MA Vonis Lebih Berat 2 Terdakwa Kasus E-KTP, Begini Tanggapan KPK

Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 15 tahun penjara

Jakarta, IDN Times - Mimpi buruk bagi para tersangka koruptor seolah menjadi kenyataan pada bulan ini. Dua status justice collaborator bagi beberapa tersangka kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP) yang semula dikabulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), justru dicabut pengadilan. 

Pada (3/4) Pengadilan Tinggi Jakarta mencabut status justice collaborator bagi terdakwa kasus e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong. Alhasil, hukuman Andi diperberat dari yang semula delapan tahun menjadi 11 tahun. 

Sementara, ada Rabu (18/4), Mahkamah Agung juga memperberat hukuman bagi terdakwa kasus yang sama, Irman dan Sugiharto. Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri itu masing-masing mendapat vonis 15 tahun. 

Dalam pengadaan proyek KTP Elektronik, Irman bertindak sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Sedangkan, Sugiharto adalah Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK). 

"Perkara nomor 430K/Pidsus/2018 putus kemarin Rabu, 18 April 2018. Untuk kedua terdakwa, dipidana masing-masing 15 tahun dan denda masing-masing Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi, Kamis (19/4), seperti dikutip dari antaranews.com

Lalu, apa komentar KPK terkait putusan MA ini? Apalagi putusan di tingkat tertinggi sudah tidak lagi bisa diganggu gugat.

1. Semua institusi penegak hukum seharusnya memiliki pandangan yang sama mengenai konsep justice collaborator

MA Vonis Lebih Berat 2 Terdakwa Kasus E-KTP, Begini Tanggapan KPKIDN Times/Linda Juliawanti

Pengajuan status justice collaborator bagi Irman dan Sugiharto dikabulkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada 22 Juni 2017. Sayangnya, ketika kasusnya bergulir di Mahkamah Agung, majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkotsar justru mencabut status saksi pelaku bekerja sama tersebut. 

Selain dianulir masa hukumannya, kedua terdakwa juga masih diwajibkan membayar uang pengganti. 

"Uang pengganti terdakwa satu Irman, diwajibkan membayar US$ 500 ribu dan Rp1 miliar. Dikurangi uang US$ 300 ribu yang sudah dikembalikan subsider lima tahun kurungan penjara," ujar Suhadi. 

Sementara, untuk Sugiharto diwajibkan membayar uang pengganti US$ 450 ribu ditambah Rp460 juta. Nominal itu dikurangi US$ 430 ribu yang telah dikembalikan ke KPK dan ditambah satu mobil Honda Jazz yang dihargai Rp150 juta. 

"Kalau tidak bisa memenuhi itu, maka harta bendanya dirampas atau subsider dua tahun kurungan penjara," katanya, lagi. 

KPK mengaku menghormati putusan kasasi di MA. Tetapi lembaga anti rasuah itu berharap ada pemahaman yang sama di antara penegak hukum mengenai konsep justice collaborator. 

"Untuk Irman, Sugiharto dan Andi, kalau kita melihat proses persidangan, mereka sebenarnya berkontribusi cukup banyak mengungkap perkara KTP Elektronik ini. Mereka mengakui perbuatannya dan mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain. Ini yang kami harapkan menjadi pemahaman bersama ke depan agar orang-orang tidak lagi khawatir dan berpikir panjang menjadi justice collaborator," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Kamis malam (19/4). 

Baca juga: Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 Tahun

2. KPK mempercayai kredibilitas hakim yang memutus kasus Irman dan Sugiharto

MA Vonis Lebih Berat 2 Terdakwa Kasus E-KTP, Begini Tanggapan KPKIDN Times/Linda Juliawanti

Kendati tidak memenuhi harapan JPU, KPK tidak lantas meragukan kredibilitas para hakim yang menetapkan putusan tersebut. Selain Artidjo, pertimbangan juga diberikan oleh hakim Latif dan LS Lumme. 

"Kami mempercayai kredibilitas para Hakim Agung dan juga hakim di seluruh Indonesia. Sehingga, kami lihat kalau memang ada upaya hukum yang masih bisa dilakukan, tentu kami akan melakukannya. Tapi, kalau sudah berkekuatan hukum tetap, maka kami harus mempelajari, menghormati, menerima dan melaksanakannya," ujar Febri. 

3. KPK menilai Irman dan Sugiharto bukan pelaku utama di kasus korupsi KTP Elektronik

MA Vonis Lebih Berat 2 Terdakwa Kasus E-KTP, Begini Tanggapan KPKIDN Times/Linda Juliawanti

Menurut Febri, Irman dan Sugiharto bukan pelaku utama di kasus KTP Elektronik. Itu pula yang menjadi pertimbangan mereka mengabulkan justice collaborator keduanya. Walau pun Febri tidak menampik ada peran keduanya yang cukup signifikan dalam proses penganggaran e-KTP tersebut. 

"Tetapi, kami pandang mereka mengakui (perbuatannya), mengembalikan uang dan mengungkapkan peran pihak-pihak lain seluas-luasnya," tutur dia. 

Febri mengaku tidak tahu dengan jelas apa yang menjadi pertimbangan Hakim Ketua Artidjo yang mencabut justice collaborator keduanya. Sementara, di Pengadilan Tinggi, status itu justru tidak diubah. Lagi pula menurut dia, lembaga anti rasuah tidak memiliki kewenangan tersebut.

Tetapi, menurut mantan aktivis anti korupsi itu, proses penyamaan konsep mengenai justice collaborator harus dilakukan secara intens ke depan. Mengapa? Hal ini untuk mendorong agar tersangka kasus korupsi lainnya bersedia membongkar keterlibatan pihak lain tanpa perlu pikir panjang. 

Lagipula, menurut Febri, dengan adanya status justice collaborator, koruptor dapat berkontribusi untuk mengungkap tindak kejahatan yang lebih kompleks dan luar biasa. 

"Dan bagi orang yang sudah bersedia mengungkap itu tentu sudah sepatutnya hukum memberikan individu tersebut penghargaan berupa JC," kata Febri. 

Namun, Febri tidak ingin mengomentari lebih jauh mengenai isi putusan kasasi MA lantaran ia belum melihat secara detail dokumen tersebut.

Baca juga: KPK Tetapkan Setya Novanto Ketua DPR RI Jadi Tersangka KTP Elektronik

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya