Facebook Dianggap Mengancam Stabilitas Asia Tenggara

Facebook menjadi tempat penyebaran ujaran kebencian di Myanmar dan Filipina yang berdampak pada kehidupan politik dan sosial.

Naypyidaw, IDN Times - Facebook kembali diasosiasikan dengan hate speech atau ujaran kebencian setelah seorang analis dan peneliti digital, Raymond Serrato, merilis hasil temuannya. Serrato menunjukkan bahwa jumlah ujaran kebencian di Facebook di Myanmar meningkat pesat saat krisis Rohingya terjadi.

1. PBB pernah menyebut Facebook berperan dalam penyebaran ujaran kebencian di Myanmar

Facebook Dianggap Mengancam Stabilitas Asia TenggaraANTARA FOTO/REUTERS/Navesh Chitrakar

Pada 12 Maret lalu pakar HAM dari PBB yang menyelidiki kemungkinan adanya genosida di Myanmar menyebut Facebook memainkan peran dalam menyebarkan ujaran kebencian di sana. Dikutip dari Reuters, Ketua Tim Pencari Fakta PBB, Marzuki Darusman, berkata bahwa Facebook berkontribusi terhadap tingkat permusuhan dan perlawanan serta konflik di Myanmar.

Serrato sendiri mengatakan kepada The Guardian bahwa ia telah meneliti sekitar 15.000 unggahan di Facebook oleh para pendukung kelompok nasionalis garis keras Ma Ba Tha. Hasilnya, ia menemukan unggahan paling awal adalah dari Juni 2016. Jumlahnya kemudian meroket pada 24 dan 25 Agustus 2017. Saat itu adalah ketika militar Rohingya, ARSA, menyerang pemerintah.

Baca juga: Soal Kebocoran Data Pengguna, Mark Zuckerberg Akui Facebook Bersalah

2. Ada peningkatan interaksi hingga 200 persen di Facebook pada waktu-waktu tersebut

Facebook Dianggap Mengancam Stabilitas Asia TenggaraANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hussain

Pemerintah Myanmar sendiri melakukan serangan balasan yang kemudian memaksa lebih dari 600.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Sejumlah bentuk kekerasan juga dilaporkan telah terjadi. Di Facebook, Serrato menemukan ada peningkatan aktivitas secara bombastis di kalangan kelompok anti-Rohingya.

Penelitiannya menunjukkan satu kelompok beranggotakan 55.000 akun mampu menghasilkan peningkatan interaksi sebesar 200 persen. Serrato pun yakin bahwa temuannya mendukung argumen bahwa Facebook "membantu elemen masyarakat tertentu untuk menentukan narasi konflik".

3. Facebook menjadi sumber informasi paling penting bagi masyarakat Myanmar

Facebook Dianggap Mengancam Stabilitas Asia Tenggaraunsplash.com/William Iven

Laporan GSMA pada 2016 menunjukkan bahwa banyak warga Myanmar menilai Facebook adalah satu-satunya pintu masuk untuk informasi di internet. Sebagian besar juga berpendapat bahwa unggahan di Facebook merupakan berita. "Facebook bisa dibilang merupakan satu-satunya sumber informasi online bagi mayoritas orang Myanmar," kata salah satu pakar keamanan siber Yangon kepada The Guardian.

Alan Davis, seorang analis dari Institute for War and Peace Reporting, juga memberikan penilaian buruk kepada Facebook. Davis telah meneliti ujaran kebencian selama dua tahun di Myanmar dan menemukan unggahan di Facebook "semakin terorganisir, menjijikkan, dan lebih termiliterisasi".

Yanghee Lee, salah satu yang terlibat dalam investigasi PBB untuk konflik Rohingya, mengatakan bahwa,"Facebook telah menjadi monster. Dulu memang dipakai untuk membawa pesan publik tapi kita tahu kelompok Buddha ultra-nasionalis punya akun dan suka memercikkan kekerasan serta kebencian terhadap Rohingya atau minoritas lain."

4. Filipina juga diindikasikan mengalami masalah hampir sama dengan Myanmar

Facebook Dianggap Mengancam Stabilitas Asia TenggaraAFP/Ted Aljibe

Maria Ressa, chief executive Rappler, pernah mengingatkan petinggi Facebook di Asia Pasifik bahwa platform tersebut sangat mungkin dieksploitasi oleh kelompok-kelompok tertentu. Dilansir dari Financial Times, Ressa menyebut salah satu yang mungkin melakukannya adalah grup populis.

Ressa memberikan peringatan tersebut pada 2016. "Jika kalian tak mengawasinya, Trump mungkin bisa menang. Kami semua tertawa saat itu," ungkap Ressa. Rappler pun melakukan investigasi yang menunjukkan bahwa para pendukung Rodrigo Duterte mulai menggunakan Facebook untuk menyerang oposisi dan jurnalis.

Ada pula akun-akun palsu yang dioperasikan menjelang pilpres Filipina untuk mempengaruhi publik agar memilih Duterte. Ressa pun meyakini "Facebook sudah berlari ke arah masalah". Ia menambahkan,"Ini adalah kebencian yang disponsori negara secara online di banyak negara."

Ressa sendiri mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap penetrasi Facebook di kawasan. "Asia Tenggara sangat rentan; institusi-institusi kami lemah. mereka menggunakan platform itu untuk membunuh segala bentuk check and balances terhadap pemerintah kita."

Baca juga: Cambridge Analytica Pakai Jutaan Data Pengguna Facebook untuk Kampanye Trump

Topik:

Berita Terkini Lainnya