Survei: Mayoritas Warga Indonesia Enggan Memilih Pemimpin LGBT

Bagi sebagian besar warga, LGBT adalah penyakit

Jakarta, IDN Times - Lembaga riset SMRC merilis hasil survei mereka yang dilakukan pada periode Maret 2016 hingga Desember 2017 mengenai kontroversi LGBT di Indonesia. Hasilnya, dari 1.220 responden yang ditanyakan, mayoritas setuju bahwa LGBT dilarang di dalam agama. Bahkan, sebagian besar dari mereka berpendapat kalau LGBT merupakan sebuah ancaman. 

Tetapi, yang mengejutkan, walau dianggap sebagai perbuatan yang haram, mereka justru berpendapat kelompok LGBT berhak hidup di Indonesia. Pemerintah pun diminta untuk melindungi mereka.

1. Pergeseran pola pikir

Survei: Mayoritas Warga Indonesia Enggan Memilih Pemimpin LGBTIDN Times/Santi Dewi

Direktur SRMC, Ade Armando, mengaku terkejut ketika mengetahui hasil riset yang dilakukan oleh timnya. Padahal, di riset itu juga ditemukan bahwa sebanyak 53,3 persen responden tidak akan menerima anggota keluarga yang ternyata diketahui memiliki orientasi seksual LGB dan transgender.

Namun, dari data yang dikumpulkan, mereka yang bersedia menerima LGBT datang dari kalangan generasi millenials. Data pada Maret 2016 menunjukkan sebanyak 51,1 persen anak-anak berusia kurang dari 21 tahun bersedia menerima dengan tangan terbuka. 

"Ini memang era pencerahan dan dialog-dialog harus dipelihara mengenai hal ini. Orang harus mulai dilatih bahwa ada beragam cara pandang dan informasi (dalam melihat LGBT)," ujar Ade yang ditemui usai pemaparan hasil survei bertajuk "Kontroversi Publik Tentang LGBT di Indonesia" pada Kamis (25/1). 

Melihat data tersebut, Ade mengaku lebih optimistis terhadap Bangsa Indonesia karena pergeseran pola pikir itu tidak hanya berdampak pada LGBT, tapi juga isu keberagaman lainnya. 

"Dengan begitu, pola pikir yang dulunya menyebut kalau rakyat Indonesia menolak LGBT bisa dipatahkan dengan mudah, karena data yang diperoleh di lapangan justru sebaliknya," kata Ade. 

Dari data itu pula, diketahui responden yang merupakan suku Minang paling keras menentang keberadaan LGBT. Sebanyak 55,6 persen menganggap LGBT tidak berhak hidup di Indonesia. Sementara, sebanyak 72,9 persen responden yang bermukim di Jawa Timur justru berpendapat sebaliknya. 

Sayang, tim Ade tidak menelusuri lebih jauh mengapa suku dan daerah tersebut yang paling pro dan menolak keberadaan LGBT.

Baca juga: Isu LGBT Merebak, Komnas Perempuan: Itu Dipolitisasi

2. LGBT bukan penyakit 

Survei: Mayoritas Warga Indonesia Enggan Memilih Pemimpin LGBTIDN Times/Santi Dewi

dr. Ryu Hasan Sp. BS yang ikut menanggapi pemaparan riset SMRC mengatakan dengan tegas bahwa LGB bukan penyakit yang dapat disembuhkan. Ryu berpendapat lesbian, gay dan biseksual (LGB) adalah orientasi seksual. Lain halnya kalau ia merasa tidak nyaman dengan orientasi seksual.

"Sementara, transgender itu adalah orang yang tidak nyaman dengan orientasi seksualnya. Saya laki-laki tapi saya tidak nyaman dengan kelakian-kelakian saya, nah itu transgender. Sebaliknya, saya perempuan tapi tidak nyaman dengan keperempuanannya, itu namanya transgender. Dalam tataran kedokteran, orang ini sakit karena merasa tidak nyaman," kata Ryu. 

Selanjutnya, yang harus dihilangkan adalah perasaan tidak nyaman yang dimiliki orang tersebut. "Itu baru dari sudut pandang kedokteran murni," tutur dia.

Sementara, Antropolog UI Irwan Hidayat mengatakan warga Indonesia justru sudah lama hidup berdampingan dengan kelompok LGBT walaupun tidak menggunakan istilah itu. Salah satu yang diakui secara sosial adalah 'waria'.

"Keberadaannya diakui publik, walaupun rentan menjadi korban persekusi, karena mereka memilih menjadi waria," kata Irwan. 

3. Ingin hak yang setara 

Survei: Mayoritas Warga Indonesia Enggan Memilih Pemimpin LGBTIDN Times/Santi Dewi

Dalam diskusi tadi, turut dihadiri oleh rekan-rekan dari kelompok transgender. Yulianus Rettoblaut alias Mami Yuli mendorong agar publik tidak justru membully keberadaan LGB dan waria. Menurut dia tidak semua warga LGBT memiliki perilaku yang buruk. 

"Banyak juga (warga LGBT) yang berperilaku baik. Walaupun kami waria, tetapi kami juga memiliki edukasi yang cukup tinggi. Saya sendiri merupakan mahasiswa sebuah universitas yang tengah mengejar gelar doktor," kata Yuli yang disambut tepuk tangan meriah.

Ia juga menggaris bawahi, bukan karena mereka waria, lantas tidak mempraktikan nilai-nilai agama. Karena toh, tetap ada dari mereka yang rajin beribadah. 

Yuli juga mengatakan kelompoknya tidak meminta kepada pemerintah agar pernikahan sesama jenis dilegalkan di Indonesia. Mereka hanya berharap dapat diberi hak yang setara. 

"Itu termasuk hak bagi kami untuk bisa bekerja, mengenyam pendidikan dan hak untuk menyatakan ekspresi. Karena itu dijamin di dalam UU kok," tutur dia.

4. Sulit punya kepala daerah LGBT

Survei: Mayoritas Warga Indonesia Enggan Memilih Pemimpin LGBTsaifulmujani.com

Dalam survei yang dilakukan turut terungkap bahwa responden keberatan memiliki calon pemimpin dengan orientasi seksual LGBT. Angka keberatan itu bahkan mencapai 89,6 persen. Padahal, salah satu kesetaraan yang juga bisa dimiliki kelompok LGBT yakni berhak dipilih sebagai pemimpin dan terlibat di dalam politik. 

Tetapi, Ade menilai hasil tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Kenapa? Karena LGBT dianggap sesuatu yang tidak sejalan dengan nilai-nilai agama. 

Namun, Ade tidak berkecil hati, karena pergeseran ke arah sana bisa saja terjadi. Hal terpenting yakni, publik terus diedukasi bahwa LGBT itu bukan sebuah penyakit.

"Mereka pun bisa saja sebenarnya dimanfaatkan keunggulannya dan kecakapannya untuk negara. Tetapi, itu kan membutuhkan proses. Paling tidak saat ini, mayoritas publik beranggapan pemerintah harus tetap melindungi mereka," kata dia.

5. Isu yang dipolitisir

Survei: Mayoritas Warga Indonesia Enggan Memilih Pemimpin LGBTSukma Shakti/IDN Times

Isu mengenai LGBT kembali menyeruak usai Ketua MPR Zulkifli Hasan beberapa waktu lalu mengatakan ada lima fraksi di DPR yang mendukung fenomena LGBT dalam masyarakat. Pernyataan itu disampaikan dalam sebuah acara di Universitas Muhammadiyah, Surabaya. 

Saat dikonfirmasi, Ketua DPR Bambang Soesatyo justru menyatakan hal sebaliknya. Ia mengatakan seluruh fraksi di DPR menolak LGBT. 

Namun, ia menjelaskan seluruh fraksi di DPR malah ingin memperluas pemidanaan terhadap perilaku seksual LGBT di revisi KUHP. Ade pun menyayangkan isu ini justru menjadi bola liar di publik. Terkesan DPR malah ingin melarang keberadaan LGBT, padahal tidak begitu. 

"Yang ada di revisi KUHP adalah pelarangan perilaku seks tertentu yang dijalankan LGBT yang terkait kekerasan seksual, pemaksaan atau mereka yang berada di bawah umur dan masuk ke dalam area pornografi. Tidak ada niatan sedikit pun di dalam revisi UU yang ingin melegalkan pelarangan LGBT di Indonesia," kata pria yang juga menjadi ahli komunikasi itu. 

Ia pun tidak membantah pernyataan Zulkifli memiliki muatan politis demi kepentingan PAN. 

"Saya rasa memang ada unsur politisasi di situ, karena saat dikejar mengenai fraksi yang ia sebut mendukung LGBT, Zulkifli malah tidak bisa menjawab. Jadi, jelas ini upaya untuk menggalang dukungan bagi partainya dari orang-orang yang masih sensitif terhadap isu ini," katanya. 

Baca juga: Survei SMRC: LGBT Berhak Hidup di Indonesia


 

Topik:

Berita Terkini Lainnya