Begini Tanggapan KPK soal 10 Rekomendasi Pansus Hak Angket

Pimpinan KPK tak ada yang hadir di rapat paripurna DPR

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap tidak ada yang baru dari rekomendasi pansus hak angket DPR yang diketok hari ini (14/2) di gedung parlemen. Dalam laporan setebal 13 lembar itu, ada 10 rekomendasi yang disampaikan Ketua Pansus Hak Angket Agun Gunandjar Sudarsa. Rekomendasi itu diputuskan usai tim bekerja selama sekitar tujuh bulan. 

Pimpinan KPK yang diundang untuk mendengarkan rekomendasi pansus di sidang paripurna tidak nampak. Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, lima pimpinan lembaga antikorupsi sudah memiliki jadwal lain sehingga terpaksa absen.

Apa saja tanggapan lembaga antirasuah terhadap rekomendasi panitia khusus hak angket? 

1. Pansus dibentuk bermula dari KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan Miryam

Begini Tanggapan KPK soal 10 Rekomendasi Pansus Hak AngketIDN Times/Teatrika Putri

Panitia khusus hak angket KPK dibentuk karena lembaga anti-rasuah menolak membuka video rekaman pemeriksaan anggota DPR Miryam S Haryani pada April 2017. Dalam video itu, Miryam terlihat tengah 'bernyanyi' menyebut nama-nama anggota DPR yang dinilai telah melakukan intimidasi. Tujuannya, agar mantan kader Partai Hanura itu tidak berkata jujur soal adanya bagi-bagi uang di proyek KTP Elektronik. 

"Hak angket lebih tinggi dari hak tanya. Kita pakai instrumen paksa supaya KPK membuka itu," ujar Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman di DPR pada April 2017. 

Baca juga: Ini Loh 10 Rekomendasi Pansus Angket untuk KPK

Saat itu, beberapa fraksi setuju digulirkannya hak angket. Mereka antara lain Golkar, Gerindra, Demokrat, PDI Perjuangan, Nasdem dan PPP. Namun, belakangan Gerindra akhirnya memilih keluar dari pansus.

2. Fungsi pengawasan terhadap KPK sudah optimal

Begini Tanggapan KPK soal 10 Rekomendasi Pansus Hak AngketIDN Times/Linda Juliawanti

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan fungsi pengawasan sudah optimal dilakukan oleh lembaga anti-rasuah. Lembaga anti-korupsi sudah diawasi secara internal dan eksternal. Publik dan DPR merupakan pihak yang mengawasi KPK dari eksternal. 

"KPK juga sudah cukup masif melakukan pengawasan dari eksternal. Salah satunya melalui rapat-rapat dengan DPR. Bahkan, Mahkamah Konstitusi juga menegaskan fungsi pengawasan DPR itu," ujar Febri yang ditemui di Gedung KPK pada Rabu (14/2). 

Sementara, fungsi pengawasan internal, kata Febry, KPK sudah memiliki satu deputi khusus yang bertanggung jawab langsung ke pimpinan. Nama jabatan itu yakni deputi bidang pengaduan masyarakat dan pengawasan internal. Ada individu dengan jabatan direktur yang melakukan pengawasan secara internal. 

Oleh sebab itu, menurut Febry, KPK menilai sudah tidak lagi perlu dibentuk lembaga pengawas independen baik internal atau eksternal.

"Kita tentu tidak perlu mengada-adakan sesuatu yang sebenarnya sudah dilaksanakan," kata dia. 

Baca juga: DPR Akan Kirim Draf Pansus Angket ke KPK, Apa Saja Isinya?

Bahkan, KPK juga memiliki mekanisme komite etik yang dibentuk untuk beberapa pimpinan KPK. 

"Jadi, ketika ada pimpinan yang diduga melanggar kode etik, maka mekanisme komite etik yang akan berjalan," tutur Febry.

3. Pemberantasan korupsi bukan semata tanggung jawab KPK

Begini Tanggapan KPK soal 10 Rekomendasi Pansus Hak AngketIDN Times/Linda Juliawanti

Salah satu acuan kemajuan pemberantasan korupsi adalah Indeks Persepsi Korupsi (KPK). Berdasarkan data dari Transparancy Internasional Indonesia (TII) tahun 2016, Indonesia ada di urutan ke-90 dari 176 negara di dunia.

Bahkan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pada Selasa (13/2), anggota Komisi III menyatakan posisi Indonesia masih ada di posisi keempat di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, posisi Indonesia ada di bawah Brunei.

Namun, Febri mengingatkan upaya pemberantasan korupsi bukan semata pekerjaan KPK saja.

"Itu juga merupakan tanggung jawab DPR, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Jadi, ketika berbicara mengenai pemberantasan korupsi, harus diingat itu sebagai kerja bersama," kata pria yang pernah menjadi aktivis anti-korupsi itu. 

4. KPK ajak DPR ikut memberantas korupsi

Begini Tanggapan KPK soal 10 Rekomendasi Pansus Hak AngketIDN Times/Linda Juliawanti

Dari data yang dimiliki KPK, kata Febry, ada 144 anggota DPR/DPRD yang diproses. Posisinya menjadikan profesi anggota parlemen ketiga tertinggi yang melakukan perbuatan korup. Golongan profesi pertama ditempati pihak swasta dengan 184 orang. Sedangkan, posisi kedua diisi pejabat eselon I-III yakni 175 orang yang ditangkap.

Maka, lanjut febry, tak heran kalau muncul persepsi ada upaya pelemahan yang dilakukan DPR kepada KPK. Namun, lembaga anti-rasuah justru mengajak DPR ikut memberantasan korupsi. Caranya, dengan melakukan hal-hal yang lebih substansial dan berdampak luas bagi publik. 

"Masih ada tugas pembentukan dan revisi UU Tipikor. Masih ada pula perampasan aset, pengawasan administrasi pemerintahan dan pembatasan transaksi tunai yang perlu diperhatikan," kata Febri.

Baca juga: MK Nyatakan Pansus Angket Sah, Kerja Pansus Angket Tetap Diakhiri

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya