UU MD3 Tak Halangi Langkah KPK Berantas Korupsi

Maju terus KPK memberantas koruptor!

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) yang disahkan parlemen Senin 12 Februari lalu, tidak akan menghentkan langkah pemberantasan rasuah.

Sebab, pada Pasal 245 yang membahas hak imunitas bagi anggota parlemen terdapat beberapa pengecualian. Apa saja isi pengecualian itu? 

1. KPK tetap bisa memanggil anggota DPR tanpa izin Presiden dan MKD

UU MD3 Tak Halangi Langkah KPK Berantas KorupsiIDN Times/Margith Juita Damanik

Pasal yang membahas mengenai hak imunitas tertuang di Pasal 245. Di sana terdapat dua ayat. Ayat pertama berbunyi "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 224, maka harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)."

Sedangkan di ayat kedua, terdapat pengecualian dan hak imunitas tidak berlaku bagi anggota DPR yang melakukan beberapa tindak kejahatan yakni tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan kemanusiaan dan keamanan negara dan disangka melakukan tindak pidana khusus.

Dalam debat dengan anggota Komisi III DPR Erna Suryani Ranik pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa 13 Februari lalu, terungkap bahwa anggota parlemen tidak bermaksud berlindung di balik Pasal 245. Ia bahkan mempertanyakan sikap lembaga anti-rasuah yang seolah-olah memposisikan diri mereka sendiri kerap dizalimi DPR.

"Padahal, kami tidak pernah bersikap begitu. Kok kesan nya DPR ini zalim sekali ke KPK," kata Erna.

Kepastian tetap bisa memproses kasus korupsi disampaikan juga oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada Selasa lalu. 

"Kalau benar UU itu mengecualikan tindak pidana khusus, maka itu artinya KPK tidak membutuhkan izin presiden atau rekomendasi dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), kalau ingin memproses anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana korupsi," ujar Febri. 

Baca juga: UU MD3 Disahkan, Masyarakat Masih Boleh Kritisi Kinerja DPR

2. KPK tidak pernah memanggil paksa di tahap penyelidikan

UU MD3 Tak Halangi Langkah KPK Berantas KorupsiIDN Times/Linda Juliawanti

Febri juga menjelaskan selama ini KPK tidak pernah memanggil siapa pun secara paksa, kalau proses kasus masih tahap penyelidikan. Yang benar, kata dia, lembaganya mengundang beberapa orang karena keterangannya dibutuhkan untuk mengklarifikasi.

"Pemanggilan baru dikenal ketika kita sudah bicara pada proses penyidikan. Di proses penyidikan, tentu sudah diketahui siapa tersangkanya, sudah ada dugaan tindak pidana korupsi apa yang dilakukan," kata mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. 

3. Revisi UU MD3 diprotes aktivis hingga partai

UU MD3 Tak Halangi Langkah KPK Berantas KorupsiIDN Times/Teatrika Putri

Revisi UU MD3 itu menimbulkan protes sejumlah pihak. Sebab, banyak pasal yang diubah, yang dianggap hanya untuk mengakomodir kepentingan anggota parlemen. Selain Pasal 245, masih ada Pasal 122 huruf k dan Pasal 73 yang dipermasalahkan.

Pasal 122 huruf k berisi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dapat mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan kehormatan anggota DPR dan DPR sebagai institusi. Sementara, Pasal 73 mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.

Melihat hal itu, beberapa aktivis yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil kemudian membuat petisi menolak revisi UU MD3. 

"Meski DPR tahu bahwa masyarakat akan banyak menentang, tapi mereka tetap mengesahkan UU MD3, mungkin, karena itu disahkan secepat kilat," tulis petisi itu. 

Bahkan, revisi itu didukung delapan partai besar di negeri ini. Koalisi organisasi masyarakat sipil mendedikasikan petisi itu kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Hasilnya dalam waktu singkat, petisi itu sudah ditandatangani oleh hampir 89 ribu warga net. Sementara, yang dibutuhkan adalah 150 ribu tanda tangan.

Baca juga: Hati-Hati Kritik DPR Kini Bisa Dipenjara, Ini 6 Pasal UU MD3 Yang Jadi Perdebatan

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya