Mahkamah Agung Akui Masih Banyak Hakim Terima Uang Suap

Hakim lebih takut kepada wartawan bukan ke Tuhan

Jakarta, IDN Times - Peristiwa pemberian uang suap bagi Hakim Pengadilan Negeri Tangerang Wahyu Widya Nurfitri menjadi pukulan telak bagi Mahkamah Agung. Masalahnya, mereka sedang bersih-bersih di dalam internalnya agar tidak lagi ada peristiwa korupsi. Eh, saat upaya itu tengah gencar dilakukan, terjadi penyuapan senilai Rp30 juta kepada Hakim Widya. 

Hakim golongan IV/B di Pengadilan Khusus IA Tangerang itu disuap oleh pihak penggugat kasus perdata agar putusannya berpihak ke mereka. Sebagai imbalannya, Hakim Widya dijanjikan akan mendapat uang. Apalagi menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ini bukan kali pertama Widya menerima uang haram. 

Oleh sebab itu, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan tidak tertutup kemungkinan penyidik akan turut memeriksa kasus Widya yang lain. Dengan catatan, selama ditemukan bukti. 

Dalam catatan lembaga anti rasuah, Widya menjadi hakim ke-20 yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Lalu, apa yang dilakukan oleh MA untuk mengawasi pegawai di institusi peradilan? Apakah Ketua MA, Muhammad Hatta Ali bersedia menepati janjinya untuk mundur kalau ada lagi hakim yang terjerat OTT?

1. Hakim yang tidak mau berubah akan dibinasakan

Mahkamah Agung Akui Masih Banyak Hakim Terima Uang SuapIDN Times/Santi Dewi

Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung, Sunarto, mengaku juga jengkel karena ia bolak-balik harus menyatakan rasa menyesalnya di kantor KPK gara-gara ada hakim yang terjaring OTT. Padahal, menurut Sunarto, MA sudah berupaya untuk memperbaiki sistem. Tidak ada lagi celah bagi pihak luar bisa leluasa masuk ke ruang peradilan dan kantor MA. 

Dulu, cara seperti itu lah yang digunakan oleh pihak-pihak berperkara untuk bisa mempengaruhi putusan hakim. 

"Perubahan yang dilakukan oleh MA sudah sangat signifikan, di mana sudah tidak ada lagi kebijakan-kebijakan yang toleran terhadap pelanggaran," ujar Sunarko di kantor KPK pada Selasa malam (13/03). 

Saking ketatnya, kata Sunarko, mengklaim sudah ada sistem satu pintu untuk mengurus semua proses terkait proses peradilan. Bahkan, prosesnya pun ada yang sudah menggunakan ponsel. Jadi, meminimalisir pertemuan dengan pejabat pengadilan untuk deal-dealan soal kasus. 

Tapi, ia tidak menampik kalau masih saja ada petugas pengadilan yang tidak mau dibina dan berubah. 

"Ya, kalau tidak bisa dibina, sudah seharusnya dilakukan penindakan yang tegas bahkan kalau perlu dibinasakan," kata dia. 

Baca juga: Miris! Hakim PN Tangerang Rela Korbankan Karier Demi Suap Rp 30 Juta

2. MA sudah tidak lagi ikut campur dalam proses rekrutmen hakim dan panitera 

Mahkamah Agung Akui Masih Banyak Hakim Terima Uang SuapIDN Times/Sukma Shakti

Proses reformasi yang diklaim MA sudah dijalankan dimulai dari proses perekrutan hakim dan panitera. Sunarko mengatakan sejak awal, yang terlibat dalam proses tersebut adalah Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kemenpan RB. Itu di tahap seleksi kompetensi dasar. 

Mereka menggunakan sistem CAT (computer assisted test) yang biasa digunakan untuk penerimaan CPNS. Dalam menilai profil calon hakim, MA bahkan menggandeng pihak ketiga. 

"Dalam proses wawancara calon hakim bobotnya mencapai 26 persen dan dilakukan oleh MA bersama dengan perguruan tinggi berklasifikasi A. Jadi, campur tangan dari MA sudah tidak ada," ujarnya. 

Sementara, jubir Suhadi mengusulkan agar proses rekrutmen ketat juga diterapkan untuk posisi panitera pengganti. Walau ia tidak memiliki peranan penting untuk menentukan putusan, tapi putusan pengadilan harus berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang ditanda tangani oleh panitera pengganti. 

Ia pun turut menjelaskan kalau lembaga ketiga yang ikut terlibat dalam proses rekrutmen sudah dilelang sehingga tidak ada cawe-cawe MA di sana. 

"Ada pula lembaga yang bertugas mencocokan peserta dengan posisinya. Itu dilakukan oleh lembaga psikologi dan penentuannya juga melalui lelang," kata Suhadi. 

3. Lebih takut kepada wartawan dibandingkan Tuhan

Mahkamah Agung Akui Masih Banyak Hakim Terima Uang SuapIDN Times/Santi Dewi

Sunarto mengatakan dalam melakukan pembinaan terhadap pegawai di institusi peradilan dilakukan dua arah baik secara hukum dan pendekatan spiritual. Dari segi hukum, pengawasan dilakukan dengan memberlakukan metode "mystery shopper". Dengan cara ini, MA menggandeng LSM dan avokat untuk menyamar dan berpura-pura menjadi pihak-pihak yang berperkara. 

"Mereka masuk ke dalam pengadilan dan menyamar. Beberapa pegawai kami diterjunkan. Hasilnya, cukup efektif. Hasil dari mystery shopper ini bisa dilihat di situs Badan Pengawas," kata dia semalam. 

Sementara, dari sisi spiritual, para pejabat di MA tidak bosan-bosannya untuk mengingatkan agar bekerja untuk ibadah. Bahkan, dibuat role model di MA. Ada hakim dari kelompok putih, abu-abu, dan kelompok hitam. 

"Jadi, kami dorong terus agar bekerja itu dilakukan sembari beribadah. Kami ingatkan untuk terus memupuk pahala," ujarnya. 

Hal lain yang juga diingatkan adalah agar hidup sederhana dan sesuai dengan kemampuan. 

"Gak perlu hidup itu bermewah-mewah," kata Sunarto. 

Masalahnya, kadang apa yang disampaikan justru tidak masuk ke dalam pemikiran para penegak hukum. Mereka justru lebih takut menghadapi wartawan ketimbang Tuhan. Kalau sudah tertangkap, penampilannya pun sengaja diubah agar tidak dikenali. 

"Jadi, tiba-tiba pakai kaca mata, tidak flu tapi wajahnya ditutupi dengan masker, karena mereka takut diekspos kan. Tapi, kalau takut sama Tuhan ya semuanya akan berjalan aman dan gak akan terjadi seperti ini," tutur dia. 

4. Bantah tak jalankan rekomendasi Komisi Yudisial 

Mahkamah Agung Akui Masih Banyak Hakim Terima Uang SuapANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Sunarto membantah pernyataan Komisi Yudisial yang menyebut MA tidak menjalankan rekomendasi bagi 58 hakim yang sudah dinyatakan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Menurut dia, kalau pun ada rekomendasi KY yang tidak ditindak lanjuti, itu karena menyangkut hal teknis. Padahal, itu sudah tercantum di dalam Peraturan MA nomor 2 tahun 2012. 

"KY itu sebenarnya tidak berwenang untuk menangani hal yang teknis, tetapi mereka masih memaksakan. Ada bukti yang menyangkut hakim A tidak dipertimbangkan, karena itu sudah menyangkut yudisial. Tapi, kalau menyangkut pelanggaran perilaku dengan menerima suap, atau hakim membawa ponsel ketika bersidang, semua rekomendasi KY kami ikuti dan tindak lanjuti," tutur dia. 

Itu semua, kata Sunarto, dilakukan demi menjaga agar putusan terhadap hakim independen. 

5. Total kekayaan hakim dan panitera yang bernilai fantastis

Mahkamah Agung Akui Masih Banyak Hakim Terima Uang SuapANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

 

Bagi seorang hakim dan panitera pengganti, nilai kekayaan yang dimiliki Widya dan Tuti tergolong fantastis. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di situs KPK, Tuti tercatat memiliki harta senilai Rp 542.503.000,00. Harta kekayaan itu dilaporkan pada tahun 2016 lalu. 

Harta itu terdiri dari harta tidak bergerak berupa rumah di area Tangerang senilai Rp 175 juta yang diklaim sebagai hibah. Ada pula satu kendaraan Toyota Rush keluaran tahun 2013 senilai Rp 160 juta. Tuti juga mencantumkan memiliki dua sepeda motor matic dengan total mencapai Rp 17,5 juta. 

Nominal harta lainnya yang mencolok yakni dari giro atau kas yang mencapai Rp 182 juta. Tetapi, Tuti diketahui juga memiliki utang sebesar Rp 11,4 juta. 

Sementara, kekayaan Hakim Widya lebih mencengangkan dan mencapai Rp 2,7 miliar. Ini merupakan harta kekayaan yang dilaporkan pada 19 Desember 2016 lalu. 

Nominal harta yang besar diperoleh dari harta tidak bergerak yakni rumah dan tanah. Di situs LHKPN, Widya mencantumkan 8 rumah dan tanah yang tersebar di dua kota yakni di Semarang dan Batam. Total nilai harta tidak bergerak itu mencapai Rp 1,3 miliar. 

Ia juga mencantumkan kepemilikan 4 kendaraan yang mencapai total Rp 362 juta, beberapa logam mulia dan giro atau kas. Untuk benda yang disebut terakhir, totalnya mencapai lebih dari Rp 723 juta. Sehingga ditotal semua, ketemu lah angka kekayaan Rp 2,7 miliar. Angka itu melonjak cukup drastis kalau dibandingkan tahun 2001 lalu ia melaporkan harta kekayaannya. 

Baca juga: Begini Kronologi Panitera Pengganti di PN Tangerang yang Ditangkap KPK

 

 

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya