Pelanggaran HAM di Balik Laris Manis JAV

Industri yang menyumbangkan puluhan triliun rupiah per tahun ke negara

Pornografi tak lagi menjadi teritori para laki-laki saja. Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh YouPorn pada Maret 2017, 51 persen dari 24.000 pengunjung perempuan di situs tersebut menilai baik perempuan maupun laki-laki sama-sama berhak menonton film porno.

Meski pornografi semakin diterima oleh perempuan, tapi 89 persen dari mereka mengaku menonton film porno secara diam-diam dan 51 persen berterus terang bahwa mereka akan malu bila teman-teman mereka mengetahui hal itu.

Secara garis besar ini juga berlaku untuk pria. Di ranah privat, ada penerimaan yang semakin luas terhadap pornografi. Namun, penikmatnya masih banyak yang menolak untuk terang-terangan mempublikasikan kebiasaan menonton film porno atau membaca produk porno seperti majalah atau komik dewasa.

Baca Juga: Lulus JAV, Maria Ozawa Berkiprah Sebagai Seleb di Filipina

Jepang menjadi salah satu sumber produk porno paling populer di dunia.

Pelanggaran HAM di Balik Laris Manis JAVAFP/todayonline.com

Persoalan selera, tak sedikit yang menyukai film porno produksi Jepang. Mereka dinilai lebih "imajinatif" karena mempertontonkan perempuan-perempuan yang memakai kostum, antara lain, perawat, pelayan, maupun pelajar. Per tahun ada 20.000 judul baru yang dirilis oleh industri ini.

Tak hanya film, ada beragam bentuk produk porno yang marak di Jepang. Misalnya, di ranah kesehatan — yang tak lain adalah eufemisme untuk layanan seksual — ada pijat yang termasuk di dalamnya adalah hand jobs dan fellatio. Ini mendukung Jepang sebagai negara dengan industri porno yang tumbuh subur.

Industri porno Jepang menyumbangkan pemasukan besar untuk negara.

Pelanggaran HAM di Balik Laris Manis JAVTIME

Barangkali tak ada negara yang paling diuntungkan dari industri porno selain Jepang. Takashi Kadokura, seorang pakar ekonomi bahkan punya istilah untuk ini: sexnomics. Artinya, seks menjadi sumber pendapatan negara. Industri ini menyumbangkan puluhan triliun rupiah per tahun kepada pemerintah.

Eksploitasi pornografi di Jepang sampai pada skala di mana ada sebuah festival tahunan yang menjadi tempat berkumpulnya pecinta pornografi dari seluruh dunia. Adult Treasure Expo, pertama kali diadakan pada 2007 dan dibungkus seolah-olah seperti festival anime dan game, hadir untuk memamerkan segala produk porno Jepang.

Mayoritas (jika tak semua) pengunjungnya adalah laki-laki. Para perempuan berpakaian seksi dijadikan pajangan untuk memuaskan tatapan penuh hasrat dari kaum adam. Mereka berlenggak-lenggok di panggung atau sekadar menawarkan mainan seks kepada pengunjung yang melirik.

Di balik layar, industri porno Jepang dililit masalah perdagangan perempuan.

Pelanggaran HAM di Balik Laris Manis JAVAFP/Japan Times

Prinsip kapitalisme adalah pekerja harus memproduksi produk semaksimal mungkin dengan biaya seminimal mungkin. Ini pula yang terjadi di industri porno Jepang. Dengan semakin diterimanya pornografi, maka permintaan semakin meningkat.

Sejumlah agensi film porno Jepang pun mengambil jalan pintas untuk terus mengeruk keuntungan. Ini yang diungkapkan salah satu korban penipuan oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab. Namanya Kurumin Aroma.

Perempuan berusia 26 tahun itu mengaku kepada The Guardian bahwa ia dipaksa untuk menjadi bintang porno oleh suatu agensi. Ia awalnya ditawari untuk menjadi model. Belakangan akal bulus agensi itu pun diketahui Kurmin ketika ia disodori kontrak dan diancam agar mau beraksi dalam film porno.

Pelanggaran HAM di Balik Laris Manis JAVJustin McCurry/The Guardian

Kurumin tak sendiri. Perdagangan perempuan dalam industri porno Jepang telah menjadi pengetahuan umum di kalangan aktivis perempuan, bahkan aparat keamanan itu sendiri. Pada 2016, 100 perempuan mengadu kepada sebuah yayasan bernama Lighthouse.

Yayasan yang fokus mendukung korban perdagangan manusia itu mengungkapkan bahwa jumlah tersebut meningkat dari 62 laporan yang diterima pada 2015. Bahkan, pada 2014 mereka hanya mendapat 36 laporan.

Semua korban mengaku diancam, biasanya secara hukum dan finansial, jika tak mau berakting dalam film porno. Dikutip dari Japan Times, Shihoko Fujiwara yang merupakan perwakilan dari Lighthouse, berkata:

Para korban dirayu untuk menandatangani kontrak untuk menjadi model pakaian atau diberitahu bahwa mereka akan berakting dalam sebuah film. Ketika mereka datang ke lokasi, mereka diberi naskah porno dan disuruh untuk beraksi dalam film porno. Mereka memohon untuk pulang tapi produser atau studio mengancam memberikan penalti senilai jutaan yen atas tuduhan pelanggaran kontrak. Mereka digunakan seperti produk dengan konsekuensi panjang terhadap pendidikan, karir, serta pernikahan.

Salah satu kasus yang terungkap dan menggegerkan publik adalah tertangkapnya tiga pria dari sebuah agensi top Jepang oleh pihak kepolisian. Ketiganya memaksa seorang perempuan di usia 20-an tahun untuk berakting dalam 100 judul film porno dalam beberapa tahun. Seperti Kurumin, ia juga diancam akan dituntut karena dituduh melanggar kontrak.

Meski perwakilan industri porno Jepang meminta maaf, tapi kekhawatiran itu akan terjadi lagi masih tetap ada.

Pelanggaran HAM di Balik Laris Manis JAVAFP/todayonline.com

Karena rentetan kasus tersebut Asosiasi Promosi Kekayaan Intelektual (IPPA) yang merupakan perwakilan industri porno Jepang meminta maaf secara resmi kepada publik. "Kami sangat menyesal karena kami gagal untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sebelumnya. Kami meminta maaf."

IPPA sendiri berjanji akan "mendukung para produser untuk mengambil langkah-langkah penting untuk secepatnya memperbaiki situasi yang ada dan mengembalikan kejayaan industri tersebut". Meski demikian, masih ada skeptisisme di kalangan aktivis apakah para agensi bisa menjamin tak akan ada pelanggaran hak asasi manusia lagi di masa depan.

Kazuko Ito yang merupakan pengacara dari Human Rights Now di Jepang berkata:

Hal menakjubkan dari rumah produksi (film porno) adalah mereka bisa bertindak di atas hukum. Tak ada hukum karena memaksa perempuan agar mau tampil di film porno, dan tak ada pengawasan pemerintah. Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi pelanggaran hak asasi manusia.

Maka, meski menikmati film porno adalah hak baik laki-laki maupun perempuan dewasa, tapi yang tak kalah penting adalah kesadaran bahwa industri tersebut memiliki sisi gelap yang jarang dibicarakan secara luas. Selanjutnya, apakah akan terus menikmatinya atau tidak, itu adalah keputusan masing-masing.

Baca Juga: Begini Nasib 10 Bintang Dewasa Jepang Usai Pensiun dari JAV

Topik:

Berita Terkini Lainnya