Lagi-Lagi, Setya Novanto Bantah Ikut Campur Dalam Penganggaran e-KTP

Setya Novanto gak ngaku malah menimpakan kesalahan ke orang yang sudah meninggal

Jakarta, IDN Times - Terdakwa Setya Novanto membantah memiliki peranan penting dalam kasus mega korupsi KTP Elektronik yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun. Novanto mengaku tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam proses penganggaran proyek tersebut. 

Sebab, sejak awal yang banyak terlibat adalah Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah. Hal itu disampaikan oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut ketika membacakan nota pembelaan di sidang lanjutan kasus korupsi KTP Elektronik pada Jumat (13/4) di Pengadilan Tipikor. 

Apa dasar Novanto mengatakan hal tersebut? Lalu, mengapa Novanto menyesali pertemuan yang terjadi di Hotel Gran Melia pada tahun 2010 lalu? Padahal, dalam surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum, tertulis Novanto akan membantu untuk mengawal proyek KTP Elektronik. 

1. Bantah ikut campur dalam proses penganggaran dan usulan pembiayaan proyek KTP Elektronik 

Lagi-Lagi, Setya Novanto Bantah Ikut Campur Dalam Penganggaran e-KTPANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Menurut Novanto, yang berperan paling dominan dalam proses penganggaran proyek KTP Elektronik adalah Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah. Bukan di DPR. Parlemen baru berperan ketika ada perubahan sumber pembiayaan dari pinjaman hibah luar negeri menjadi APBN murni. 

Kalau pun ada beberapa pertemuan yang ia ikuti, tidak serta-merta membuktikan mantan Ketua DPR tersebut ikut campur dalam proses penganggaran. Apalagi hingga meminta fee sebesar 5 persen dari total anggaran proyek. 

"Peran pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri lah yang paling dominan dalam pembahasan e-KTP, khususnya dalam sumber pembiayaan. Bukan DPR (yang paling dominan). Mengapa demikian? Pertama, sumber pembiayaan penerapan e-KTP berasal dari pinjaman luar negeri atau PHLN," ujar Novanto. 

Pemerintah pula, kata dia, yang mengusulkan agar sumber pembiayaannya diubah dari yang semula hibah pinjaman luar negeri menjadi APBN murni. Di sinilah peran DPR masuk. 

"Tapi, itu pun hanya membutuhkan persetujuan, Yang Mulia," kata Novanto. 

Terkait dengan pemberian fee dari Kementerian Dalam Negeri dan para pengusaha konsorsium proyek e-KTP dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya. Pembahasan itu dilakukan antara Andi Agustinus, Irman (mantan Dirjen Kependudukan Sipil), Diah Anggaraeni (Sekjen di Kemendagri) dan almarhum Burhanudin Napitupulu (Ketua Komisi II) pada tahun 2010 lalu. 

"Dengan demikian, sangat jelas bahwa kesepakatan pemberiaan fee pada Komisi II DPR terjadi tanpa sepengetahuan saya. Apalagi kesepakatan itu terjadi sebelum Andi Agustinus mengenalkan saya kepada Irman di Hotel Gran Melia," katanya lagi. 

Ia pun membantah pernah menjadi insiator dari permintaan fee tersebut. 

Baca juga: Breaking: Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara

2. Novanto mengklaim dirinya terseret dalam pusara korupsi KTP Elektronik 

Lagi-Lagi, Setya Novanto Bantah Ikut Campur Dalam Penganggaran e-KTPANTARA FOTO/Rosa Panggabean

Pria berusia 62 tahun itu lagi-lagi membantah tahu soal adanya mega korupsi di proyek KTP Elektronik. Ia menilai bisa terseret dalam kasus itu, karena bersedia menemui Irman dan Diah Anggraeni di Hotel Gran Melia pada tahun 2010 lalu. 

"Saya sungguh menyesali pertemuan yang terjadi di Hotel Gran Melia. Kalau saja saya tidak bersedia ditemui Irman, Andi Agustinus dan Diah Anggraeni, mungkin saja saya tidak akan terlibat jauh dalam proyek e-KTP hingga duduk di kursi pesakitan ini," kata Novanto. 

Lagipula sejak awal menurut Novanto pihak yang berkomitmen untuk memfasilitasi anggaran adalah Andi Agustinus. Bukan dirinya seperti yang tertulis di surat dakwaan dan tuntutan. 

"Menurut informasi, Andi Agustinus adalah orang dekatnya Diah Anggraeni, Sekjen di Kemendagri. Itu terbukti ketika Diah mengatakan Andi adalah sosok pengusaha yang baik dan memiliki komitmen," tutur dia. 

Pernyataan Novanto itu berbeda dengan yang pernah disampaikan Diah di ruang persidangan. Ia mengatakan Andi justru dikenal di DPR memiliki hubungan yang dekat dengan Novanto. Bahkan, ia kerap terlihat bolak-balik di ruangan Novanto. 

3. Menuding Johannes Marliem menjebak dengan merekam setiap pertemuan secara diam-diam 

Lagi-Lagi, Setya Novanto Bantah Ikut Campur Dalam Penganggaran e-KTPANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dalam pembacaan nota pembelaan, Novanto turut menyalahkan pihak lain yang juga sudah tiada. Dia adalah Direktur PT Biomorf Lone, Johannes Marliem. Perusahaan Marliem ikut terlibat dalam pengadaan produk AFIS merek L-1. Di dalam surat dakwaan, Marliem disebut ikut diperkaya hingga US$ 14,8 juta dari keterlibatannya di proyek KTP Elektronik. 

Sebagai imbal baliknya, Johannes lah yang disebut mengirimkan uang senilai US$ 7,4 juta melalui rekening sahabat Novanto, Made Oka Masagung dan Irvanto Pambudi di Singapura. 

Memang terungkap di persidangan, selama bertemu dengan Novanto, Marliem merekam secara diam-diam pertemuan tersebut. Sejak awal terlibat, Marliem sudah mencium aroma yang tidak beres di proyek KTP Elektronik. 

Sebagai jaminan, ia pun merekam banyak pertemuan yang membahas proyek KTP Elektronik. Tapi, di mata Novanto apa yang dilakukan Marliem merupakan sebuah jebakan. Situasi itu, jelas memperburuk situasi Novanto. 

"Johannes Marliem dengan maksud tertentu telah dengan sengaja menjebak saya dengan merekam setiap pertemuan dengan saya," kata dia. 

4. Meminta maaf kepada KPK karena dianggap bersikap tidak kooperatif

Lagi-Lagi, Setya Novanto Bantah Ikut Campur Dalam Penganggaran e-KTPANTARA FOTO/Rosa Panggabean

Sebelum masuk ke pokok pembacaan nota pembelaan, Novanto terlebih dahulu mengucapkan maaf kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim. Sebab, selama proses penyidikan, Novanto dianggap tidak bersikap kooperatif dan memberikan pengakuan separuh hati. 

Itu pula yang akhirnya menyebabkan KPK belum mengabulkan permohonan status "justice collaborator" nya. Padahal, Novanto berharap bisa terhindar dari hukuman penjara 20 tahun. 

"Saya ingin menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada majelis hakim apabila selama proses persidangan terdapat tutur kata, sikap dan perilaku yang tidak berkenan. Kepada JPU KPK, apabila saat proses penyidikan dan persidangan sikap saya dianggap tidak kooperatif. Sekali lagi saya mohon maaf," kata dia. 

Sikap kooperatif Novanto ini juga sempat disinggung oleh Majelis Hakim, karena ia kerap ngeles ketika ditanya ada aliran uang yang diterimanya. Ketua Hakim Yanto bahkan mengingatkan Novanto perbedaan istilah "whistle blower" dengan "justice collaborator". 

Baca juga: Terungkap, Setya Novanto Dalam Keadaan Sadar Saat Tiba di Rumah Sakit

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya