Kasus Korupsi BLBI Segera Bergulir di Meja Hijau

Berkas tersangka Syafruddin Arsyad sudah masuk tahap penuntutan

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janjinya untuk memproses kasus penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pada Rabu (18/4), penyidik lembaga anti rasuah mulai melimpahkan barang bukti dan satu-satunya tersangka yang telah mereka proses Syafruddin Arsyad Tumenggung ke Jaksa Penuntut. Syafruddin merupakan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dituding bertanggung jawab menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). 

Syafruddin sudah ditetapkan sebagai tersangka pada (25/4/2017). Kemudian ditahan oleh penyidik pada (21/12/2017). Ia resmi ditahan usai diperiksa oleh penyidik sebanyak tiga kali. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan sidang perdana pembacaan surat dakwaan terhadap Syafruddin akan dilakukan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, penetapan tanggalnya akan ditetapkan belakangan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyerahkan berkas ke pengadilan. 

Lalu, apa respons Syafruddin jelang peradilan perdana yang waktunya tak lama lagi? Apakah pemilik BDNI, Sjamsul Nursalim masuk dalam daftar saksi yang pernah ikut diperiksa oleh KPK?

1. Penyidik KPK memeriksa 72 saksi untuk berkas Syafruddin tanpa keterangan dari Sjamsul Nursalim

Kasus Korupsi BLBI Segera Bergulir di Meja HijauANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Febri mengatakan penyidik lembaga anti rasuah telah memeriksa sebanyak 72 saksi untuk melengkapi berkas Syafruddin Arsyad Tumenggung. Unsur saksi yang diperiksa oleh KPK antara lain terdiri dari guru besar Fakultas Ekonomi UI, staf, direksi dan komisaris PT Gajah Tunggal, Ketua Komite Kebijakan Stabilitas Keuangan (KKSK), staf khusus Wapres hingga pegawai dan Ketua BPPN. 

Namun, tidak ada nama Sjamsul Nursalim dalam daftar saksi yang pernah diperiksa oleh lembaga anti rasuah. 

Baca juga: Datangi KPK, Mantan Wakil Presiden Boediono Diperiksa sebagai Saksi di Kasus BLBI

KPK mulai mengambil alih kasus ini sejak tahun 2013 lalu. Kasus BLBI sempat ditangani oleh kejaksaan. Tetapi, adanya dokumen Surat Keterangan Lunas (SKL) malah digunakan oleh kejaksaan untuk menghentikan penyidikan terhadap beberapa debitur bermasalah. 

BLBI diberikan oleh pemerintah kepada beberapa pengusaha yang diterpa badai krisis ekonomi pada tahun 1997-1998. Saat itu, ada sekitar 48 bank yang menerima bantuan keuangan dari Bank Indonesia. Totalnya mencapai Rp 144,53 triliun. 

Tetapi, tiba-tiba BPPN malah mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi BDNI. Padahal, bank itu menerima bantuan pinjaman sebesar Rp 27,4 triliun. Bank yang sahamnya dimiliki oleh Sjamsul Nursalim itu memang sempat menyerahkan beberapa aset kepada pemerintah, tapi nominalnya belum cukup untuk dianggap melunasi pinjaman. Ujuk-ujuk malah dianggap lunas. 

2. KPK gandeng lembaga anti korupsi Singapura untuk memulangkan Sjamsul Nur Salim ke Indonesia

Kasus Korupsi BLBI Segera Bergulir di Meja HijauANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Lalu di mana keberadaan Sjamsul Nursalim saat ini? Kuasa hukumnya, Maqdir Ismail pada tahun 2014 menyebut kliennya itu berada di Singapura. Maqdir menyebut Sjamsul langsung terserang penyakit jantung usai disidik oleh Kejaksaan Agung terkait kasus BLBI. 

Saat SKL diterbitkan dan surat penyidikan dicabut, Sjamsul lalu memilih berobat ke luar negeri. Maqdir ketika itu menyatakan kliennya tidak bermaksud kabur. Tapi, dia ke sana untuk berobat. 

"Dia bukan kabur dari masalah ya," ujar Maqdir pada tahun 2014 lalu. 

Sjamsul memang sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dan dicegah bepergian ke luar negeri. Tapi, ia berhasil lolos dari pemeriksaan lebih lanjut. 

Ia diduga menyuap Jaksa Urip Tri Gunawan hingga lolos dari pemeriksaan. Akhirnya, ia memilih kabur ke Negeri Singa. Walau demikian, Kejagung tidak memasukan nama Sjamsul ke dalam daftar buronan. Padahal kerugian negara yang diakibatkan dari pemberian BLBI itu mencapai Rp 3,7 triliun. 

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pihaknya sudah berupaya untuk meminta keterangan kepada Sjamsul dan isterinya dengan memanggil yang bersangkutan ke Indonesia. Tetapi, dua panggilan yang dialamatkan ke kediaman mereka di Negeri Singa, justru tidak digubris. 

"Sebenarnya KPK cukup dibantu oleh otoritas di Singapura untuk menyampaikan surat pemanggilan tersebut ke domisili atau kediaman yang bersangkutan dari saksi itu. Memang yang menjadi persoalan adalah yang bersangkutan sedang berada di luar negeri. Jadi, ada batas kewenangan KPK juga sehingga kami sampai saat ini belum bisa menghadirkan saksi tersebut," kata Febri di gedung KPK pada Selasa malam (17/4). 

Menurut mantan aktivis anti korupsi itu, kalau memang Sjamsul memiliki iktikad baik dan ingin melakukan klarifikasi terkait fakta-fakta yang ada, mereka bisa saja kembali ke Indonesia. 

"Tetapi, nanti akan kita lihat di fakta persidangan untuk mengurai fakta-fakta yang lebih rinci mengenai kasus BLBI ini," kata dia lagi. 

3. KPK tetap yakin bisa memproses kasus BLBI walau tanpa keterangan Sjamsul Nursalim 

Kasus Korupsi BLBI Segera Bergulir di Meja HijauIDN Times/Linda Juliawanti

Kendati hingga saat ini Sjamsul masih belum menunjukkan iktikad baik, tetapi lembaga anti rasuah yakin mereka bisa membawa kasus itu ke meja hijau. Tapi tidak diketahui, apakah bisa menyentuh ke pelaku-pelaku lainnya. 

"Kami yakin walaupun KPK belum bisa melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi tertentu, kami yakin bukti-bukti yang cukup akan membawa kasus ini ke pengadilan," katanya pada bulan lalu. 

Hal itu nampaknya segera menjadi kenyataan. Walaupun belum bisa dipastikan, apakah mereka bisa menyentuh pelaku lainnya. 

4. KPK dinilai salah menetapkan status tersangka kepada Syafruddin Arsyad Tumenggung

Kasus Korupsi BLBI Segera Bergulir di Meja HijauANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Kuasa hukum Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra menilai kliennya itu tidak seharusnya ditahan oleh lembaga anti rasuah. Mengapa? Sebab, apa yang dilakukan oleh kliennya sebagai Kepala BPPN ketika itu hanya menjalankan putusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). 

Yusril menjelaskan dalam kasus ini, ada dua unsur permasalahan berbeda. Pertama, terkait BLBI yang diterima oleh BDNI pada periode krisis ekonomi lalu. Kedua, utang petani plasma dengan BDNI. 

Menurut Yusril, Sjamsul sudah melakukan semua tanggung jawabnya sebagai orang yang diberikan bantuan keuangan oleh Bank Indonesia. 

"Jadi, kalau Pak Sjamsul Nursalim itu sebagai pemangku kepentingan BDNI sudah melakukan segala kewajibannya untuk melunasi berbagai hal di tahun 1999 ya berarti kan sudah lunas," ujar Yusril pada hari ini di gedung KPK. 

Sementara, terkait utang yang tidak bisa dibayarkan oleh petani plasma, itu bukan menjadi tanggung jawab Sjamsul. Yang harus membayar utang tersebut adalah PT PPA. 

"Nah, mungkin KPK salah memahami persoalan ini. Itu lah yang nantinya akan kami kemukan di persidangan dengan menunjukkan fakta-fakta. Kami nantinya juga akan memanggil para ahli sehingga kasus ini terungkap secara jelas dan benar," ujarnya lagi. 

Menurut Yusril, alih-alih meminta pertanggung jawaban kliennya, seharusnya lembaga anti rasuah ikut memeriksa Menteri Keuangan pada tahun 2004 lalu. Sebab, hak tagih BPPN terhadap para petani plasma itu, sudah diserahkan Syafruddin kepada Menkeu pada periode tersebut. Kalau merujuk ke data, maka Menkeu ketika itu dijabat oleh Boediono. 

Ia menjelaskan, permasalahan muncul ketika Menkeu pada periode 2007 yakni Sri Mulyani diklaim menjual hak tagih senilai Rp 4,8 triliun hanya dengan harga Rp 220 miliar. 

"Di situ sebenarnya terjadi kerugian negara. Antara Rp 4,8 triliun kok menjadi Rp 220 miliar," tutur dia. 

Ia pun mempertanyakan mengapa malah kliennya yang diminta bertanggung jawab. Sebab, tugasnya sebagai Kepala BPPN sudah berakhir, ketika institusi itu dibubarkan oleh pemerintah. 

Baca juga: Ke Mana Kasus Korupsi Bank Century Akan Dibawa KPK?

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya