Sepak Bola Api, Antara Tradisi dan Kekebalan Diri

Biasanya dilakukan usai tarawih

Di beberapa lokasi di Pulau Jawa, ada tradisi mencengangkan setiap kali bulan Ramadan tiba. Tradisi itu adalah permainan sepak bola api yang dilaksanakan setelah selesai menunaikan ibadah salat tarawih. Ada yang menganggap sebagai hiburan, ada juga yang meyakini sepak bola api adalah latihan kekebalan diri.

Sepak bola api lazim ditemui di pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sepak Bola Api, Antara Tradisi dan Kekebalan DiriMohammad Ayudha/ANTARA FOTO

Tradisi tak biasa ini barangkali akan membuat mayoritas orang memilih mundur daripada mengikutinya. Pasalnya, seperti namanya, bola yang dipakai bukan bola biasa. Sepak bola ini menggunakan buah kelapa yang disiram atau direndam dalam minyak tanah, kemudian dibakar hingga api menyala.

Para santri di berbagai pesantren di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat menggemari permainan yang menjurus bahaya ini. Misalnya, di Pondok Pesantren Nurul Islam yang terletak di Kota Probolinggo, Jawa Timur. Contoh lainnya adalah Pondok Pesantren Singo Ludiro di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Anehnya, meski api berkobar, kaki mereka tidak terluka. Para santri justru sangat bersemangat untuk memainkannya setelah fokus beribadah di masjid atau mushala. Pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam, Mukhlas menyebut sepak bola api merupakan ujian ilmu kekebalan para santri. Sebabnya adalah sebelum bermain mereka terlebih dulu diberi ilmu tersebut oleh para kiai.

Baca Juga: Jadi Klub Terkaya, Ini yang Bisa Dibeli MU di Liga Indonesia

Penggemar sepak bola api lainnya berkata tak ada ilmu khusus yang dipakai.

Sepak Bola Api, Antara Tradisi dan Kekebalan DiriMohammad Ayudha/ANTARA FOTO

Tak hanya para santri, masyarakat pada umumnya bisa ikut melaksanakan tradisi bermain sepak bola api setelah tarawih. Mereka mengaku tak harus ada ilmu tertentu yang dikuasai agar mampu bertahan menggiring dan menendang bola api dengan kaki telanjang tanpa terluka.

Misalnya, para mahasiswa di di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jawa Tengah. Mereka tak melakukannya untuk ujian ilmu kekebalan diri, melainkan hanya untuk menyemarakan Ramadan.

Salah satu dari para pemain berkata bahwa yang paling dibutuhkan untuk bermain sepak bola api adalah "mental kuat untuk berani menggiring bola dan menendangnya lebih lama." Ada juga warga Kampung Jakung, Serang, Banten yang turut menyelenggarakan tradisi tahunan tersebut.

Warga yang tak bermain bisa menyaksikan tradisi ini sebagai hiburan sebelum waktu sahur tiba. Para pemainnya juga tak memiliki ilmu khusus, hanya keberanian semata. Para penonton yang menyaksikan pun bisa dibuat kagum dengan nyali mereka.

Baca Juga: ISIS Mengancam, Warga Iran Justru Rayakan Kemenangan Timnas

Topik:

Berita Terkini Lainnya