KPK Geledah Rumah Walikota Non Aktif Malang

Mochamad Anton kembali maju dalam Pilkada 2018

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri kasus pemberian suap dalam pembahasan APBD Perubahan tahun 2015 Kota Malang. Hari ini, Selasa (20/03), penyidik KPK menggeledah dua tempat, yakni kediaman pribadi Walikota Non Aktif Mochamad Anton dan rumah anggota DPRD Yaqud Ananda Gudban. 

Sebelumnya, pada Agustus 2017, penyidik KPK juga menggeledah ruang kerja Anton dan beberapa pegawai Pemda lainnya. Ruang kerja Wakil Wali Kota, Sekretaris Daerah Kota, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial, Asisten Perekonomian serta Asisten Administrasi Umum tak luput dari penggeledahan. Namun, penyidik paling lama menggeledah ruang kerja Anton. 

Para penyidik saat itu diduga mencari bukti soal pembahasan APBD Perubahan tahun 2015. Pada praktiknya, diduga ada pemberian uang suap dari Pemda ke anggota DPRD, agar APBD Perubahan itu bisa rampung. 

Lembaga antirasuah sudah menetapkan Ketua DPRD Kota Malang, Moch Arief Wicaksono, sebagai tersangka. Ia diduga menerima uang suap sebesar Rp 700 juta. Lalu, apakah penggeledahan ini menandakan akan ada tersangka baru yang segera diumumkan?

1. Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti

KPK Geledah Rumah Walikota Non Aktif MalangANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah penggeledahan yang dilakukan tim di dua lokasi itu karena mereka ingin mencari barang bukti yang relevan dengan perkara tersebut. 

"Persoalan nanti dari bukti-bukti tersebut kemudian mengarah kepada pihak lain dan bertanggung jawab, tentu akan kami dalami hal tersebut," ujar Febri di gedung KPK semalam. 

Apakah artinya status Anton dan Ananda sudah naik menjadi tersangka? Febri enggan menjelaskan secara gamblang. Ia hanya menyebut proses penggeledahan itu menandakan kegiatan telah naik ke penyidikan. Artinya, memang ada tersangka baru.

Namun, demi menghindari polemik, Febri meminta kepada publik untuk sabar menanti pengumuman resmi. Kendati di Malang, sudah kencang berhembus Anton dan Ananda akan dijadikan tersangka. 

Baca juga: Kandidat Jadi Tersangka Korupsi, KPU: Pilkada Bisa Jalan Terus

2. Anton dan Ananda ikut kembali dalam Pilkada 2018

KPK Geledah Rumah Walikota Non Aktif MalangIDN Times/Sukma Shakti

Petahana Wali Kota Malang, Mochamad Anton, pernah diperiksa di kantor lembaga antirasuah terkait kasus suap APBD Perubahan tahun 2015. Namun, usai diperiksa pada Agustus 2017, Anton irit bicara. 

Kendati pernah diperiksa KPK dengan status sebagai saksi, tapi tak menyurutkan niat Anton kembali maju sebagai petahana di Pilkada 2018. Anton menggandeng Syamsul Mahmud sebagai calon wakil walikota. Keduanya diusung koalisi empat partai, yakni Perindo, PKB, PKS dan Partai Gerindra. 

Ketua tim pemenangan Anton dan Syamsul, Arif Wahyudi mengaku tidak yakin Anton terlibat dalam pembahasan APBD Perubahan. Sebab, wali kota selalu mengirimkan delegasi untuk membahas anggaran. Jadi, bukan ia sendiri yang melakukan pembahasan. 

"10 tahun saya duduk sebagai anggota DPRD Kota Malang, dan saya tahu persis proses pembahasan anggaran tidak melibatkan wali kota. Itu pula yang saya rasa proses yang terjadi dalam APBD Perubahan," ujar Arif seperti dikutip dari media kemarin. 

Rasa pesimistis juga disampaikan ketua tim pemenangan pasangan Yaqud Ananda Gudban dan Wanedi, Dito Arief. Ananda diduga terkait, karena saat proses pembahasan anggaran itu dilakukan, ia duduk sebagai anggota DPRD.

Dito mengatakan apa pun yang terjadi, proses Pilkada tetap harus berjalan. Dari pada mengandalkan desas desus, ia lebih memilih mendengarkan informasi resmi dari KPK. Dalam Pilkada ini, Ananda-Wanedi diusung oleh empat partai yakni PDI Perjuangan, PAN, PPP dan Hanura. 

3. Ketua DPRD Malang sudah lebih dulu jadi tersangka

KPK Geledah Rumah Walikota Non Aktif MalangIDN Times/Sukma Shakti

Dalam kasus pembahasan APBD Perubahan 2015, lembaga antirasuah telah menetapkan Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka pada (9/08/2017). Selain menerima uang suap untuk pembahasan APBD Perubahan, politisi PDI Perjuangan itu juga diduga menerima uang suap senilai Rp 250 juta dari Komisaris PT ENK, Hendarwan Maruszaman. 

Sementara, uang senilai Rp 700 juta untuk suap pembahasan APBD Perubahan diserahkan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB), Jarot Edy Sulistyono. Selain Arief, KPK juga sudah menetapkan Hendarwan dan Jarot sebagai tersangka pemberi uang suap. Arief juga sudah mengundurkan diri sebagai Ketua DPRD usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. 

Pemeriksaan terhadap kasus ini, kata jubir KPK, masih terus berjalan. Pada Selasa kemarin penyidik memeriksa sebanyak 14 saksi dari unsur DPRD di Polres Malang. 

"Penyidik mendalami dugaan aliran dana yang diterima anggota DPRD lainnya dalam pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun anggaran 2015," kata Febri. 

Baca juga: Wakil Ketua KPK: Penetapan Tersangka Bukan Untuk Halangi Proses Pilkada

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya