Persaingan Angkot vs Taksi Online Berujung Demo, Ini Kata Millennials
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kehadiran taksi online di kota Surabaya sejak beberapa tahun lalu masih menyisakan pro dan kontra. Hal ini berujung pada aksi demonstrasi sopir angkot se-kota Surabaya pada hari Selasa (3/10) kemarin. Dalam tuntutannya, demonstran meminta pemerintah melarang taksi dan ojek online di kota Surabaya.
Meski berbagai kontroversi yang ditimbulkan transportasi online merundung, masih banyak pelanggan yang bergantung pada jasa mereka. Millennials merupakan generasi yang paling banyak menjadi pelanggan transportasi online.
Lalu apa kata mereka soal isu angkot dan transportasi online ini? Berikut yang berhasil dirangkum IDN Times.
Perkembangan Teknologi Tak Bisa Dihindari
Editor’s picks
Dwiki (22), seorang mahasiswa dari Universitas Airlangga Surabaya berpendapat bahwa perkembangan teknologi transportasi online tidak terhindarkan. "Terus terang saya banyak terbantu dengan online ini karena akses dan jangkauan luas," ujarnya.
Hal yang sama juga diutarakan Haidar (23), teman sekampus Dwiki. Menurutnya mahasiswa dan anak muda sangat membutuhkan kecepatan dan ketepatan. "Aplikasi lebih memberikan kecepatan respon untuk penjemputan dan standar kendaraannya juga bagus. Selain itu mereka juga memiliki layanan pengaduan yang selalu siap," ucapnya.
Pemerintah Harus Ambil Peran
Hal lain yang menjadi perhatian para millennials adalah perlunya peran pemerintah dalam mengakomodasi kepentingan para sopir angkot jika tidak ingin angkot menjadi punah. Tika (23), seorang karyawati swasta, melihat perlunya regulasi dan jaminan kesejahteraan sopir terkait fungsi angkot sebagai transportasi umum.
"Sebagai bentuk kearifan lokal, harusnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada angkot. Caranya bisa dengan mengambil alih angkot dan memberikan gaji bulanan kepada sopir, sehingga kesejahteraan meningkat," kata Haris (24), yang berada disamping Tika.