Aksi Tolak Pembangunan Gereja Berakhir Ricuh

Syarat pembangunan rumah ibadah berlapis...

Pada Jumat (24/3) terjadi kericuhan antara warga dengan anggota Polres Metro Bekasi. Kericuhan tersebut dilatarbelakangi protes warga yang tergabung dalam Majelis Silaturahmi Umat Islam Bekasi (MSUIB) terhadap pembangunan Gereja Katolik Santa Clara di Bekasi Utara. Para demonstran melemparkan batu dan botol kaca ke arah anggota polisi yang kemudian menembakkan gas air mata.

Demonstran meminta agar izin pembangunan Gereja Katolik Santa Clara dicabut karena dinilai tak sesuai prosedur.

Aksi Tolak Pembangunan Gereja Berakhir RicuhHendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO

Perwakilan massa, Wiwit, mengaku bahwa demonstran menolak pembangunan Gereja Katolik Santa Claura yang terletak di Jalan Raya Kaliabang, Harapan Baru, Bekasi Utara, karena persoalan izin. Ia menolak jika disebut sebagai warga intoleran.

Menurut Wiwit, daerah pembangunan gereja sebagian besar dihuni oleh penganut Islam yang belum memberi izin kepada pihak gereja. Bukannya tidak memberikan toleransi. Namun, kata Wiwit, karena  warga di sana mayoritas Muslim. Jadi pembangunan tempat ibadah apapun harus mencantumkan persetujuan mereka.

Massa yang menolak bahkan sampai menggelar salat Ashar berjamaah di sekitar tempat demo. Salah seorang orator demonstrasi pun mengaku massa "tak akan membubarkan diri sampai pemerintah mencabut izinnya".

Baca Juga: [OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragama

Forum Komunikasi Umat Beragama Bekasi menyatakan syarat untuk pendirian Gereja Katolik Santa Clara sudah terpenuhi.

Aksi Tolak Pembangunan Gereja Berakhir RicuhAloysius Jarot Nugroho/ANTARA FOTO

Penolakan terhadap pendirian Gereja Katolik Santa Clara sudah terjadi sejak lama. Pada Agustus 2015, Sekretaris Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Hasnul Khalid, menyatakan bahwa syarat untuk pemberian izin sudah dipenuhi oleh pihak gereja. Bahkan, ia mengaku FKUB telah memberikan surat rekomendasi.

Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah, antara lain, izin dari warga sekitar lokasi minimal 60 orang, KTP dari jemaat gereja minimal 90 orang, serta izin dari Pemerintah Kota Bekasi. "Semua sudah melalui prosedur, tak ada masalah," ujar Hasnul. Meski Hasnul menyebut jumlah jemaat ada 2.000 orang, tapi ia membantah gereja itu direncanakan menjadi gereja terbesar di Asia Tenggara seperti rumor yang beredar.

Surat Peraturan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 9 Tahun 2006 mengharuskan adanya serangkaian prosedur untuk mendirikan bangunan rumah ibadah.

Aksi Tolak Pembangunan Gereja Berakhir Ricuhchurchinteriors.com

Pasal 13 hingga 17 SKB Tiga Menteri tersebut mengatur prosedur yang harus dilalui oleh mereka yang ingin mendirikan tempat ibadah. Syarat-syaratnya antara lain; keperluan nyata, didasarkan pada komposisi jumlah penduduk (bisa di kelurahan, kecamatan, kabupaten, atau provinsi), tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, pengumpulan KTP pengguna rumah ibadah minimal 90 orang, izin dari warga sekitar minimal 60 orang, serta mendapat rekomendasi dari FKUB setempat.

Namun, pada Pasal 14 ayat 3 disebutkan bila jumlah KTP terpenuhi, sedangkan izin dari warga belum dikantongi, maka pemerintah daerah wajib memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah. Pasal 16 ayat 2 kemudian mengatur bahwa pemerintah daerah (bupati/walikota) wajib memberi keputusan maksimal 90 hari sejak permohonan diajukan.

Baca Juga: Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja Ini

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya