Halimah Yacob, Capres Perempuan Melayu Pertama di Singapura

Ia menilai dirinya mewakili multikulturalisme dan meritokrasi.

Popularitas perempuan berusia 62 tahun bernama Halimah Yacob melejit usai mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua Parlemen dan anggota Partai Aksi Rakyat. Namanya kian melejit saat mengumumkan pencalonan dirinya sebagai presiden.

Halimah jadi capres Melayu pertama di Singapura.

Halimah Yacob, Capres Perempuan Melayu Pertama di SingapuraNg Sor Luan/Straits Times

Dikutip dari Straits Times, Singapura memiliki aturan di mana komisi pemilihan umum akan mengistimewakan kandidat dari ras tertentu yang belum pernah menjadi presiden dalam jangka waktu lima periode. Dalam kasus ini, ras Melayu adalah salah satunya.

Oleh karena itu pemerintah khusus mengalokasikan pemilu presiden kali ini untuk kandidat dari ras Melayu. Menurut para pengamat, Halimah unggul dibandingkan kandidat-kandidat lainnya. Media pun mulai menyebutnya sebagai presiden Singapura berikutnya.

Pasalnya, dibandingkan dua kandidat lain, hanya Halimah yang dinilai paling punya pengalaman di bidang politik. Meski pemerintah juga mengubah aturan di mana kandidat dari sektor bisnis harus memiliki kekayaan setidaknya $ 500 juta, tapi dua kandidat lain yang merupakan bos dua perusahaan besar tak otomatis masuk kualifikasi.

Baca Juga: Caleg Ini Dipermasalahkan karena Pernah Jadi Model Majalah Dewasa

Halimah membantah ia tak punya kemampuan jadi presiden.

Halimah Yacob, Capres Perempuan Melayu Pertama di SingapuraNuria Ling/Today Online

Aturan terkait pemilu presiden yang mengistimewakan ras tertentu itu sempat ditentang oleh anggota parlemen bernama Tan Cheng Bock. Namun, Mahkamah Agung menolak tuntutannya sehingga aturan tersebut tetap berjalan.

Halimah sendiri mengatakan bahwa dirinya tak sedang di atas angin karena aturan itu, melainkan karena kemampuannya. Kepada Straits Times, ia mengatakan,"[Aturan] ini menunjukkan kita tak hanya berbicara tentang multikulturalisme, tapi juga tentang konteks meritokrasi atau kesempatan untuk semua orang, dan kita benar-benar mempraktikkannya."

Lebih lanjut, Halimah meyakini bahwa Singapura tengah menunjukkan bahwa masyarakatnya bisa menerima orang dari jenis kulit, latar belakang, agama dan posisi apapun selama orang tersebut dianggap mampu berkontribusi.

"Semua kandidat harus memiliki kualifikasi. Jika kita merendahkan persyaratan untuk mereka yang ingin diistimewakan dalam pemilu, ya, berarti kita mengorbankan meritokrasi demi representasi. Kita tidak sedang melakukannya - kriteria yang sama berlaku untuk semua orang," tegasnya.

Pemilu presiden Singapura sendiri dijadwalkan akan diselenggarakan pada September 2017 mendatang.

Baca Juga: Meski Jadi Minoritas, 7 Perempuan Muslim Amerika ini Buktikan Bisa Tetap Berprestasi

Topik:

Berita Terkini Lainnya