Pengamat: 3 Halaman Pertama Google Tentukan Paham Radikalisme Remaja

Harus pandai mencari sumber informasi

 

Jakarta, IDN Times- Berdasarkan hasil survey yang dirilis Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tercatat bahwa hampir 85% generasi millenials memiliki akses internet. Menariknya, remaja yang tidak memiliki akses internat (15%) malah cenderung lebih moderat dalam melihat fenomena keagamaan.

Selaras dengan itu, pengamat terorisme R. Rakyan Adibrata juga menjelaskan betapa dunia maya sangat mepengaruhi pemahaman kaula muda terhadap radikalisme.

“Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya. Komunikasi lewat sosial media. Penyebaran dengan permasalahan radikal adalah mereka selalu mencari narasi lewat online. Dan kebetulan narasi radikal lebih gampang dicari ketimbang narasi alternatif,” bebernya kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Sabtu (9//12).

Baca juga: 5 Hal Ini Menjelaskan Mengapa Banyak WNI Bergabung Dengan Kelompok Teroris

Pengamat: 3 Halaman Pertama Google Tentukan Paham Radikalisme Remajadailytimes.com

Rakyan mencontohkan bagaimana tiga halaman di Google sangat mempengaruhi pembentukan narasi radikal. “Misalnya, kalau ingin tahu makna jihad itu apa, di halaman pertama sampai ketiga di Google, yang muncul adalah kata jihad yang memiliki referensi kekerasan. Padahal jihad adalah melawan nafsu dalam hati senidiri. Tapi narasi alternatif itu sulit dicari,” pangkasnya.

Betapa kuatnya pengaruh media sosial terhadap remaja juga dipaparkan oleh Badrus Sholeh kepada IDN Times di hari yang sama. Secara lebih spesifik, ia mengaitkan pengaruh salah satu tokoh terorisme yang sebelumnya dikabarkan meninggal.

“Bahrun Naim adalah sosok inspiratif bagi remaja di dunia maya. Di laman Facebook-nya, dia menceritakan bagaimana kemenangan ISISI di Suriah dan janji-janji yang akan diberikan kepada mujahidin Suriah. Dia memiliki kemampuan digital yang unik, seperti di website-nya, dia mengajarkan bagaimana membuat bom dengan bahan-bahan dapur,” kata pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global.  

Narasi ISIS dibentuk oleh Barat

Kendati ISIS saat ini tengah mendapat perhatian dunia, Rakyan mengatakan agar pemerintah tidak terjebak dengan narasi tersebut.

“Narasi yang terbangun saat  ini kan seolah kalau bukan ISIS, (kelompok terorisme lain) menjadi tidak berbahaya. Itu anggapan yang dibangun oleh Barat, bahwa ISIS seolah lebih bahaya dibanding Al Qaeda. Saya selalu mengatakan ini kepada pemerintah,” tambah peneliti terorisme dari Certified Counter Terrorism Practitioner Board di Singapura ini.

Pengamat: 3 Halaman Pertama Google Tentukan Paham Radikalisme Remajaalbawabaeg.com

Bagi Rakyan, Al Qaeda dan kelompok terorisme lainnya juga berbahaya dan memiliki sasaran juang masing-masing. Oleh sebab itu, penting untuk memahami terlebih dahulu makna dari terorisme sebelum menindak lebih lanjut.

“Al Qaeda dan ISIS berbahaya. Mereka menyebarkan paham radikalisme. Hanya saja, untuk sementara ini Al Qaeda dan afiliasinya tidak menggunakan kekerasan seperti ISIS dalam melakukan tindak terorisme. Mereka menggunakan dakwah untuk merebut hati masyarakat. Itu tetap dikatakan terorisme, karena terorisme itu kan alat untuk mencapai tujuan politik (mendirikan negara Islam), apakah agendanya disampaikan dengan rasa takut atau tidak, itu tergantung kelompoknya,” pangkasnya.

Baca juga: Mengapa Suriah Menjadi Tujuan “Berjihad” Masyarakat Indonesia?

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya