Bakal Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel, Donald Trump Dikecam

Lagi-lagi Trump bikin pertanyaan kontroversi...

Amerika Serikat, IDN Times - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump akan mengumumkan bahwa kota Yerusalem adalah ibukota Israel pada hari Rabu (6/12/2017) ini. Banyak pengamat politik yang mengkhawatirkan ini akan memicu "konsekuensi politik yang tidak diinginkan".

Palestina dan Israel tengah diancam kemungkinan kerusuhan akibat langkah politis AS tersebut. Bahkan kedutaan besar AS di seluruh dunia diperintahkan agar meningkatkan keamanan mereka untuk beberapa hari ke depan.

Pegawai pemerintah AS yang bekerja di sana juga diminta tidak mengunjungi daerah Kota Tua dan Tepi Barat sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.

Trump berkilah bahwa keputusan tersebut diambil atas pertimbangan bahwa parlemen dan mayoritas instansi pemerintahan Israel memilih berkantor di kota berpenduduk hampir 900 ribu jiwa itu.

Turut direncanakan pula bahwa kedutaan besar AS akan dipindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun proses tersebut akan memakan waktu selama tiga tahun.

Seorang pejabat Gedung Putih yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan bahwa Trump tidak akan mengikuti praktik presiden-presiden sebelumnya, yang memilih bertindak hati-hati agar tidak terseret dalam pusaran konflik pendudukan Palestina.

"Tampaknya sekarang sudah jelas bahwa lokasi fisik kedutaan AS tidak menjadi salah satu untuk poin dari kesepakatan damai Palestina-Israel. Jadi setelah mencobanya selama 22 tahun, sebuah pengakuan yang harusnya kami lakukan sejak lama merupakan perubahan penting," ujarnya seperti dikutip dari The Guardian.

AS akan menjadi negara pertama yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel sejak David Ben-Gurion mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1948. Perkara tersebut rupanya menjadi salah satu janji pada kampanye Trump dalam pemilihan presiden lalu.

Pengakuan Trump tersebut seolah menegaskan bahwa dirinya adalah pemimpin yang melawan arus. Terbukti beberapa langkah kontroversial seperti keluarnya AS dari kesepakatan iklim Paris, meninggalkan perundingan kerjasama perdagangan dengan negara-negara Eropa dan Asia, serta mengancam akan membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran.

Jelang pengumuman, BBC memberitakan bahwa beberapa pemimpin negara Timur Tengah ramai-ramai memperingatkan Trump.

Melalui juru bicaranya, Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas memperingatkan kebijakan Trump "akan membawa konsekuensi berbahaya dalam proses pembicaraan perdamaian Palestina-Israel, keamanan dan stabilitas kawasan dan dunia."

Raja Abdullah II dari Yordania mengeluarkan pernyataan bahwa keputusan semacam itu akan memiliki dampak yang berbahaya terhadap stabilitas dan keamanan kawasan Timur Tengah, serta akan menghalangi usaha AS untuk melanjutkan perundingan damai Arab-Israel.

"Raja Abdullah menekankan bahwa penerapan resolusi ini akan memiliki implikasi serius bagi keamanan dan stabilitas di Timur Tengah, dan akan melemahkan upaya pemerintah Amerika untuk melanjutkan proses perdamaian dan melukai perasaan orang-orang Muslim dan Kristen," tulisnya.

Raja Salman dari Arab Saudi mengatakan : "Langkah berbahaya semacam itu mungkin akan mengobarkan hasrat umat Islam di seluruh dunia karena status Yerusalem yang agung dan keberadaan Masjid al-Aqsa di sana."

Presiden Mesir, Abdul Fattah al-Sisi, mendesak Trump agar "tidak memperumit situasi di wilayah ini."

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, memperingatkan negaranya bisa memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika AS mengakui Yerusalem sebagai ibukotanya.

Ismail Haniya, pemimpin Partai Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza, mengatakan sebuah pemindahan kedutaan besar AS dan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel akan "melanggar semua batas".

Xavier Abu Eid, juru bicara kelompok politik PLO, menyatakan bahwa ini adalah perkara yang sangat serius dan bisa "membuat hal-hal menjadi tampak lebih buruk dari biasanya".

Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, telah mengatakan kepada Radio Angkatan Darat Israel bahwa pihaknya "bersiap untuk seluruh  kemungkinan", termasuk pecahnya kekerasan. Prancis, Uni Eropa dan Liga Arab juga menyatakan kekhawatirannya.

Meski begitu, pejabat Gedung Putih meyakinkan seluruh pihak bahwa Trump tetap berkomitmen terhadap proses perdamaian antara Israel dan Palestina.

Pihaknya bahkan bersikukuh bahwa keputusan ini dapat mempercepat proses perundingan damai dan menggugurkan posisi AS dalam konflik yang selama ini dianggap tidak jelas.

Turut ditegaskan bahwa AS tidak akan bersikap mengenai fakta bahwa Yerusalem terbagi menjadi dua. Wilayah Kota Tua yang selalu menjadi sengketa, serta letak Bukit Bait Suci milik umat Yahudi dan Masjid al-Aqsa milik umat Islam yang berdekatan kerap menjadi pemicu dari banyak ketegangan.

Menurut The New York Times, mengambil keputusan dengan risiko tinggi seperti ini membuktikan bahwa proses perdamaian Palestina-Israel yang dipimpin oleh menantu Trump, Jared Kushner, telah mencapai sedikit kemajuan. Pihaknya kembali menegaskan berjanji akan tetap melindungi kepentingan pihak Palestina dalam perundingan.

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya