Menikmati Indahnya Keberagaman Semarang melalui Wisata Religi

Yang bukan muslim pun mengagumi arsitektur masjid

Semarang, IDN Times-Jam menunjukkan sekitar pukul 15.00 wib saat sampai di Kota Lama Semarang, Rabu (28/3).

Meski waktu menunjukkan sore, matahari di ibu kota provinsi Jawa Tengah ini, masih cukup terik. Tak heran, sebuah taman yang ada di lokasi Kota Lama menjadi pilihan berteduh sejenak sebelum meneruskan penelusuran ke kawasan yang penuh dengan kisah sejarah ini.


1. Gereja blenduk apa kabarnya sekarang?

Menikmati Indahnya Keberagaman Semarang melalui Wisata ReligiIDN Times/Sugeng Wahyudi

Lokasi pertama yang menarik mata untuk dikunjungi adalah Gereja Blenduk. Ini lantaran bangunannya yang menonjol di antara bangunan lain dan letaknya juga persis di sebelah taman. Bangunan bercat putih ini memiliki kubah berwarna cokelat, yang kemudian menjadi asal muasal penamaan populernya: blenduk.

Dalam bahasa Jawa blenduk berarti menonjol, istilah yang kemudian lebih dikenal masyarakat ketimbang nama asli gerejanya. Padahal nama asli gereja kristen tertua di Jawa Tengah ini adalah Gereja GPIB Immanuel.

Gereja dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Letak persisnya di Jl. Letjend Suprapto 32, kawasan Kota Lama.

Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gereja Nederlandsche Indische Kerk. Gedung ini diperbaiki pada tahun 1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan sekarang.

Arsitek pembangunannya adalah HPA De Wilde dan Wwestmas. Gedung ini, sebagaimana keterangan dalam prasasti di dalamnya, direnovasi lagi antara 2002-2003 dengan doa persembahan Edward Ernest Neloe.

Hingga sekarang gereja masih digunakan untuk peribadatan dan beragam kegiatan umat lainnya. Gereja saat ini dipimpin Pendeta Ny. Helen G.F. Luhulima-Hukom, M.Th. Ia adalah pendeta ke-96 yang memimpin Gereja Blenduk. Pendeta Helen tinggal di rumah dinas yang berada persis di samping gereja.

Selain masih aktif digunakan untuk peribadatan, interior di gereja juga masih tampak terawat. Bangku-bangku perpaduan kayu dan rotan yang digunakan untuk jemaat masih kuat dan tertata rapi di ruangan. Keramik tua-nya pun masih mengilap dan terawat. Ornamen keramik khas membuat siapa pun yang memandang dibuat kagum.

Menikmati Indahnya Keberagaman Semarang melalui Wisata ReligiOrgel pila di dalam gereja. IDN Times/Sugeng Wahyudi

Salah satu yang khas dari gereja ini adalah alat musik orgel pipa yang usianya sudah sangat tua. Terletak tangga atas, keberadaan orgel tersebut cukup memberikan kesan musikalitas tinggi dari gereja ini. Sayang, orgel sudah tidak berfungsi dan sekarang hanya dipajang saja sebagai bukti sejarah.

Disebutkan penyebab rusaknya orgel pipa yang diimpor dari Jerman itu karena karat yang disebabkan angin laut yang masuk melalui ventilasi gereja. Letak gereja di kawasan pantai, sekitar 10 km dari pantai membuat korosi yang menyerang alat musik tak bisa dihindarkan.

Meski merupakan tempat peribadatan umat Kristen, gereja ini terbuka untuk siapa saja yang ingin melihat sejarah dan isi di dalamnya selama tidak sedang dilakukan peribadatan.

Pada pintu masuk dan keluar terdapat kotak yang tertulis, "Kotak Persembahan Pengunjung untuk Pemeliharaan Gedung Gereja". Pengunjung yang masuk silakan mengisi kotak semampunya.

Baca juga: Menjelajah Lawang Sewu, Dulunya Wisata Mistis kini Hits dan Instagramable


2. Ketika selfie di masjid menjadi tren
 

Menikmati Indahnya Keberagaman Semarang melalui Wisata ReligiIDN Times/Istimewa

Waktu menujukkan pukul 16.30 wib ketika IDN Times tiba di Masjid Agung Jawa Tengah. Suasana di area masjid ternyata ramai pengunjung yang hendak berziarah atau melaksanakan salat. Selain peziarah yang didominasi orang tua, banyak juga pengunjung anak muda yang sore itu berada di area masjid.  

Dengan smartphone di masing-masing tangan, mereka rupanya hendak memanfaatkan momentum matahari terbenam atau sunset. "Berfoto saat matahari terbenam di sini katanya bagus," kata Dwi Ahmad pengunjung anak muda. Dwi dan teman-temannya yang masih duduk di bangku SMA menaiki tangga demi tangga masjid menuju pelataran yang menjadi lokasi foto paling hits. 

Arsitektur bangunan ditambah sinar matahari yang mulai berarak ke barat memang kombinasi pas bagi foto-foto anak muda zaman now yang hits di akun media sosial Instagram.

Perlu dicatat bangunan di pelataran masjid yang memukau itu tak lepas dari sentuhan gaya Romawi, yang tampak dari bangunan 25 pilarnya sebagai simbol nabi dan rasul. Pilar-pilar bergaya koloseum Athena di Romawi dihiasi kaligrafi indah.

Di gerbang tertulis dua kalimat syahadat, lalu pada bidang datar tertulis huruf Arab Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti“.

Selain arsitektur dan kemegahan bangunannya, hal lain yang menarik dari masjid ini adalah keberadaan enam payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi. Tinggi masing-masing payung elektrik adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung elektrik akan dibuka setiap salat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha dengan catatan kondisi angin tidak melebihi 200 knot.

Tak cuma berfungsi sebagai tujuan wisata religi, Masjid Agung Jawa Tengah, juga kerap dimanfaatkan warga sekitar untuk berolahraga. Seperti tampak sore itu, banyak warga sekitar berolahraga joging mengitari halaman masjid yang luas. Masjid ini juga tumbuh menjadi pembangkit ekonomi sekitar seiring keberadaannya sebagai destinasi wisata.

Tiap akhir pekan, kata Fajar, sopir biro perjalanan asal Semarang, area depan masjid sepanjang jalan masuk dimanfaatkan untuk lokasi perjualan pedagang kaki lima. Beragam barang dijajakan, mulai produk fashion, elektronik dan lainnya.

3. Semarang kota keberagaman

Menikmati Indahnya Keberagaman Semarang melalui Wisata ReligiIDN Times/ Istimewa

Selain Masjid Agung dan Gereja Blenduk, Kelenteng Sam Poo Kong juga menjadi salah satu destinasi wisata religi lainnya di Semarang. Keberadaan petilasan ini sekaligus menjadi bukti akan keberagaman di kota yang juga dikenal dengan sebutan Kota Lumpia ini. 

Kelenteng Sam Poo Kong adalah tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Tanda yang menunjukjan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan adalah ditemukannya tulisan berbunyi "Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan alquran yang ada di dalamnya."

Baca juga: 11 Makanan Kaki Lima Paling Hits di Semarang, Wajib Dicicipi!

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya