KPK Resmi Melimpahkan Berkas Kasus BLBI ke Pengadilan Tipikor

Baru ada satu tersangka yang diproses yakni Syafruddin Arsyad

Jakarta, IDN Times - Tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) segera duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Pada Kamis (3/5), jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas Syafruddin dari penuntutan ke pengadilan. 

Kini, KPK tinggal menunggu waktu sidang perdana yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengaku tidak tahu berapa tebal lembar surat dakwaan yang disusun oleh tim JPU bagi Syafruddin. 

"Tapi berkas tersebut mencakup sejumlah berita acara keterangan 83 saksi dan tiga ahli dan bukti lain," ujar Febri melalui keterangan tertulis pada Kamis malam kemarin. 

Lalu, bagaimana kasus ini akan bergulir di pengadilan? Apalagi penyidik KPK tidak memasukan keterangan dari saksi kunci, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul termasuk salah satu pemilik bank yang ikut menerima BLBI. 

1. KPK sedang menanti jadwal sidang perdana BLBI

IDN Times/Linda Juliawanti

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan saat ini mereka sedang menanti jadwal sidang perdana kasus BLBI. 

"Tim JPU KPK telah melimpahkan berkas perkara tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Tersangkanya adalah mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung," ujar Febri kemarin. 

Diprediksi jadwal resmi akan diketahui pada pekan depan. 

Baca juga: Kasus Korupsi BLBI Segera Bergulir di Meja Hijau

2. Absennya keterangan dari Sjamsul Nursalim, bukan berarti dianggap KPK tidak penting

IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Febri yang diwawancarai pada (18/4), KPK sudah berusaha untuk memanggil Sjamsul dan isterinya agar datang ke Indonesia. Bahkan, lembaga anti rasuah sudah menggandeng CPIB, lembaga anti korupsi Singapura untuk memanggil Sjamsul dan memberi keterangan. Tetapi, tetap saja mereka gak hadir. 

Menurut kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail yang pernah dihubungi IDN Times, surat pemanggilan itu tidak pernah diterima oleh kliennya. 

"Tapi memang klien saya terakhir kali ada di Singapura," ujar Maqdir pada Senin kemarin. 

Absennya keterangan dari Sjamsul cukup banyak membuat publik bingung. Sebab, dia memegang peranan penting dalam pemberian SKL bagi BDNI. Menurut Febri, absennya keterangan dari Sjamsul, bukan berarti KPK menganggap informasi dari pengusaha kelas kakap itu gak penting. 

"Semua saksi pada dasarnya penting, tapi ketika ada kendala dalam proses penyidikan misal ada saksi yang tidak bisa dihadirkan, seperti dia tidak berada di Indonesia atau tidak ditemukan keberadaannya, maka penyidik akan berkonsultasi ke jaksa. Tujuannya, untuk menganalisa apa akibat hukum kalau saksi tidak bisa didapat keterangannya," ujar Febri pada (18/4) menjawab pertanyaan IDN Times. 

Namun, Febri mengingatkan dengan absennya Sjamsul bukan berarti, KPK gak bisa memproses kasus ini. Sebab, sesuai dengan UU, ada lima alat bukti yang dapat digunakan. 

"Kalau gak diperoleh keterangan dari satu atau dua saksi, maka hal tersebut bisa dijelaskan dengan bukti yang lain," ujar pria yang sempat menjadi aktivis anti korupsi itu. 

Oleh sebab itu, lembaga anti rasuah yakin, mereka dapat membuktikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Syafruddin.

3. Ingin fokus terhadap penanganan satu demi satu tersangka

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bergulirnya kasus korupsi BLBI diprediksi akan membuka kotak pandora. Sebab, kalau dirunut ke belakang, maka diduga akan menyeret beberapa pejabat tinggi yang pada periode 1998 - 2007 berkuasa. Kuasa hukum Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra, setidaknya sudah memberikan petunjuk ada dugaan keterlibatan Menteri Keuangan pada tahun 2004, Boediono 

Petunjuk lainnya yakni soal adanya dugaan keterlibatan Menkeu pada tahun 2007 lalu, yakni Sri Mulyani. Menurut Yusril, permasalahan muncul ketika perempuan yang akrab disapa Ani itu diklaim menjual hak tagih yang semula berharga Rp 4,8 triliun dengan harga Rp 220 miliar. 

"Di situ lah sebenarnya terjadi kerugian negara. Antara Rp 4,8 triliun kok menjadi Rp 220 miliar," kata Yusril ketika mendampingi kliennya pada (18/4). 

KPK sendiri tidak berani secara tegas mengatakan akan menindak lanjuti semua pihak yang diduga terlibat dan menikmati keuntungan dari pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) tersebut. Febri mengatakan lembaga anti rasuah ingin fokus kepada masing-masing tersangka yang saat ini tengah diproses. 

"Kita fokus dulu di kasus ini. Kita lihat fakta-fakta di persidangan dan dianalisa lebih lanjut," kata Febri di gedung KPK. 

Baca juga: Lebih Besar dari Korupsi e-KTP, Ini 7 Fakta Tentang Kasus BLBI

 

 

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya