Ketika Manuver Ketua MPR RI Diredam Buya Syafii Maarif

DPR tak pernah bahas RUU LGBT, melainkan RKUHP

Jakarta, IDN Times – Buya Syafii Maarif angkat bicara tentang pembahasan pasal-pasal berkaitan dengan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). “Buya dengan tegas meminta kepada Ketua DPR agar LGBT tidak dilegalkan karena berlawanan dengan jiwa Pancasila,” demikian Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam keterangan tertulis kepada media, Minggu (21/1).  

Bamsoet, politisi Partai Golkar, menyampaikan pesan Buya Syafii yang juga mantan ketua umum Pengurus Pusat Muhamadiyah itu, setelah bertemu di Jakarta, Minggu. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam, hadir juga Romo Benny Susetyo. “Benar, pesan itu disampaikan Buya kepada Ketua DPR,” ujar Benny, ketika dikontak IDN Times, Minggu sore.

Bamsoet juga mengatakan, dalam pertemuan itu dia berjanji akan mundur dari jabatannya apabila LGBT dilegalkan. Pernyataan Buya Syafii yang selama ini dikenal sebagai tokoh Islam moderat, dianggap sebagai upaya meredam debat publik yang terjadi setelah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan, melempar sinyalemen soal lima  fraksi di DPR RI yang menyetujui perilaku LGBT.  

Pernyataan itu menuai kisruh dan bantahan dari sejumlah pihak.  Berikut kronologinya.

1. Ketua MPR RI Zulkifli Hasan sebut ada lima fraksi di DPR setuju perilaku LGBT

Ketika Manuver Ketua MPR RI Diredam Buya Syafii MaarifIDN Times/Rosa Panggabean

Dalam sebuah acara di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sabtu (20/1), Zulkifli Hasan yang juga ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu melempar sinyalemen, bahwa ada lima fraksi di DPR RI menyetujui perilaku LGBT. Sebagaimana dimuat di laman Republika, Zulkifli enggan menyebutkan nama-nama parpol yang fraksinya mendukung LGBT.

Media yang memuat berita itupun tidak melakukan upaya konfirmasi kepada fraksi-fraksi di DPR RI.
Media juga memuat kalimat Zulkifli Hasan juga mengatakan, "Di DPR saat ini dibahas soal undang-undang LGBT atau pernikahan sesama jenis. Saat ini sudah ada lima partai politik menyetujui LGBT." 

Baca juga: UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBT

2. Wakil Ketua Badan Legislatif Bantah DPR Bahas RUU LGBT

Ketika Manuver Ketua MPR RI Diredam Buya Syafii MaarifIDN Times/Margith Juita Damanik

Ucapan Zulkifli  bahwa DPR tengah membahas RUU LGBT dibantah Bamsoet. "Tidak ada pembahasan UU LGBT. Itu masuk dalam pembahasan RUU KUHP," ujarnya.

Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI, Firman Soebagyo mengamini bantahan Bamsoet. Firman yang juga politisi Golkar itu mengatakan sampai sekarang DPR RI belum pernah membahas RUU LGBT.

“Bahkan hampir semua fraksi menolak untuk dimasukkan dalam daftar prolegnas," kata Firman kepada wartawan di Jakarta, Minggu (21/1/2018).

Firman mengakui pernah ada keinginan dari LSM asing yang menawarkan untuk memberikan pendampingan dan masukan tentang RUU LGBT. Baleg menolaknya.

3. Sekjen PPP ingatkan  Ketua MPR jangan pencitraan politik

Ketika Manuver Ketua MPR RI Diredam Buya Syafii MaarifAntara Foto/Reno Esnir

Pernyataan Zulkifli Hasan ditanggapi sekretaris jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani. Lewat akun Twitter @arsul_sani, Sabtu malam, dia berkicau: “Mari isu LGBT jangan hanya jualan atau pencitraan politik saja. Dalam Rapat Timus (Tim Perumus) RKUHP @DPR_RI ya hadir PPP, Nasdem, Golkar, PKS, PKB, PDIP, PD, Gerindra setuju pasal perbuatan cabul LGBT dipidana. PAN & Hanura tdk hadir.”

Kicuan Arsul menanggapi berita yang dimuat di Republika. Dia juga “mention” akun @ZUL_Hasan, akun milik Ketua MPR RI, dan akun ketua umum PPP Romahurmuziy.

Dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu, Asrul yang bertugas di Komisi III yang membidangi masalah hukum dan menjadi anggota Panitia Kerja RKUHP mengatakan, soal LGBT di RKUHP sejauh ini tidak ada fraksi yang menolak. 

Menurut Arsul, dalam pembahasan Buku II RKUHP yang berisi pasal-pasal tentang tindak pidana dimasukkan juga pasal perbuatan cabul yang pelakunya tergolong sebagai kelompok LGBT.

“Pengaturan pidana tentang perbuatan cabul ini dalam rapat Panja Komisi III DPR denganTim Pemerintah diperluas cakupannya. Semula dalam konsep awal RKUHP dari Pemerintah, perbuatan cabul oleh LGBT atau sesama jenis hanya dipidana kalau dilakukan terhadap orang di bawah umur 18 tahun atau anak-anak. Namun FPPP dan FPKS meminta agar pasal tersebut diperluas dan akhirnya ditambah dengan satu ayat baru di mana perbuatan cabul oleh LGBT terhadap orang yang berusia di atas 18 tahun juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan terhadap anak, yakni 9 tahun, dalam hal terdapat kekerasan atau ancaman kekerasan, dilakukan di tempat umum, dipublikasikan dan ada unsur pornografi,” kata Arsul.

Dia menambahkan, meskipun pasal ini sudah memperluas namun FPPP DPR masih ingin lebih luas lagi sebagaimana perluasan pasal perzinahan. “Dalam rapat di tingkat Panja ini, enam fraksi lain setuju dengan usulan perluasan FPPP dan FPKS ini. Keenam fraksi tersebut: Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat, Gerindra dan PDIP. Sedangkan PAN dan Hanura tidak hadir dalam rapat Panja tersebut,” ungkap Arsul.

Dengan melihat hasil rapat Panja RKUHP tersebut, Arsul mempertanyakan pernyataan Zulkifli Hasan, Ketum PAN yang menyatakan hanya 5 fraksi saja yang setuju dengan pasal pidana untuk LGBT. Apalagi PAN tidak hadir dalam rapat Panja yang berlangsung Senin (15/1/2018) sampai Kamis (18/1/2018).

4. Politisi Partai Demokrat juga membantah sinyalemen Ketua MPR RI

 

Ketika Manuver Ketua MPR RI Diredam Buya Syafii Maarifwikdpr.org

Ucapan Zulkifli Hasan juga dibantah politisi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik. Sabtu malam dia juga berkicau di akun Twitter  @esranik, menanggapi pernyataan Ketua MPR itu. Dia mengkonfirmasi bahwa  Rapat Panja RUU KHUP pada tanggal 15-18 Januari 2018, dihadiri delapan fraksi, minus wakil fraksi PAN dan Hanura.  

“Semua fraksi yang hadir dan pemerintah pada Tim Perumus sepakat pasal-pasal percabulan termasuk LGBT dilarang,” kicau Erma.

5.  Pakar hukum ICJR  anggap tidak ada kekosongan hukum dalam pidana LGBT

Ketika Manuver Ketua MPR RI Diredam Buya Syafii MaarifAntara Foto

Usulan perluasan pidana terhadap LGBT dan pernikahan sejenis menguat setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materiil terhadap Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab KUHP yang saat ini berlaku.

Dalam sebuah diskusi yang disiarkan di radio, 14 Desember 2017, pakar hukum pidana Suparji Ahmad mengatakan gara-gara putusan MK itu ada kekosongan hukum lantaran tidak ada instrumen yang bisa menjerat para pelaku LGBT.

Anggara Suwahju, peneliti di Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), membantah pendapat Suparji Ahmad. “Jika dibilang ada kekosongan hukum, itu jelas tidak. Tergantung konteks dan tempatnya. Karena kemarin saya baru dapat informasi perkara, terkait pesta seksual di Jakarta Utara, semuanya dihukum pidana kok. Rata-rata 3 tahun,” kata Anggara kepada IDN Times.

Anggara juga menyoroti hubungan seksual terhadap anak-anak, apapun orientasi seksualnya, itu pasti melanggar hukum. “Jika targetnya anak-anak, itu bentuk perkosaan. Tidak ada urusan lawan jenis atau sesama jenis. Jika ada pemaksaan, termasuk pencabulan juga. Jika di tempat publik, maka itu pelanggaran kesusilaaan,” kata Anggara yang kerap mewakili pihak masyarakat melakukan uji materi ke MK.

Dia mengingatkan, upaya pengenaan hukum pidana, terlepas yang bersangkutan penyuka sesama jenis atau tidak, harus dilakukan secara hati-hati. “Misalnya, ada yang nge-kos berdua sesama jenis. Nanti yang seperti ini bisa jadi perbuatan kriminal. Padahal gak ngapa-ngapain, kan? Bisa saja karena keterbatasan ekonomi, mereka harus tinggal berdua. Dampaknya sangat serius. MK sangat berhati-hati karena dampaknya seserius itu,” kata Anggara. 

*dengan laporan Linda Juliawanti

Baca juga: Unik! Masjid Ini Punya Imam Perempuan dan Terima LGBTQ

 

Topik:

  • Wendy Novianto

Berita Terkini Lainnya