Disebut "Penyusup", Netanyahu Siap Deportasi 40 ribu Migran Afrika

Jadi, siapa sebenarnya yang pantas dibilang penyusup?

Tel Aviv, IDN Times - Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeluarkan pernyataan kontroversial. Menurut media setempat, Haaretz, Netanyahu memaksa puluhan ribu migran asal Afrika untuk meninggalkan Israel secepatnya.

1. Pemerintah menyetujui rencana untuk memberi mereka pilihan

Disebut Penyusup, Netanyahu Siap Deportasi 40 ribu Migran AfrikaANTARA FOTO/REUTERS/Francois Lenoir

Meir Ben Shabbat, penasihat keamanan nasional Israel, dilaporkan menerima instruksi dari Netanyahu untuk mengurus detil-detil terkait deportasi 40 ribu migran Afrika. Pemerintah sendiri sudah menyepakati rencana untuk memberikan mereka pilihan: dideportasi dengan diberi uang tunai atau mendekam di tahanan selama waktu yang tidak ditentukan.

Dalam rencana itu, pemerintah Israel setuju untuk memberikan uang senilai Rp 47 juta untuk setiap masing-masing migran. Menurut kabinet Netanyahu, uang tersebut adalah insentif agar mereka bersedia meninggalkan Israel dengan sendirinya.

Baca juga: Selfie dengan Miss Israel, Miss Irak Terima Ancaman Pembunuhan

2. Netanyahu menyebut para migran Afrika sebagai "penyusup"

Disebut Penyusup, Netanyahu Siap Deportasi 40 ribu Migran AfrikaANTARA FOTO/REUTERS/Mussa Qawasma

Para migran yang mayoritas berasal dari Sudan dan Eritrea sudah berada di Israel selama beberapa tahun terakhir. Seperti dilaporkan The Guardian, kebanyakan menempati lingkungan kumuh di selatan Tel Aviv. Tak sedikit warga Israel yang kemudian memusuhi mereka.

Netanyahu sendiri menyatakan bahwa mereka adalah penyusup. Ia menegaskan keinginan untuk "mendeportasi penyusup ilegal yang masuk ke Israel sebelum pembangunan perbatasan baru dengan Mesir".

Lebih jauh lagi, Netanyahu berkata,"Kabinet akan menyetujui rencana untuk mendeportasi para penyusup keluar dari Israel. Kami akan meningkatkan pengamanan dan akan mengalokasikan anggaran serta personel untuk mengimplementasikan rencana itu. Aku pikir ini penting untuk dipahami masyarakat bahwa yang kami lakukan benar-benar legal dan sangat penting."

3. Netanyahu menuding mereka adalah migran ekonomi dan bukan pengungsi

Disebut Penyusup, Netanyahu Siap Deportasi 40 ribu Migran AfrikaAmnesty International

Pernyataannya yang menyebut bahwa deportasi itu legal datang dari keyakinannya bahwa 40.000 orang tersebut bukan pengungsi sesungguhnya, melainkan migran yang mencari perbaikan ekonomi dengan meninggalkan negara mereka.

The Independent melaporkan bahwa rencana itu dibuat berdasarkan anggapan bahwa mereka tak hanya mengancam perekonomian warga Israel, tapi juga karakter Yahudi negara itu. "Kami akan mengembalikan selatan Tel Aviv kepada masyarakat Israel. Mereka bukan pengungsi, tapi penyusup yang mencari kerja," kata Netanyahu.

Padahal, masih ada laporan yang menyebut sebanyak 38.000 orang benar-benar terancam keselamatan mereka karena konflik di negara masing-masing. Meski begitu, tak sedikit yang berasumsi itu adalah upaya Netanyahu untuk mengalihkan perhatian dari dugaan keterlibatannya dalam dua kasus korupsi.

Dalam hukum internasional sudah disepakati bahwa negara dilarang keras untuk mengusir pengungsi. Namun, beberapa pemerintah sering mempertanyakan kebenaran status pengungsi mereka. Tak jarang mereka dicurigai sebagai warga biasa yang mencari kesejahteraan di negara lain melalui skema penerimaan pengungsi.

4. Kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) menentang keras langkah Israel

Disebut Penyusup, Netanyahu Siap Deportasi 40 ribu Migran AfrikaAmnesty International

Amnesty International, Association for Civil Rights, serta Centre for Refugees and Migrants memprotes rencana Israel. Mereka menandatangani sebuah surat yang berisi tuntutan agar pemerintah membatalkannya.

Mereka juga mengkritik laporan yang menyebut Netanyahu membuat perjanjian dengan pemerintah Rwanda untuk menerima para migran Afrika. Netanyahu disebut membayar Rp 67,3 juta per kepala agar mereka tidak tinggal di Israel.

"Rwanda bukan tempat yang aman. Semua bukti menunjukkan bahwa siapapun yang diusir dari Israel ke Rwanda mendapati diri mereka di sana tanpa status dan hak, rentan terhadap berbagai ancaman, penculikan, penyiksaan dan perdagangan manusia," tulis para kelompok pembela HAM.

Baca juga: Minta Warga Palestina Pasrah, PM Israel Bawa-bawa Kitab Suci

Topik:

Berita Terkini Lainnya