Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 Tahun

Sebelumnya ia divonis 8 tahun

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus KTP Elektronik, Andi Agustinus alias Andi Narogong harus menerima kenyataan pahit hukuman penjaranya diperberat oleh hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta. Di pengadilan pertama, pria yang disebut-sebut tangan kanan Setya Novanto itu, dijatuhi vonis 8 tahun. Namun, di Pengadilan Tinggi, vonis itu bertambah menjadi 11 tahun. 

Pria berusia 44 tahun itu juga diminta membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti senilai USD 2,5 juta atau setara Rp 34 miliar serta Rp 1,1 miliar. Hukuman itu jadi diperberat karena majelis hakim yang diketuai oleh Daniel Dalle Pairunan membatalkan status justice collaborator yang diterima Andi. 

Padahal, majelis hakim di pengadilan pertama sempat mengabulkannya. Itu yang menjadi penyebab, hukuman penjara untuk Andi 8 tahun. 

Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim mengubah putusan di tingkat pertama? Apa langkah hukum yang akan diambil oleh lembaga anti rasuah untuk membantu Andi? Sebab, informasi yang disampaikan Andi sangat bermanfaat bagi penyidik untuk membongkar keterlibatan pihak lain yang lebih besar, salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto. 

1. Hakim menilai Andi Agustinus adalah pelaku utama karena memiliki pengaruh yang dominan

Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 TahunANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Dalam amar putusan yang dibacakan pada (3/4), hakim memutuskan untuk membatalkan status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama. Alasannya, kalau merunut ke belakang dan melihat perbuatan Andi, hakim menilai ia memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap para pengambil kebijakan KTP Elektronik. 

Memang, di dalam surat dakwaan, tertulis Andi yang mengenalkan Setya Novanto kepada beberapa pejabat di Kementerian Dalam Negeri seperti Diah Anggraeni dan Irman di Hotel Gran Melia. Ada pula keterangan saksi yang menyebut Andi sering bolak-balik terlihat ke gedung DPR. Di sana, ia berkunjung ke ruang kerja Novanto di lantai 12. 

"Menimbang bahwa walaupun terdakwa pelaku utama dan sebagai justice collaborator, tidak dapat dilepaskan dari peranannya yang sangat dominan baik di penganggaran maupun dalam pelaksanaan proyek e-KTP, sehingga negara dirugikan triliunan rupiah, terlepas statusnya sebagai JC. Sehingga terdakwa dapat dikategorikan sebagai pelaku utama. Di samping itu ancaman hukuman dalam pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001 adalah 20 tahun atau seumur hidup," ujar majelis hakim dalam amar putusannya. 

Baca juga: Andi Narogong Ungkap Bagi-bagi Duit di Rumah Novanto Hingga Ratusan Miliar

2. Hakim Pengadilan Tinggi menilai proyek e-KTP berantakan gara-gara Andi 

Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 TahunANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Hal lain yang menjadi pertimbangan majelis hakim yakni melihat kacaunya penyediaan kartu tanda identitas elektronik bagi warga. Jutaan warga Indonesia saat ini masih ada yang belum punya e-KTP. 

Sementara, kartu plastik dan data yang tersimpan oleh Kementerian Dalam Negeri bermanfaat untuk beragam kepentingan. Pemerintah memang memberikan solusi sementara dengan mengeluarkan surat keterangan sebagai pengganti e-KTP. Tapi, pada faktanya e-KTP tetap dibutuhkan ketika harus mengurus hal tertentu. 

"Maka, warga tersebut harus menemui jalan panjang untuk mengurus keperluan atau kepentingannya itu," kata majelis hakim seperti tertuang di amar putusan banding. 

Hakim menilai apa yang harus dilalui oleh masyarakat tidak sebanding hanya gara-gara gak punya e-KTP. Seandainya proyek itu gak diselewengkan maka warga Indonesia saat ini pasti sudah memiliki e-KTP. 

"Bahwa uang yang diselewengkan tersebut adalah uang negara yang bersumber dari APBN, yang notabene dari hasil pungutan pajak warga Indonesia," tutur hakim. 

3. Pengadilan Tinggi dan KPK tidak memiliki semangat yang sama dalam membongkar kasus korupsi 

Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 TahunIDN Times/Linda Juliawanti

Ini merupakan kali pertama status JC seorang terdakwa yang telah dikabulkan oleh KPK dan hakim, tetapi dibatalkan oleh hakim di tingkat banding. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan institusi tempatnya bekerja menghormati putusan hakim di Pengadilan Tinggi. Namun, ia menilai dari putusan tersebut ada ketidaksamaan semangat di antara institusi penegak hukum. 

Lembaga anti rasuah sudah memikirkan secara matang hingga jatuh pada keputusan pemberian JC bagi Andi Agustinus. 

"Menurut KPK ketiga syarat itu (untuk memperoleh JC) sudah terpenuhi. Pertama, ia bukan pelaku utama karena ada pihak lain yang menyuruh Andi atau tempat Andi melaporkan perbuatannya, kedua, ia bersikap sangat kooperatif dengan membuka adanya keterlibatan pihak lain, salah satunya Setya Novanto," ujar Febri di gedung KPK pada Rabu malam (18/4). 

Selain itu, dalam sidang pembacaan nota pembelaan, Andi telah mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Keputusan pemberian JC, kata Febri, sudah dianalisa lebih dulu secara mendalam. 

Lalu, apa langkah KPK selanjutnya? Menurut Febri, tim JPU akan mempelajari lebih lanjut putusan Pengadilan Banding. Ada waktu bagi JPU nantinya memutuskan menerima putusan itu atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. 

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Andi Narogong Telah Penuhi Justice Collaborator

4. Jadi preseden buruk bagi para tersangka yang mengajukan status justice collaborator

Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 TahunIDN Times/Sukma Shakti

Tidak bisa dipungkiri Andi pasti kecewa dengan putusan majelis hakim di tingkat banding. Sebab, sudah lah yang mengajukan banding adalah JPU KPK, ia harus dijatuhi vonis fisik yang lebih berat pula, dari 8 tahun menjadi 11 tahun. 

Selain itu, status JC nya yang dicabut dapat berdampak ia tidak akan mendapat pemotongan masa tahanan dan pembebasan bersyarat saat ditahan di lapas. Hal tersebut tentu sangat merugikan Andi. Lebih buruk lagi, para tersangka kasus korupsi jadi enggan mengajukan JC karena perannya malah tidak dihargai oleh majelis hakim. 

KPK, kata Febri, tentu berharap seandainya mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, ada pertimbangan yang lebih mendalam dari hakim. 

"Ini juga terkait bagaimana pemberantasan korupsi bisa lebih maksimal ketika ruang untuk menjadi justice collaborator memang dibuka. Tentu saja dikabulkan atau tidaknya posisi seseorang sebagai JC sudah dengan pertimbangan yang hati-hati, sehingga KPK menghargai itu," kata Febri. 

Mantan aktivis anti korupsi itu tak menampik ada kekhawatiran putusan itu dapat menjadi preseden buruk bagi tersangka kasus korupsi lainnya yang tengah mengajukan JC. 

"Kekhawatiran dari pihak KPK posisi seorang JC ternyata tidak cukup dihargai oleh aspek hukum kita," katanya lagi. 

5. KPK telah memproses delapan orang yang terlibat korupsi e-KTP

Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 TahunANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Sejauh ini sudah ada tujuh orang yang diproses oleh lembaga anti rasuah. Selain Andi Agustinus, ada pula Irman, Sugiharto, Anang Sugiana, Irvanto Pambudi, Made Oka Masagung, Setya Novanto dan Markus Nari. Selain itu ada pula Miryam S. Haryani, Bimanesh Sutarjo dan Fredrich Yunadi yang ikut tersangkut karena dianggap mempersulit proses penyidikan. 

Miryam memberikan keterangan tidak benar di pengadilan tipikor. Sedangkan duo Fredrich dan Bimanesh bekerja sama agar penyidik tidak bisa menahan Novanto pada (16/11/2017). Dari delapan nama tadi, status JC diberikan kepada tiga orang. Sementara, KPK menolak pengajuan JC Novanto karena tidak ada informasi baru yang diberikan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Selain itu, Novanto dianggap pelaku utama dalam kasus korupsi yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun. 

"Nanti di persidangan kita lihat. Namun, tentu kami akan melakukan upaya hukum karena ada beberapa bagian di amar putusan yang KPK keberatan," kata Febri semalam. 

Baca juga: Sidang EKTP: Setya Novanto Sebut Puan Maharani dan Pramono Anung Terima Duit

 

 

 

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya