Menelusuri Jejak Yahudi di Indonesia, dari Manakah Mereka Berasal?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Meski keberadaanya sebagai entitas keagamaan tidak diakui negara, bukan berarti penganut ajaran Yahudi tidak ada di Indonesia.
Asumsi itu diperkuat dengan sejarah Indonesia yang pernah dijajah Belanda, salah satu negara di Eropa yang banyak ditinggali pemeluk Yahudi.
Monique Rijkers selaku Ketua Hadassah Indonesia mengatakan, ada ratusan penganut Yahudi di Indonesia, namun ketika ditanya soal kepercayaan, mereka kerap tidak mengakuinya.
Bahkan, kebanyakan dari mereka tidak mengisi kolom agama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk (KTP) atau mereka mencantumkan agama lain di kolom itu.
“Padahal Indonesia telah mengakui penghayat kepercayaan,” kata Monique saat menghadiri seminar nasional yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (23/4) lalu.
Poin pembahasan lain yang menarik tatkala membahas Yahudi dan Indonesia adalah, dari manakah sesungguhnya penganut Yahudi ini masuk ke Indonesia. Ingin tahu? Yuk simak di bawah ini:
1. Yahudi Eropa Timur dibawa masuk oleh pasukan perang Belanda
Baca juga: Klaim Yahudi, Yerusalem Tidak Pernah Disebut Dalam Alquran
2. Sebagian Yahudi Indonesia juga dibawa masuk oleh pedagang Arab
Pernyataan di atas turut diperkuat dengan penelitian Hermawati, selaku pengampu mata kuliah Yahudi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Editor’s picks
“Kira-kira abad 13, putra Yahudi dari Oman pernah hadir di Sumatera. Hal ini tidak begitu mengherankan (Yahudi di tanah Arab), karena memang dalam sejarah, Bani Israel pernah berhijrah ke Mesir,” kata Hermawati.
"Ini (adanya penganut Yahudi di Arab) sekaligus mematahkan persepsi kita kalau semua orang Arab beragama Islam," Romi menambahkan.
3. Kota Padang menjadi saksi kebangkitan Yahudi di Indonesia
Pada 1926, Samuel Isaac van Creveld, penganut Yahudi Batavia yang tinggal di Padang, menjadi tokoh yang menggagas terbitnya tabloid Erets Israel. Walau terbit di Tanah Minang, harian dengan bahasa Ibrani ini dipasarkan bagi seluruh bangsa Yahudi Eropa yang mendiami Hindia-Belanda.
“Creveld pada saat itu jeli melihat kalau Padang adalah kota yang kosmopolitan. Sehingga keputusannya untuk menerbitkan harian Yahudi di Padang tidak ditentang masyarakat. Memang ya di Padang itu ada Yahudi, Ahmadiyah, Muhammadiyah, NU, banyak lah itu,” ungkap Romi.
Setelah disebar ke seluruh wilayah Hindia-Belanda, tercatat ada sekitar 600 jiwa yang menjadi pembaca setia ‘Harian Suara Israel’. Pada 1929, muncul survei yang menyebut jumlah Yahudi di Nusantara sebanyak 1.095 jiwa.
Disebabkan problematika eksternal dan internal, Creveld terpaksa memindahkan kantor redaksinya ke Bandung sekitar 1928. “Salah satu alasannya karena Creveld melihat adanya komunitas Yahudi yang serius didirikan di Batavia. Akhirnya dia mencari daerah dekat situ,” kata Romi.
“Creveld adalah orang yang tekun. Dia menerbitkan majalah empat halaman yang memuat seputar Yahudi di Asia Selatan dan Eropa hanya bersama satu temannya yang bertugas sebagai asisten redaksi,” tutup Romi.
Baca juga: Mencari Jejak Keturunan Yahudi di Surabaya