitas adalah produk liberalisme -- sebuah hedonisme yang diusung kelompok borjuis. Oleh karena itu, orientasi seks bukan lagi urusan personal, melainkan bagian dari ideologi politik negara yang didukung (atau dalam kasus homoseksualitas ini dilawan).

Castro mengadopsi kamp konsentrasi ala Nazi untuk memenjarakan komunitas gay.

Catatan Kelam Fidel Castro: Sempat Bangun Penjara Ala Nazi untuk Komunitas GayAP via dawn.com

Pada tahun 1965, Castro membangun sebuah penjara perbudakan yang terinspirasi dari kamp konsentrasi Auschwitz milik Nazi. Nama penjara itu adalah Military Units to Aid Production (MUAP) -- sebuah nama yang tak relevan dengan aktivitas di dalamnya.

Komunitas gay dikirim ke fasilitas ini untuk 'disembuhkan' melalui penyiksaan fisik dan perbudakan. Adanya MUAP juga menjadi ancaman bagi rakyat Kuba yang diam-diam adalah gay agar mereka segera mengubah orientasi seks untuk memenuhi agenda politik dari penguasa baru Kuba.

Slate melaporkan seorang wanita trans-gender yang terluka di bagian mata akibat dilempar larutan asam. Seorang petenis Kuba bernama Margarita Diaz juga sempat dikeluarkan dari tim nasional karena dinilai tak bersikap seperti wanita yang seharusnya feminin.

Tak cukup sampai di situ. Bagi bekas penghuni MUAP yang telah dikeluarkan pemerintah, mereka menerima sebuah kartu penduduk dengan stempel khusus yang menunjukkan bahwa mereka pernah dipenjara karena menjadi gay. Konsekuensinya adalah penolakan hak asasi lainnya seperti akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Bahkan ketika virus HIV menyebar di kalangan gay, reaksi pemerintah sangat tidak manusiawi. Mereka dikarantina ke dalam sanitarium tanpa perlakuan layak. Mayoritas homoseksual diizinkan meninggalkan Kuba untuk pergi ke Amerika Serikat karena mereka dianggap tak pantas berada di Kuba.

Baca Juga: Setelah "Surat Cinta", Kim Jong-un Akan Kirimkan "Hadiah" Pada Trump

Penjara tersebut pada akhirnya ditutup.

Catatan Kelam Fidel Castro: Sempat Bangun Penjara Ala Nazi untuk Komunitas Gayliberationnews.org

MUAP akhirnya ditutup pada akhir tahun 1960-an setelah mendapat rentetan kecaman dari dunia internasional, terutama kelompok sayap kiri. Meski demikian, bukan berarti diskriminasi itu secara otomatis berhenti. Orang-orang yang terbuka mengaku sebagai gay tetap dilarang bergabung dengan Partai Komunis Kuba. Mereka juga masih sangat sulit menemukan pekerjaan. Bahkan, pada tahun 1971 Kongres Nasional tentang Pendidikan dan Budaya menyatakan bahwa "semua bentuk homoseksualitas haram untuk disebarkan". Oleh karenanya, kelompok homoseksual dilarang menjadi guru.

Keponakan Fidel Castro memimpin revolusi LGBTQ di Kuba.

Catatan Kelam Fidel Castro: Sempat Bangun Penjara Ala Nazi untuk Komunitas GayHBO via slate.com

Butuh seorang keponakan Fidel Castro untuk mengubah kebijakan pemerintah Kuba terhadap komunitas LGBTQ di negara tersebut. Mariela Castro, putri Raul Castro, disebut-sebut sebagai tokoh yang paling vokal dalam memimpin revolusi LGBTQ di Kuba. Mariela adalah seorang aktivis sekaligus anggota parlemen Kuba.

Mariela melakukan demonstrasi bersama kelompok LGBTQ Kuba di berbagai tempat. Dia menjadi pemimpin protes yang berteriak bahwa orang-orang LGBTQ juga memiliki hak yang harus dilindungi. Dirinya juga merupakan Direktur Pusat Pendidikan Seks Nasional yang fokus terhadap hak-hak LGBTQ di Kuba.

Mariela diyakini banyak pihak sebagai faktor penentu perubahan pandangan Fidel Castro terhadap komunitas LGBTQ. Pada tahun 2010, Castro berbicara pada koran Meksiko La Jornada dan "meminta maaf atas pelanggaran HAM yang pemerintahnya lakukan terhadap LGBTQ di Kuba, terutama kelompok gay". Dia juga menyatakan bahwa jika ada seseorang yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut, orang itu adalah dirinya.

Kini, Kuba jauh lebih ramah terhadap kelompok LGBTQ dibanding saat Fidel Castro menjabat. Namun, kita tak seharusnya lupa bahwa Fidel Castro, di balik jubah revolusi yang selama masa hidup ia gaungkan, tidak selalu revolusioner dalam penegakan HAM di Kuba, termasuk di antaranya adalah terhadap kelompok gay.

Baca Juga: Pemerintah Israel Tuduh Palestina Terlibat dalam Tragedi Kebakaran Hebat

Topik:

Berita Terkini Lainnya