Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPR

Pembahasan RKUHP sudah 95 persen

Jakarta, IDN Times - Petisi berisi penolakan terhadap RKUHP ramai bergulir di Twitter sejak Senin malam (29/1). Petisi berisi kekhawatiran masyarakat akan adanya kriminalisasi terhadap privasi warga negara dalam pembahasan pasal-pasal kesusilaan RKUHP di parlemen.

Salah satunya adalah pasal tentang zina, perluasan makna zina tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 484 ayat (1) huruf e RUU KUHP yang berbunyi "Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dipidana 5 tahun penjara".

Sesuai RUU KUHP tersebut, menurut isi di dalam petisi, semua orang bisa melaporkan perbuatan zina orang lain, sehingga bisa meningkatkan persekusi dan budaya main hakim sendiri. Serta, membuat takut para perempuan dan anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan dan eksploitasi seksual, namun tidak memiliki bukti untuk melapor, karena takut dikenai pidana.

1. RUU KUHP tidak menyasar perempuan dan anak korban pemerkosaan

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRIDN Times/Margith Juita Damanik

Anggota Komisi III Nasir Jamil menuturkan bahwa petisi adalah suatu hal yang wajar dalam demokrasi. Setiap warga negara Indonesia diberikan hak untuk bersikap terhadap suatu kebijakan. Namun, menurutnya, penolakan RKUHP baru dengan alasan mengkriminalisasi perempuan dan anak adalah sesuatu yang mengada-ada dan tidak perlu.

Dirinya juga menjelaskan bahwa dalam Pasal 484 ayat (1) huruf e tidak untuk perempuan dan anak-anak korban pemerkosaan. "Kalau berkaitan dengan perempuan dan anak korban perkosaan ataupun pelecehan seksual, jelas pasal ini tidak menyasar mereka. Jadi ini suatu hal yang berbeda," kata Nasir kepada IDN Times, Selasa (30/1).

Nasir menambahkan, bagi korban pemerkosaan dan pelecehan seksual, justru harus diberikan perlindungan dan upaya penyembuhan. "Jika ada bukti dan sebagainya, kan ada Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK) yang memiliki fungsi memberikan perlindungan kepada mereka," katanya.

Baca juga: DPR Sarankan Kebijakan Visa Dievaluasi

2. DPR akan mencari rumusan sebaik mungkin

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRIDN Times/Margith Juita Damanik

Menanggapi adanya petisi tersebut, Anggota Komisi III lainnya, Tufiqulhadi, mengatakan DPR akan berusaha mencari rumusan sebaik mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman. Taufiq juga berpendapat, bahwa masalah diskriminasi terhadap perempuan dan anak harus ditutup celahnya.

"Saya sepakat, potensi untuk mendiskriminasikan perempuan dan anak-anak harus ditutup celahnya. Kami akan mencari rumusan sebaik mugkin. Sejauh ini, soal zina masuk delik aduan. Dan itu kami anggap paling tepat," ujar Taufiq kepada IDN Times.

3. Masyarakat dianjurkan membaca kembali RUU KUHP

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRIDN Times/Margith Juita Damanik

Sementara anggota Komisi III Arteria Dahlan meminta masyarakat yang membuat petisi dan menyetujuinya untuk membaca kembali RUU KUHP yang sedang dipermasalahkan.

"Ya saya suruh baca dulu mereka. Baru komentar. Justru kita melindungi perempuan dan anak. Justru dengan RKUHP ini, bernuansa perlindungan anak dan perempuan," kata Arteria saat dihubungi IDN Times, Selasa (30/1).

4. Pembahasan RUU KUHP dilakukan secara terbuka 

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRIDN Times/Margith Juita Damanik

Arteria mengungkapkan, mengenai perancangan UU KUHP dilakukan DPR secara terbuka dan transparan sejak 2 tahun lalu.

"Kalau pembuatannya, 2 tahun itu kami sangat terbuka mengundang semua pihak. Dua tahun itu semuanya kami undang, bukan hanya tokoh agama. Pegiat HAM, pegiat kemanusiaan dan tokoh perempuan. Semuanya kami undang," ungkap Arteria.

5. Kenapa pasal zina dibuat?

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Nasir Jamil mengatakan pasal tersebut sebenarnya adalah pasal yang ditunggu-tunggu banyak warga sebagai cerminan negara berketuhanan berdasarkan Pancasila. Rumusan tersebut diambil juga dari nilai moral bagi kehidupan HAM di Indonesia.

"Jadi rumusan ini diambil dari moral yang hidup di Indonesia, khususnya yang ada dalam agama-agama," jelas Nasir.

6. Apa akibatnya jika tidak ada RUU KUHP Pasal 484?

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRIDN Times/Margith Juita Damanik

Menurut Nasir, selama ini berdasarkan KUHP Belanda, zina atas dasar suka sama suka dan belum memiliki ikatan perkawinan tidak dapat dipidana. Akibatnya, perilaku sex bebas begitu merajalela, khususnya pada remaja.

"Akibatnya, banyak yang hamil di luar nikah, bahkan kemudian banyak yang aborsi ataupun membuang bayi yang lahir dari perilaku sex bebas tersebut," terang Nasir.

Dengan demikian, tambahnya, pasal ini mengandung dimensi penerapan moral beragama bangsa Indonesia sekaligus sebagai politik hukum untuk mencegah terjadinya sex bebas yang meresahkan.

"Jadi pasal ini dipertimbangkan mendalam demi masa depan rakyat, khususnya remaja yang lebih baik," kata dia.

7. Seberapa jauh RKUHP sudah berjalan?

Ramai Soal Petisi Penolakan RKUHP, Ini Jawaban DPRANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Arteria mengungkap bahwa perumusan RUU KUHP sudah sampai 95 persen, dan tinggal menunggu keputusan.

"Sudah sampai 95 persen, tinggal diketok aja, kecuali ada tambahan, nah ini harus dibahas lagi pada masa sidang kalau itu mau dimasukkan pada RKUHP," ungkapnya.

Taufiqulhadi juga mengamini perkataan Arteria, bahwa perumusan RKUHP tinggal selangkah lagi, dan akan disahkan dalam Paripurna.

"Sudah hampir selesai. Kami harapkan Kamis Rapat Kerja di Komisi III, maka tuntas. Maka langsung dibawa Paripurna," jelas Taufiq.

Baca juga: Ini 3 Pernak-Pernik yang Hilang di DPR Setelah Kepergian Setya Novanto

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya