Setya Novanto Pasrah Kalau Pengajuan 'Justice Collaborator' Ditolak KPK

KPK menilai Novanto tak serius buka keterlibatan pihak lain

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto mengaku pasrah atas permohonan justice collaboratornya (JC) yang belum juga direspons oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Ketua DPR itu mengajukan menjadi saksi pelaku bekerja sama sejak 10 Januari 2018 lalu. 

Dengan mengajukan sebagai JC, maka besar kemungkinan Novanto akan mendapat hukuman yang lebih ringan. Dengan catatan, kalau JC nya dikabulkan oleh lembaga anti rasuah. Sebab, tanpa JC, Novanto terancam bisa mendekam antara 20 tahun hingga seumur hidup. Tentu ia tidak menginginkan hal tersebut. 

Namun, agar JC nya dikabulkan, KPK mewanti-wanti agar Novanto bersikap kooperatif dan membuka pihak lain yang ikut dalam mega korupsi KTP Elektronik tersebut. 

Lalu, sudah sejauh mana perkembangan status JC bagi mantan Ketua Umum Partai Golkar itu?

1. Sampaikan nama Arif Wibowo dan Melchias Mekeng ke penyidik

Setya Novanto Pasrah Kalau Pengajuan 'Justice Collaborator' Ditolak KPK ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dalam persidangan yang digelar pada 19 Februari 2018, Novanto mengaku kepada majelis hakim telah melaporkan fakta-fakta mengenai Arif Wibowo dan Melchias Markus Mekeng ke penyidik. Namun, ia tidak menyebut fakta apa yang telah disampaikannya. 

"Soal Pak Arif dan Pak Mekeng, kami sudah laporkan ke penyidik KPK," ujar Novanto dalam sidang pada hari itu. 

Baca juga: 3 Syarat KPK Jika Novanto Ingin Jadi Justice Collaborator

Arif disebut dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto telah menerima aliran dana proyek KTP Elektronik senilai US$ 108 ribu. Selain itu, politisi PDI Perjuangan itu juga menerima lagi uang senilai US$ 500 ribu dari pengusaha Andi Agustinus untuk dibagikan ke seluruh anggota Komisi II DPR. Pembagian uang itu dilakukan pada periode September-Oktober 2012 di ruang kerja almarhum Mustoko Weni. Tujuannya, agar anggota Komisi II dan Badan Anggaran setuju dengan proyek KTP Elektronik. 

Ketika bersaksi pada 19 Februari lalu, Arif mengaku tidak menerima tas dari seorang pejabat Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri. Namun, belakangan, ia mengklarifikasi dengan menyebut asisten rumah tangganya pernah menerima tas berisi CD. 

"Kalau tas yang isinya CD, saya pernah terima. Tapi, saya lupa, apa tas itu berbentuk ransel," ujar Arif. 

Sementara, ketika proyek KTP Elektronik bergulir, Mekeng menduduki jabatan sebagai Ketua Badan Anggaran. Organisasi ini punya peranan yang penting dalam meloloskan anggaran bagi proyek KTP Elektronik senilai Rp 5,9 triliun. Oleh sebab itu, dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, ia tertulis menerima aliran dana sebesar US$ 1,4 juta. Tentu saja surat dakwaan itu dibantah oleh Mekeng.

Bahkan, apa yang disampaikan oleh terpidana Nazaruddin soal adanya pembagian uang tersebut, Mekeng langsung melabelinya itu hanya keterangan halusinasi. 

2. Sempat nulis nama Ibas dan Nazaruddin 

Setya Novanto Pasrah Kalau Pengajuan 'Justice Collaborator' Ditolak KPK Fanny Octavianus/ANTARA

Sebelumnya, Novanto sempat terekam kamera membawa buku berwarna hitam dengan catatan nama "Ibas" dan "Nazaruddin". Kedua nama itu kemudian sibuk dikonfirmasi ke KPK soal adanya aliran dana proyek KTP Elektronik . Walaupun pada akhirnya itu hanya strategi media.

Ketika diklarifikasi lebih jauh, Novanto enggan menjelaskan lebih lanjut nama-nama di dalam buku hitamnya itu. Termasuk apakah yang ditulis itu maksudnya "Edhy Baskoro" putra bungsu Presiden ke-6 SBY. 

Sementara, menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, Novanto boleh saja menulis apa pun di buku catatan tersebut. Tetapi, apa yang tertulis di buku tidak akan memiliki makna apa pun kalau tidak disampaikan ke penyidik atau pengadilan. 

Baca juga: Jadi Justice Collaborator KPK, Ini 4 Keuntungan yang Didapat Koruptor

3. Tidak ada informasi yang siginifikan dari Setya Novanto 

Setya Novanto Pasrah Kalau Pengajuan 'Justice Collaborator' Ditolak KPK ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

Niat Novanto untuk mengajukan justice collaborator terkesan tidak serius dan pilih-pilih. Febri pernah mengatakan Novanto hanya mengakui bagian perbuatan di mana ia tidak terlibat. Sementara, yang melibatkan dirinya tidak dia akui. 

Walaupun dalam persidangan pada Senin pagi, Novanto sempat mengakui bahwa salah satu rekaman suara yang dimiliki almarhum Johannes Marliem. Di dalam rekaman suara itu terdengar  Andi Agustinus dan Anang Sugiana tengah merencanakan soal pembagian fee dari proyek KTP Elektronik. Pembicaraan bahkan dilakukan di bagian dapur kediaman Novanto.

Di sana terdengar pembagian fee. Novanto sempat terdengar mengatakan kalau nantinya proyek ini terciduk KPK, maka nilai feenya harus dinaikan menjadi Rp 20 miliar. Menurut Febri, kalau pada akhirnya Novanto bersedia mengakui keterangan di persidangan, maka hal tersebut perlu dilihat sebagai sesuatu yang positif.

"Hakim nantinya akan melihat sikap kooperatif itu dan masuk ke pertimbangan-pertimbangan untuk mengajukan JC," kata Febri pada Senin malam. 

4. Pasrah kalau JC tidak dikabulkan KPK

Setya Novanto Pasrah Kalau Pengajuan 'Justice Collaborator' Ditolak KPK IDN Times/Linda Juliawanti

Lalu, apa reaksi Novanto kalau nantinya pengajuan JC ditolak KPK? Ia mengaku hanya bisa pasrah dan tidak bisa berbuat banyak. 

"Gak ada strategi khusus. Kami udah pasrah. Saya yakin KPK akan memberikan yang terbaik. Kami ikuti semua. Kalaupun tidak dikabulkan, ya itu kewenangan KPK, saya tidak berani ikut campur di sana," kata dia.

Baca juga: Setya Novanto Ingin Jadi Justice Collaborator, KPK: Dia Harus Mengakui Perbuatannya Dulu

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya